tirto.id - Pada Oktober 2010, Facebook membeli sebuah startup penyedia layanan berbagi file bernama Drop.io. Nilai akuisisinya tidak disebutkan. Namun, sebelum Facebook membeli Drop.io, startup tersebut telah memperoleh pendanaan $9,95 juta dari RRE Ventures, firma penanam modal startup.
Selepas membeli, Facebook tidak lantas mengembangkan Drop.io. Facebook justru mematikan startup tersebut.
Facebook, memang tak punya niat serius mengembangkan Drop.io. “Yang benar-benar Facebook inginkan hanyalah (Sam) Lessin,” kata salah satu artikel The New York Times mengomentari apa yang dilakukan Facebook dengan mengakuisisi Drop.io.
Apa yang dilakukan Facebook, dikenal dengan istilah acqhired alias talent acquisition. Suatu teknik mendapatkan talenta dengan cara “paksa.”
Vaughan Smith, yang kala itu duduk di posisi Director of Corporate Development Facebook mengatakan bahwa “teknisi bernilai (antara) setengah juta dolar hingga satu juta dolar.” Melihat pendanaan awal yang telah diraih Drop.io, diprediksi angka yang Facebook kucurkan untuk mendapatkan Lessin jauh daripada angka-angka yang diungkap Smith.
Lessin memang bukan sosok asing bagi Facebook, khususnya Mark Zuckerberg. Lessin merupakan kawan Zuckerberg di Harvard University. Ia menggondol gelar di bidang social studies di salah satu perguruan tinggi bergengsi itu. Gelar akademiknya, memang tak berhubungan dengan dunia IT. Kerja pertama Lessin dilakukan di Bain and Company sebagai seorang konsultan. Namun, tak bisa dipungkiri, Drop.io banyak mengasah sosok ini soal dunia IT.
Sebelum resmi menyandang status karyawan Facebook, jasa Lessin tak bisa disepelekan untuk ikut serta mendukung media sosial itu. Di masa-masa kuliah, tulis CNet, Lessin lah yang memperkenalkan Zuckerberg pada para pemilik modal yang ada di New York. Langkah ini tercipta karena ayah Lessin merupakan seorang investor.
Namun, meskipun Lessin berjasa bagi Zuckerberg, bukan berarti pembelian Drop.io hanyalah balas budi semata. Zuckerberg melihat talenta Lessin.
Di Facebook, Lessin kemudian dijadikan Product Manager. Melalui tangannya, lahir salah satu fitur paling ikonik bagi Facebook: Timeline. Blog pengembang Facebook menyebut bahwa Timeline merupakan produk paling ambisius yang diciptakan dengan dukungan penuh para teknisi.
Secara teknikal, Timeline dibangun melalui empat inti: MySQL (sebagai mesin basis data), Multifeed (sebagai algoritma pengurutan), Thrift, dan Memcached. Sementara itu, secara empiris Timeline merupakan tempat berkumpulnya status, foto, video, dan berbagai postingan pengguna Facebook.
Sayangnya, Lessin tak bisa selamanya dimiliki Facebook. Pada akhir 2014, Lessin mengundurkan diri.
Pria di Balik Google Chrome
Pencapaian Lessin menghadirkan Timeline bagi Facebook merupakan sumbangsih besar bagi media sosial kala itu. Timeline menjadi pusat segala hiruk-pikuk Facebook. Segala intrik penggunanya berada di sini. Mulai dari status soal senang-senang, hingga status yang mendebat percakapan.
Bagi Google, produk yang memiliki nilai ikonik serupa dengan Timeline cukup banyak tersedia. Mulai dari Search, Android, hingga Google Maps. Namun, tak bisa dipungkiri Google Chrome adalah nama produk selanjutnya yang juga ikonik.
Chrome, merupakan web browser buatan Google yang mulai dibangun pada 2005. Butuh waktu selama 2 tahun bagi Google untuk kemudian menghadirkan web browser ciptaannya pada publik. Sosok yang bisa dianggap paling berjasa melahirkan Chrome ialah seseorang bernama Ben Goodger.
Sebelum bergabung dengan Google, Ben Goodger punya rekam jejak ciamik di dunia web browser. Pria yang menyabet gelar akademik di bidang teknik komputer dari University of Auckland itu memulai memasuki dunia web browser sejak dini. Bergabung di perusahaan-perusahaan web browser lawas.
Tercatat, Goodger pernah bekerja di Netscape Communication sebagai Software Engineering. Netscape, merupakan perusahaan pelopor web browser sebelum akhirnya terpaksa takluk oleh Internet Explore, melalui siasat Microsoft mem-bundle dengan Windows.
Selepas bersama Netscape, ia kemudian bergabung dengan Mozilla. Jabatannya naik, Goodger menjadi sosok Lead Engineering untuk produk utama Mozilla: Firefox. Di Mozilla, Goodger sukses membidani lahirnya versi 1.1, 1.5 dan 2.0 web browser itu. Tak ketinggalan, konsep “extention” di web browser merupakan salah satu hasil kerjanya.
"Minat saya adalah membuat perangkat lunak menarik yang dapat membantu orang mencapai apa yang ingin mereka lakukan," ucap Goodger sebagaimana dikutip dari NZ Herald.
Hingga, pada 2005 ia kemudian direkrut Google. Selain Goodger, mantan teknisi Firefox lain yang direktur ialah Darin Fisher, Pam Greene, dan Brian Ryner. Goodger ditunjuk sebagai Lead Engineer.
Pada ReadWrite, Goodger mengatakan bahwa salah satu alasannya bergabung dengan Google adalah karena browser, di masa itu browser "payah." Goodger secara tak langsung ingin mengubah dunia browser, dunia yang sebetulnya telah ia ikut ciptakan.
Di Google, Goodger ingin membuat web browser yang cepat, tak banyak crash, dan memiliki tampilan yang sederhana. “Untuk kecepatan, kami menggunakan WebKit sebagai mesinnya, yang mana sukses mengubah halaman yang cepat. Kemudian kami menambahkan V8, mesin JavaScript terbaru untuk membuat (Chrome) stabil,” sebut Goodger bagaimana Chrome diciptakan secara teknis.
Maka, lahirlah kemudian Chrome. Browser yang memiliki sekitar 58 persen pangsa pasar browser di seluruh dunia. Tak bisa dipungkiri, inilah salah satu produk utama milik Google dan mendaulat Goodger menjadi sosok kunci di perusahaan itu.
Salah satu bukti pentingnya sosok Goodger di mata Google adalah besaran gaji yang didapat. Memang, tak ada angka pasti berapa Google membayar Goodger. Namun, mengutip Business Insider, sosok dengan jabatan seperti Goodger bisa membawa pulang uang senilai $207.211 per tahun atau sekitar Rp2,8 miliar.
Merancang Karya Seni di Apple
Lessin maupun Goodger, adalah sosok yang berjasa bagi perusahaan masing-masing. Facebook maupun Google, terbantu atas kehadiran mereka. Namun, sosok bernama Jonathan Ive nampaknya memberikan sesuatu yang jauh lebih besar dibandingkan dua sosok itu. Apple adalah perusahaan yang sangat beruntung punya Ive.
Jonathan Ive alias Jony Ive merupakan salah satu sosok paling berpengaruh di Apple. Bila Steve Jobs maupun Steve Wozniak adalah dua sosok pendiri Apple, Ive yang mengantarkan perusahaan itu berada di posisinya saat ini. Sebagai perusahaan yang membuat produk dengan desain yang ciamik, minimalis, dan terasa mewah.
Ive, tulis Apple, bertanggung jawab atas semua desain di Apple. Ini mencakup hardware, user interface, pengemasan produk, hingga proyek arsitektural Apple.
Bersama perusahaan berlogo apel tergigit itu, Ive menggondol 5.000 paten. Tentu berhubungan dengan desain yang ia ciptakan. Salah satunya tak lain ialah iMac, lini komputer Apple yang pada 1998 silam, sukses membuat perubahan yang besar di bidang desan PC. Sebelum iMac meluncur, PC merupakan perangkat yang membosankan. Dengan desain yang kaku.
Pada 1997, Ive didaulat Job menjabat Vice President of Industrial Design. Hari ini ia adalah Chief Design Officer. Mengutip Smitsonian Magazine, Ive merupakan “satu di antara dua sosok paling penting di perusahaan paling bernilai di dunia”. Jasanya di bidang desain, kemudian mendapatkan penghargaan Knight Commander of the British Empire dari Kerajaan Inggris pada 2013.
Salah satu bukti pentingnya Ive bagi Apple adalah tak dicantumkannya nilai gaji Ive ke publik. Padahal, data soal gaji seluruh jajaran tinggi Apple dipaparkan ke publik atas permintaan Securities Exchange Commision. Apple tentu bukan satu-satunya punya sosok kunci, di banyak perusahaan lain tentu punya jagoannya masing-masing yang cukup menentukan arah perusahaan.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra