Menuju konten utama

TKN Berharap Munajat 212 Tak Jadi Acara Politik

TKN berharap acara Munajat 212 tidak ditunggangi kepentingan politik. Hidayat membantah bahwa acara apapun bisa dipolitisasi di tahun politik.

TKN Berharap Munajat 212 Tak Jadi Acara Politik
Pengunjung mengamati diorama di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Kamis (13/12/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.

tirto.id - Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin berharap acara Munajat 212 yang bakal digelar di Minas Jakarta pada Kamis (21/2/2019) tidak dimanfaatkan sebagai acara politik.

Juru Bicara TKN Arya Sinulingga menyatakan, tidak mempermasalahkan adanya acara tersebut di tahun politik selagi acara tersebut ada izinnya.

"Silakan kalau ada izinnya kalau ada orang mau bermunajat silakan. Ya silakan berdoa dengan baik. Dan kita harap itu tak jadi tunggangan politik mudah-mudahan. Jangan dipakai. Nanti lucu kalau acara keagamaan dimanfaatkan untuk politik," kata Arya di kawasan Menteng, Jakarta hari ini.

Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid (HNW) merespons dugaan terdapat politisasi di agenda Zikir 212. Menurut dia, apapun acaranya di tahun politik bisa dipolitisasi.

"Memang ini tahun politik ya apa saja bisa dipolitisasi, dan bahkan dalam tanda kutip pelantikan gubernur bisa dipolitisasi ketika gubernur yang baru dilantik menyatakan dukungan kepada seorang capres dan cawapres," kata HNW saat ditemui di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis siang.

Hidayat juga mengaku mendapat undangan dari agenda tersebut dan memastikan dirinya akan hadir dalam acara tersebut. "Saya nggak tahu detail ya karena saya bukan panitia di situ, tapi saya diundang dan saya akan datang," kata dia.

Sedangkan Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria belum mengetahui tentang kehadiran Prabowo dalam acara tersebut. Sejauh ini juga dia belum tahu ada undangan atau tidak kepada Prabowo.

"Saya belum tahu Pak Prabowo akan hadir atau tidak," ucap Riza.

Di luar kedua kubu, peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo melihat tidak ada urgensi acara Munajat 212 digelar karena tidak ada hari besar Islam dalam waktu dekat ini.

Sehingga ia menilai kegiatan berdoa tersebut seperti melakukan mobilisasi massa untuk mendukung calon presiden capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo-Sandi, tetapi dengan cara yang terlihat santun.

"Alih-alih berdoa, kegiatan ini seperti mobilisasi massa tapi dalam versi santun mendukung Prabowo. Jelas ini [dzikir 212] bukan untuk kepentingan agama dan umat, tapi politik praktis," ujar dia kepada Tirto, Kamis (21/2/2019).

Menurut Wasisto, dengan cara mendukung Prabowo lah tujuannya untuk memulangkan kembali imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) ke Indonesia. Sebab Prabowo merupakan "kartu as" untuk memulangkan HRS.

"Saya pikir Prabowo itu hanya kartu truf untuk memulangkan HRS dari Arab Saudi. Mungkin ini bisa jadi ada kemiripan dengan Revolusi Iran di mana saat itu Imam Khoemini di pengasingan menjadi simbol gerakan massa," terang dia.

Baca juga artikel terkait MUNAJAT 212 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Agung DH