Menuju konten utama

Tim Advokasi Desak Menkominfo Cabut Pemblokiran 8 PSE

Tim Advokasi Kebebasan Digital mendesak Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate untuk menindaklanjuti surat keberatan yang dilayangkan.

Tim Advokasi Desak Menkominfo Cabut Pemblokiran 8 PSE
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate memberikan paparan pada acara Kick Off Diskusi Publik RKUHP di Jakarta, Selasa (23/8/2022). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/hp.

tirto.id - Tim Advokasi Kebebasan Digital mendesak Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate untuk menindaklanjuti surat keberatan yang dilayangkan pada hari ini, Jumat (26/8/2022).

Surat protes itu berkaitan dengan pemblokiran terhadap delapan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) oleh Kominfo berdasarkan Perkominfo Nomor 5 Tahun 2020.

Adapun situs dan aplikasi tersebut yakni, PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA).

Pemblokiran pada 30 Juli 2022 yang didasarkan pada Permenkominfo 5/2020 telah mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat luas.

Dari Posko Aduan yang telah dibuka sejak 30 Juli hingga 5 Agustus 2022, LBH Jakarta menerima pengaduan dari korban pemblokiran PSE sebanyak 213 dengan estimasi kerugian materi sebesar Rp1.779.840.000.

Kemudian, dari survei dan pendataan dampak Permenkominfo 5/2020 terhadap pekerja media dan kreatif yang dibuka oleh SINDIKASI dari 4 Agustus 2022 hingga 14 Agustus 2022, terkumpul 44 aduan dengan beragam jenis kerugian, untuk kerugian materil sebesar Rp136.000.000.

“Kerugian pekerja tidak hanya kehilangan pendapatan atau materi tetapi juga immaterial di mana mereka tidak mendapat kepastian masa depan pekerjaan karena klien ragu dengan peraturan terkait aplikasi digital Indonesia dan khawatir keamanan data bocor," kata anggota Tim Advokasi cum Ketua SINDIKASI, Nur Aini melalui keterangan tertulisnya.

"Bagi warga dan pekerja media, implementasi Permenkominfo mengancam kebebasan pers terutama jurnalis yang meliput isu-isu sensitif," tambahnya.

Sementara itu, Posko Pengaduan dampak Permenkominfo 5/2020 terhadap jurnalis dan media yang dihimpun dari 1 hingga 2 Agustus, terdapat lima pengaduan yang masuk dengan beragam jenis kerugian materiil dan immateriil.

Tim Advokasi Kebebasan Digital menilai bahwa tindakan pemblokiran tersebut merupakan kebijakan yang membatasi hak atas akses internet sebagai bagian HAM.

“Berdasarkan Joint Declaration on Freedom of Expression and the Internet 2011, tindakan pemblokiran tersebut juga termasuk tindakan ekstrem yang setara dengan tindakan pembredelan terhadap kegiatan penyiaran maupun jurnalistik,” kata anggota Tim Advokasi cum Sekretaris Jenderal AJI Ika Ningtyas.

Sementara itu, Pengacara Publik LBH Jakarta M Fadhil Alfathan Nazwar juga menilai bahwa, tindakan pemblokiran tersebut melampaui wewenang dan bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 19/2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dalam pasal 40 ayat (2a) dan (2b) UU 11/2008, mengatur wewenang pembatasan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah hanya dapat dilakukan sebatas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang.

“Bertentangan pula dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) tidak dapat dibenarkan menurut hukum," ucapnya.

Tim Advokasi Kebebasan Digital terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Serikat Pekerja Media dan Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI).

Baca juga artikel terkait PSE KOMINFO atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Teknologi
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Anggun P Situmorang