tirto.id - Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan bahwa pemerintah akan melakukan efisiensi anggaran dalam tiga tahap. Pada putaran pertama, penghematan anggaran berasal dari pos Bagian Anggaran Bendahara Umum (BA BUN) sebesar Rp300 triliun. Sebagai informasi, BA BUN merupakan anggaran yang tidak berada di bawah pos anggaran kementerian dan lembaga (K/L) dan langsung dikelola Menteri Keuangan.
Pada putaran kedua, penghematan berasal dari hasil pemangkasan anggaran di seluruh K/L melalui penyisiran atau penelitian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai ke satuan ke-9 alias pos belanja K/L. Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025, putaran efisiensi ini telah rampung pada 14 Februari 2025. Hasilnya, total anggaran negara yang dapat dihemat mencapai Rp308 triliun, lebih besar dibanding target sebelumnya yakni Rp306,69 triliun.
Meski begitu, Rp58 triliun dari hasil efisiensi nantinya akan dikembalikan kepada 17 K/L. Dus, pada putaran ini, Prabowo mampu menghemat anggaran hingga sekitar Rp250 triliun.
Pada putaran ketiga, penghematan akan dilakukan melalui dividen sebesar Rp300 triliun yang mampu dikumpulkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 2025. Dari jumlah itu, Rp200 triliun masuk ke kantong negara dan Rp100 triliun lainnya dikembalikan ke BUMN sebagai Penyertaan Modal Negara (PMN).
“Jadi, totalnya kita punya (anggaran hasil penghematan) Rp750 T (triliun),” kata Prabowo, dalam sambutannya di acara puncak Hari Ulang Tahun Partai Gerindra ke-17 di SICC, Bogor, Sabtu (15/2/2025).
Dari total anggaran yang sebesar Rp750 triliun atau 44 miliar dolar Amerika Serikat (AS) (penghitungan menggunakan kurs Rp17.045 per dolar AS) tersebut, 24 miliar dolar AS, atau setara Rp409,08 triliun, diperuntukkan bagi Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Tambahan pendanaan untuk program unggulan ini, kata Prabowo, tak lain untuk memastikan tidak ada anak-anak yang kelaparan.
“Rakyat kita, anak-anak kita tidak boleh kelaparan. Kalau ada anak orang kaya yang sudah kenyang dan makan enak, tidak apa-apa. Jatahmu kasih ke orang lain, jangan ngenyek (mengejek), kalau nggak mau, nggak usah. Tapi rakyat kita, anak-anak kita harus makan bagus,” tegas dia.
Kemudian, 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp340,9 triliun sisanya akan diinjeksikan ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai investasi. Menurut Prabowo, Danantara adalah kekuatan dana investasi untuk para penerus bangsa. Adapun, Danantara dibentuk dari konsolidasi seluruh kekuatan ekonomi yang ada pada BUMN, dengan total dana kelolaan mencapai 900 juta dolar AS atau sekitar Rp14.580 triliun (kurs Rp16.200 per dolar dolar AS).
“Saudara-saudara presiden dahulu meletakkan dasar, saya diberi mandat oleh rakyat. Saya akan memimpin pemerintah menuju cita-cita kita menjadi negara maju,” lanjut Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Sementara itu, setelah beberapa hari bungkam soal tiga tahapan efisiensi anggaran ini, Kementerian Keuangan akhirnya buka suara. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara, menjelaskan, nominal Rp750 triliun merupakan akumulasi dari seluruh upaya penghematan yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, hal ini tidak mendadak, melainkan didapat dari hasil menyisir anggaran negara sejak beberapa tahun lalu.
“Penghematan anggaran yang disampaikan oleh Bapak Presiden itu ada beberapa tahun lalu kita juga sudah melakukan penyisiran, dan kemudian tahun ini kita lakukan penyisiran, lalu kemudian ada juga yang dari BUMN,” jelas Suahasil usai menghadiri rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) RI, di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2025).
Pelaksanaan efisiensi pun tidak dilaksanakan sekaligus, melainkan bertahap. Tahapan pertama yang sudah dilakukan ialah penghematan anggaran yang mengacu pada Inpres 1/2025.
“Efisiensi seperti dituliskan dalam Inpres 1/2025, dari anggaran kementerian dan lembaga Rp256 triliun dan dari APBD, dari transfer ke daerah adalah Rp50 triliun. Nanti kita combine dan kemudian nanti itu sudah ada di dalam Inpres 1/2025,” kata dia.
Sementara itu, penghematan anggaran ini dilakukan dengan tujuan supaya membuat operasional pemerintahan, APBN dan APBD bisa betul-betul efisien. Dalam hal ini, dana yang ada dapat digunakan untuk kegiatan yang benar-benar meningkatkan produktivitas dan menumbuhkan ekonomi lokal, hingga meningkatkan penghasilan UMKM.
“Komitmen dari Kementerian Keuangan, dari pemerintah, untuk terus mendengarkan dan betul-betul mengikuti, mendalami apa yang menjadi aspirasi dari DPD yang merupakan aspirasi dari masyarakat di seluruh Indonesia,” tegas Suahasil.
Pada gilirannya, Ketua Komisi IV DPD RI, Ahmad Nawardi, mengaku mendukung efisiensi yang dilakukan pemerintah. Hanya, penghematan dengan nilai total mencapai Rp750 triliun harus dipastikan tak boleh menyentuh pos-pos anggaran yang bersifat sosial.
“Tetap untuk kesejahteraan masyarakat dana bantuan sosial, pendidikan, beasiswa, semuanya untuk itu yang disampaikan. Sehingga, dana yang dihemat ini memang untuk kebutuhan yang lain, untuk kebutuhan yang lebih dekat dengan Urusan-urusan rakyat,” katanya di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2025).
Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, menilai naiknya nilai efisiensi lebih dari 100 persen ini akan membebani APBN 2025. Apalagi, Indonesia masih harus menanggung defisit dari APBN 2024 yang sebesar Rp507,8 triliun dan pembayaran utang jatuh tempo pemerintah pada 2025 senilai Rp800,33 triliun.
“Sehingga mempersempit ruang bagi belanja produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Artinya, target efisiensi Rp750 triliun ini jika tidak ada konsistensi… efisiensi masih menyerap anggaran yang besar, maka beban APBN akan semakin berat,” kata dia, kepada Tirto, Selasa (18/2/2025).
Beban fiskal yang berat ini pun bakal berdampak pada pengurangan belanja pemerintah dan menjadikan peningkatan pendapatan melalui perpajakan menjadi sebuah keniscayaan. Di sisi lain, beban utang tinggi juga dapat memperburuk persepsi pasar dan kepercayaan investor kepada perekonomian nasional.
Pada akhirnya, kondisi ini akan membuka ruang krisis fiskal dan penurunan stabilitas ekonomi nasional. Padahal, yang diharapkan dari efisiensi adalah untuk memaksimalkan pemanfaatan pos-pos belanja yang selama ini menjadi celah korupsi.
Adapun, jika merujuk Surat Menteri Keuangan S-75/MK.02/2025 tentang Tindak Lanjut Efisiensi Belanja K/L dalam Pelaksanaan APBN 2025, yang merupakan aturan turunan dari Inpres 1/2025, pemerintah menargetkan efisiensi pada pos belanja barang (Akun 52) dan belanja modal (Akun 53), serta mengecualikan belanja pegawai (Akun 51), dan belanja bantuan sosial (Akun 57).
“Terkait ini, saya kira yang paling penting dipastikan efisiensi tidak berdampak pada pelayanan publik,” tegas Hadi.
Tidak hanya itu, dengan efisiensi yang menyasar APBD yang dikelola oleh pemerintah daerah (Pemda), pemerintah pusat juga harus memastikan dan memitigasi dampak yang mungkin muncul, termasuk pada target-target pembangunan yang sudah dirancang dengan apik. Seperti misalnya target investasi di 2025 yang sebesar Rp1.905 triliun, pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,02-5,03 persen, hingga penurunan angka pengangguran dan kemiskinan.
“Jangan sampai justru target-target ini tidak tercapai. Karena itu, efektivitas penggunaan anggaran hasil efisiensi menjadi sangat penting. Agar tidak menimbulkan efek negatif bagi postur APBN, misalnya belanja ataupun kondisi masyarakat secara langsung,” tutur Hadi.
Terpisah, ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, melihat penghematan anggaran Rp750 triliun sebagai angka yang agresif. Bahkan, menurutnya target ini juga sulit diwujudkan seiring dengan beratnya kondisi APBN 2025.
Efisiensi harus dilakukan dengan strategi yang tepat. Apalagi, biasanya negara membiayai defisit APBN dengan menggunakan utang. Artinya, jika dana hasil efisiensi seluruhnya digunakan untuk mendanai program unggulan Kabinet Merah Putih dan juga menyuntik Danantara, akan ada program-program lainnya yang bisa jadi lebih penting kekurangan sumber pembiayaan.
“Karena kita mengalami defisit dan untuk menutupnya digunakan utang. Jika injeksi dan biaya program dikurangi, nilai utang baru pun akan turun,” kata Wijayanto kepada Tirto, Selasa (18/2/2025).
Menyuntik Danantara dengan tambahan modal memanglah ide bagus, karena bisa me-leverage bisnis superholding BUMN itu sehingga dapat melipatgandakan keuntungan atau bahkan dampak sosial perusahaan. Namun demikian, pemerintah juga harus memahami dampak yang mungkin ditimbulkan dalam jangka menengah. Apalagi, upaya peningkatan modal perusahaan tidaklah mudah dilakukan dalam situasi ekonomi domestik dan global yang saat ini sedang pelik.
“Jika tidak, pertumbuhan ekonomi 2025 berpotensi akan dibawah 2024, bahkan di bawah 5 persen,” imbuh dia.
Sebagai informasi, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2025 sebesar 5,2 persen.
Karenanya, baik soal efisiensi anggaran, maupun menambah utang baru untuk pembiayaan program-program unggulan, harus dilakukan dengan ekstra kehati-hatian. Hal ini penting pula untuk mengurangi ketergantungan negara terhadap utang.
Apalagi, menurut data Bank Indonesia (BI), sampai triwulan IV 2024, utang luar negeri (ULN) Indonesia telah menembus angka 424,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp6.881,76 triliun. Jumlah ini menurun dibandingkan posisi ULN triwulan III 2024 yang sebesar 428,1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp6.935,22 triliun.
“Harus dicari titik optimal antara nilai utang baru dengan injeksi ke Danantara dan pendanaan program unggulan. Dalam kondisi defisit yang besar seperti ini, sesungguhnya kedua hal tersebut dibiayai oleh utang,” ujar Wijayanto.
Sementara itu, ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menghitung, efisiensi yang dilakukan secara grasah-grusuh ini akan berdampak baik langsung maupun tidak pada sektor-sektor ekonomi. Secara langsung, efisiensi anggaran sebesar Rp750 triliun ini dinilai akan menurunkan pengeluaran pemerintah hingga 14 persen dibandingkan realisasi di tahun 2024 yang sebesar Rp3.350 triliun.
Belum lagi, pengurangan belanja pemerintah juga akan membuat pertumbuhan ekonomi nasional merosot ke angka 4,54 persen. Ini mengingat belanja pemerintah berkontribusi sebesar 0,3 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Terburuknya, dengan memperhitungkan efek pengganda terhadap sektor ekonomi lainnya, pertumbuhan ekonomi bisa di angka 4,2 persen,” pungkas Huda dalam sebuah pesan teks kepada Tirto, Selasa (18/2/2025).
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Farida Susanty