Menuju konten utama

Ticket to Paradise: Film Berlatar Bali, Kok Syuting di Aussie?

Pemerintah gagal perkuat daya dukung perpajakan hingga film Ticket to Paradise syuting di Australia.

Ticket to Paradise: Film Berlatar Bali, Kok Syuting di Aussie?
Poster Film Ticket to Paradise

tirto.id - Industri perfilman dunia mulai bergairah tahun ini meski belum kembali ke level sebelum pandemi. Sayangnya, pemerintah gagal perkuat daya dukung dari aspek perpajakan hingga film tentang Bali, Ticket to Paradise, syuting di luar negeri.

Melansir reportase Reuters, penjualan tiket bioskop di Amerika Serikat (AS) dan Kanada diperkirakan mencapai US$7 miliar akhir tahun ini atau setara Rp 109,9 triliun (asumsi kurs Rp 15.700/US$).

Meski terhitung melonjak dalam dua tahun terakhir, tetapi angka tersebut masih terhitung sepertiga lebih rendah dari pendapatan industri film Amerika Utara tahun 2019—sebelum virus Covid-19 menyerang.

Berdasarkan analisis Statista, saat Covid-19 melanda di 2020, pendapatan industri teater di 60 negara utama hanya US$11,9 miliar, drop 71% dari pendapatan tahun sebelumnya US$41,7 miliar. Pemicunya adalah restriksi sosial untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Grafik Pendapatan Industri Teater Dunia

Grafik Pendapatan Industri Teater Dunia dalam Milyar Dollar AS. (FOTO/Statista)

Di beberapa belahan dunia, termasuk Negara Adidaya, kebangkitan industri teater dan film berdampak signifikan pada pemulihan ekonomi masyarakat setempat. Pasalnya, industri film memiliki sumbangsih yang fantastis pada pendapatan masyarakat lokal.

The Motion Pictures Association yang merupakan asosiasi representatif lima studio produksi terbesar AS, menyatakan bahwa industri perfilman menciptakan 2,2 juta lapangan kerja dengan total gaji hingga US$192 miliar (Rp 3.014 triliun).

Motion Picture Association (MPA) terdiri dari Universal Pictures, Warner Bros Studios, Paramount Pictures, Walt Disney Pictures, Columbia Pictures, dan Netflix.

Dalam riset yang sama, asosiasi tersebut juga mengklaim telah mencetak penerimaan hingga US$226 miliar, atau Rp 3.548,2 triliun. Andaikata MPA adalah suatu negara, maka ia akan menduduki peringkat ke-47 dari sisi Produk Domestik Bruto (PDB).

Indonesia Gagal Bersaing?

Tidak hanya AS yang mendapat kucuran cuan dari industri ini. Beberapa negara tercatat ikut mendapat cuan signifikan dengan menjadi lokasi syuting film-film terkenal dunia, sebagaimana dirangkum dalam laporan unforgettable croatia.

Dari daftar tersebut, negara tetangga kita, Thailand, menjadi salah satu contoh bagaimana menjadi lokasi syuting film internasional bisa berujung pada manfaat ekonomi senilai US$13 juta, atau Rp 204 miliar, yang dinikmati masyarakat Negeri Siam.

Pemerintah Thailand bahkan harus menutup akses ke lokasi film The Beach pada 2018 untuk menjaga kelestarian alamnya. Pasalnya, rilis film yang dibintangi Leonardo DiCaprio itu membuat jumlah pengunjung pantai Phi Phi membludak hingga 6.000 orang per hari.

Indonesia, sebagai Mutiara dari Timur yang memiliki banyak lokasi wisata dan spot alami yang indah semestinya bisa masuk ke peringkat tersebut. Apalagi, beberapa direktur film internasional tercatat pernah jatuh hati untuk mengambil lokasi syuting di Indonesia.

Badan Perfilman Indonesia mencatat ada empat film internasional yang memilih Tanah Air sebagai lokasi syuting, yakni Eat Pray Love (2010 di Bali), Alex Cross (2012 di Bali), Savages (2012 di Nusa Tenggara Barat/NTB), dan Black Hat (2012 di Jakarta).

Sayangnya, peluang tersebut kian mengabur sekarang. Terbukti, film internasinal Ticket to Paradise yang dibintangi aktor papan atas George Clooney dan Julia Roberts gagal syuting di Bali, meski 80% latar film tersebut ada di Bali.

Infografik Film Berlatar Bali

Infografik Latarnya di Bali, Syutingnya di Aussie. tirto.id/Fuad

Awalnya, agenda syuting di Bali diduga batal karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), sehingga produser memindah lokasi syuting ke pulau di Queensland, yang menawarkan pantai kristal bersih dengan lingkungan yang lebih aman dari pandemi.

Namun, Rosendelkant memiliki penjelasan lain. Menurut firma konsultan keuangan ini, Australia dipilih bukan hanya karena memiliki pantai dan pulau cantik, tetapi karena pemerintahnya menawarkan insentif yang membantu memotong anggaran produksi.

Negeri Kanguru ini tercatat sebagai negara dengan penawaran insentif tertinggi di antara negara lainnya. Film Ticket to Paradise dilaporkan menerima insentif hingga US$6,4 juta dari pemerintah setempat.

Insentif berarti pemerintah rela kehilangan potensi pemasukan karena membebaskan sebagian atau seluruh pajak dalam proses produksi film tersebut. Namun, mereka membidik manfaat lain: belanja kru film senilai US$47 juta dan 270 lowongan pekerjaan yang pasti memutar ekonominya.

Pada titik inilah pemerintah Indonesia, di bawah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, harus berbenah.

Ragam Insentif Film

Untuk diketahui, terdapat beberapa jenis insentif yang ditawarkan untuk para pelaku industri perfilman yang dirangkum oleh tim Wrapbook:

  1. Hibah: pembayaran kepada perusahaan produksi berdasarkan jumlah pengeluaran yang memenuhi syarat, atau pekerjaan yang diciptakan. Perusahaan produksi tidak perlu mengajukan pengembalian pajak atas hibah ini.
  2. Potongan pajak film: potongan pajak diberikan dalam bentuk persentase terhadap pengeluaran yang memenuhi kualifikasi.
  3. Bonus: fasilitas tambahan yang ditawarkan kepada produser, seperti lokasi syuting gratis, izin khusus untuk syuting di tempat umum, diskon saat membeli produk lokal, dsb.
  4. Pengembalian kredit pajak: Negara membayar kembali kelebihan kredit produksi setelah semua pajak penghasilan dibayar. Ini hanya berlaku untuk kredit pajak.
  5. Pengembalian kredit pajak yang dapat ditransfer: perusahaan produksi dapat mentransfer kredit pajak mereka ke perusahaan lokal untuk mengurangi atau menghilangkan kewajiban pajak mereka.
Melansir Global Incentives Index 2021, Australia memberi tiga insentif berbeda untuk produksi film. Pertama, potongan pajak 40% untuk film dokumenter dan animasi dengan biaya produksi minimum antara AU$500.000-AU$1 juta (atau Rp 5 miliar-Rp 10 miliar).

Kedua, potongan pajak film skala besar (anggaran minimum AU$15 juta) sebesar 16,5%, serta insentif ketiga yakni potongan pajak sebesar 30% untuk biaya pasca-produksi, efek digital dan visual (dengan anggaran minimum AU$500.000).

Negara lain yang menawarkan insentif pajak menarik bagi insan film di antaranya Austria, Belgia, Kanada, China, Kolumbia, dan Kroasia. Adapun negara Asia yang menawarkan insentif serupa adalah Malaysia, Kazakhstan, Korea Selatan, Taiwan, Filipina dan Thailand.

Berdasarkan analisis Kearney diketahui bahwa 14 negara pada 2020 telah menghabiskan US$6,5 miliar untuk insentif dunia film dan video game. Dari tabel di bawah ini terlihat bahwa Inggris mengeluarkan dana terbanyak, mencapai US$1,7 miliar, diikuti Kanada Georgia dan New York.

Grafik Negara dengan Insentif Film

Grafik Negara atau negara bagian dengan insentif film. (FOTO/Global Incentives Index 2021)

Indonesia sejauh ini tak punya regulasi khusus terkait insentif untuk industri perfilman. Yang terbaru adalah bantuan dana bagi pelaku industri film, sebagai bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) guna membantu mereka menghadapi pandemi.

Melansir Antara, tahun lalu ada sekitar 50 rumah produksi film yang mendapat santunan ini dengan nilai anggaran Rp 116,8 miliar. Tahun ini Kemenparekraf melalui Direktorat Musik, Film, dan Animasi berencana kembali menganggarkan dana bantuan mencapai Rp 75 miliar.

Di luar santunan itu, tidak ada aturan khusus soal insentif dari pemerintah yang begitu signifikan hingga menarik rumah produksi film dunia syuting di Indonesia. Paling banter adalah pengecualian industri film dari daftar investasi negatif (DNI), jika mengutip laporan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

Dengan membuka penanaman modal asing untuk memiliki 100% saham di rumah produksi film nasional, izin investasi dapat diatur lebih cepat melalui layanan “Satu Pintu” Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Kalau cuma bisa begitu, pantas saja produser Ticket to Paradise memilih syuting di Australia meski filmnya berkisah dan berlatar tentang alam Bali. Sungguh patut untuk disayangkan.

Baca juga artikel terkait SYUTING atau tulisan lainnya dari Dwi Ayuningtyas

tirto.id - Mild report
Kontributor: Dwi Ayuningtyas
Penulis: Dwi Ayuningtyas
Editor: Arif Gunawan Sulistiyono