tirto.id - Lima puluh dua tahun silam, empat pemuda asal Liverpool, membangun mimpi, hijrah ke Amerika Serikat (AS). Mereka adalah John Lennon, Paul McCartney, George Harrison, dan Ringgo Starr. Di Heathrow, sekitar 4 ribu orang berkumpul, melambaikan tangan melepas empat musisi kesayangan mereka.
Setibanya di Bandara Udara Internasional John F. Kennedy, New York City, sekitar 3 ribu orang menyambut kedatangan John dan kawan-kawan. Gegap gempita pecinta musik ini terjadi karena sebelumnya single “I Want to Hold Your Hand” meledak di pasar musik Amerika. Sedikitnya 2,6 juta keping terjual di negeri Paman Sam hanya dalam dua minggu.
Di Amerika, mereka tampil pertama kali di The Ed Sullivan Show, salah satu program di stasiun televisi setempat. Selama dua hari acara itu digelar, 74 juta pasang mata atau sekitar 40 persen dari populasi Amerika saat itu menonton mereka.
Juni 1964, mereka pun mengadakan tur internasional di 22 negara mulai dari Denmark, Belanda, Hong Kong, Australia hingga negeri di Samudera Pasifik, Selandia Baru. Tur berlangsung selama 19 hari. Sejak saat itu, kesuksesan menghinggapi keempat pemuda yang menamai bandnya sebagai The Beatles itu.
The Beatles telah menelurkan banyak album studio. Di antaranya, “Please Please Me”, “With The Beatles”, “A Hard Day's Night”, “Beatles for Sale”, “Help!”, “Rubber Soul”, “Revolver”, “Sgt. Pepper's Lonely Hearts Club Band”, “The Beatles (The White Album)”, “Yellow Submarine”, “Abbey Road”, dan “Let It Be”.
Tetapi dari sekian album tersebut, “Sgt Pepper's Lonely Hearts Club Band” paling laris, terjual hingga 32 juta kopi. Sedangkan “1” terjual 31 juta kopi, “Abbey Road” terjual 30 juta kopi dan masih banyak lagi album lainnya.
British Invasion dan Perekonomian Kota
Kedatangan The Beatles ke New York pada 7 Februari 1964 membawa efek domino. Sejumlah pihak menilai, The Beatles telah membuka pintu bagi musisi Britania lain ke Amerika. Warga Amerika bahkan menyebut fenomena ini dengan istilah “British Invasion”.
Seperti dikutip dari rateyourmusic.com tercatat kurang lebih 100 band atau artis asal Inggris yang eksis di Amerika. Beberapa di antaranya, The Rolling Stones, The Kinks, The Who, Yardbirds, The Animals, The Dave Clark Five, The Hollies, Dusty Springfield, Herman's Hermits, Gerry and The Pacemakers, The Searchers, dan masih banyak lagi.
Istilah "British Invasion" menggambarkan periode musik di pertengahan 1960-an, ketika artis rock Inggris mendominasi chart musik Amerika. Invasi Inggris berakhir di tahun 1967, ketika psychedelic menjadi mainstream.
The Beatles tak sekedar membuka pintu bagi musisi lain. Di kota kelahiran mereka, Liverpoool, di sebelah tebing timur Muara Sungai Mersey di bagian barat laut Inggris, The Beatles telah membuka pintu bagi pertumbuhan ekonomi. Kota dengan 467,500 jiwa dan luas kurang lebih 111.84 km2 terimbas efek popularitas The Beatles.
Warga Liverpool mungkin tidak menyadari efek Fab Four, begitu julukan The Beatles, bagi perekonomian. Seperti dilansir dari www.liverpoolecho.co.uk, The Beatles menyumbang warisan kurang lebih £82 juta atau sekitar Rp1,6 triliun per tahun. Tidak hanya itu, mereka juga berhasil membukakan lapangan pekerjaan kepada 2.335 di Livepool.
Profesor Simeon Yates dari Institute of Culture Capital, sebagai penulis utama laporan tersebut mengatakan, The Beatles sangat penting karena berperan sebagai sumber daya budaya dan ekonomi bagi kota Liverpool.
Selain itu, Simeon menyampaikan, The Beatles merupakan warisan sejarah penyumbang pengalaman positif bagi para penggemar, pengunjung, dan warga kota. Karena itu, Liverpool perlu menjaga standar untuk mempromosikan kebesaran yang dimilikinya.
"Dalam semua wawancara yang kami lakukan, ada keyakinan yang kuat bahwa kota [Liverpool] akan terus menarik pengunjung melalui koneksi Beatles yang panjang ke masa depan,” tambahnya.
Sementara itu, Profesor Richard Evans dari LJMU's European Institute of Urban Affair mengatakan, The Beatles memberikan manfaat ekonomi besar ke kota dan ini berpotensi untuk pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Hal tersebut juga dapat meningkatkan pengunjung bagi objek wisata lokal, hotel, toko-toko dan lembaga pendidikan.
Bagi penggemar The Beatles, perjalanan ke Liverpool menciptakan pengalaman “excited” tersendiri. Seperti misalnya perjalanan ke Albert Dock (The Beatles Museum), di kompleks ini, wisatawan bisa mengunjungi The Beatles Story. Tempat ini mulai aktif sejak tahun 1990 dan merupakan tempat pameran terbesar mengenai kisah The Beatles. Di tempat ini pula tersedia berbagai informasi, foto, dan memorabilia peninggalan John Lennon, Paul McCartney, Ringo Starr, dan George Harrison.
Wisatawan juga bisa mengunjungi The Cavern Club. Di tempat ini The Beatles telah bermain hampir 300 kali. Di sanalah mereka bertemu Brian Epstein, pemilik studio rekaman lokal dan seorang kolumnis musik, yang pada akhirnya menjadi manajer mereka. Klub ini terletak di Mathew Street dan buka hampir setiap malam dengan berbagai live music.
Tidak sampai di sana, wisatawan juga bisa berkunjung ke 251 Menlove Avenue. Tempat tersebut adalah rumah masa kecil John Lennon, ketika ia tinggal bersama bibinya, Mimi, dari tahun 1956 hingga 1963. Saat itu bibinya berkata “Gitar memang oke, John, tapi kamu tidak bisa hidup dari itu”. Ketika John terkenal, ia pun membingkai kata-kata itu dan memberikannya kepada bibinya.
Selain itu, wisatawan juga bisa berjalan ke 20 Forthlin Road yang merupakan rumah Paul McCartney sebelum tenar bersama The Beatles. Di sanalah Paul dan John menuliskan lirik “I Saw Her Standing There”.
Efek Musik Terhadap Pendidikan
Kesuksesan The Beatles tidak hanya berpengaruh terhadap pertumbuhan kota, tetapi juga merambah ke bidang pendidikan. Hope Liverpool University membuka program The Beatles Master of Arts. Para peserta didik ini akan mengikuti kelas selama empat kali dalam 12 pekan dan harus membuat disertasi sebelum dinyatakan lulus.
Salah satu lulusan pascasarjana dalam studi Beatles adalah mantan finalis Miss Kanada, Marry-Lu Zahalan-Kennedy. “Kursus ini menantang, menyenangkan dan memberikan wawasan, The Beatles telah dan masih berdampak pada semua aspek kehidupan” katanya seperti dikutip dari Reuters awal 2011 lalu.
Mike Brocken, pendiri dan pemimpin dari The Beatles Master of Arts di Liverpool Hope University, mengatakan, gelar pascasarjana membuat Zahalan-Kennedy menjadi anggota dari kelompok ahli musik populer.
"Mary-Lu sekarang bergabung dengan kelompok yang diakui secara internasional, ahli studi musik populer yang dapat menawarkan wawasan segar dan pemikiran dalam disiplin musikologi," katanya.
Brocken juga mengatakan, saat ini terdapat lebih dari 8.000 buku tentang The Beatles. Maka, inilah waktu yang tepat untuk mempelajari The Beatles.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti