tirto.id - Gembong Warsono, anggota DPRD DKI Jakarta, dibikin bingung atas keberadaan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta. Menurutnya, tim ad hoc itu sulit dijangkau dan dievaluasi oleh DPRD DKI Jakarta.
"Kami hanya bisa melihat dari luar kebijakan oleh gubernur. Ini bukan SKPD. Dewan sulit melihat kinerja baik atau buruk, bermanfaat atau tidak bermanfaat,” kata ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta itu.
Satu-satunya ihwal yang bisa dipantau DPRD DKI Jakarta adalah output kebijakan yang direkomendasikan TGUPP kepada Gubernur Anies Baswedan. "Tetapi, yang bisa teropong adalah output kebijakan dari gubernur," katanya.
Selama ini, satu-satunya yang bisa menilai kerja TGUPP hanya gubernur. Di sinilah letak masalahnya.
Bila menelisik output TGUPP, yang terlihat hanya beberapa, seperti penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di pulau reklamasi dan apartemen yang masih jadi masalah. Setidaknya, dua itu yang terlihat dari pemberitaan.
Kebijakan yang sulit dipantau itu mendapatkan porsi besar dalam anggaran. Pada 2017, TGUPP menerima jatah anggaran Rp890 juta, lalu melonjak Rp16,2 miliar pada 2018. Pada 2019, anggaran TGUPP dalam APBD Perubahan DKI Jakarta kembali meningkat menjadi Rp18,9 miliar.
Anggaran itu untuk gaji Ketua TGUPP, Ketua Bidang, anggota, dan narasumber. Dalam APBD Perubahan 2019 yang sudah disahkan, klasifikasi gaji anggota TGUPP dibagi menjadi sebelas komponen.
Untuk seorang ketua TGUPP, gajinya Rp51,5 juta. Sementara ketua Bidang, masing-masing digaji Rp41,2 juta.
Di bawah dua bidang itu ada gaji anggota, disesuaikan dengan grade masing-masing, antara lain: grade 1 (Rp31,7 juta); grade 2 (Rp26,5 juta); grade 2a (Rp24,9 juta); grade 2b (Rp20,8 juta); grade 3 (Rp15,3 juta); grade 3a (Rp13,5 juta); grade 3b (Rp9,8 juta); grade 3c (Rp8 juta); dan narasumber Rp1 juta.
Gaji Besar, Fasilitas Oke, Target Secuil
Dalam Pergub DKI 16/2019 tentang TGUPP, Anies Baswedan melakukan perombakan struktur, yang sebelumnya lima bidang kini menjadi empat bidang yang meliputi: bidang respons strategis; bidang hukum dan pencegahan strategis; bidang pengelolaan pesisir; bidang ekonomi dan percepatan pembangunan.
Meskipun ada pengurangan bidang dalam struktur TGUPP, Anies mengalokasikan anggaran untuk lima kepala bidang TGUPP. Artinya, satu kepala bidang yang sudah dihapus tetap menerima alokasi dana Rp535.860.000 untuk 13 kali gaji.
Selain itu, ada anggaran dana sewa hotel bintang 4 fullboard sehari tanpa penjelasan. Dalam APBD Perubahan itu dialokasikan anggaran untuk 50 orang, masing-masing biayanya Rp979.900/orang.
Istilah fullboard biasanya digunakan hotel untuk paket komplit, dari kamar, meeting room, snack, dan makan. Biasanya paket fullboard digunakan untuk rapat yang butuh menginap.
Anggaran fullboard tidak pernah ada sebelumnya. Pada masa Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, tim ahli tidak pernah menyewa rapat di hotel. Biasanya mereka meminjam ruang rapat yang kosong.
“Intinya, tidak ada ruang khusus untuk kami bekerja. Kalau rapat, kami menumpang di ruangan yang sedang kosong. Banyak ruangan yang bisa dimanfaatkan, baik di gedung depan maupun belakang. Daripada rapat sewa hotel,” kata Rian Ernest, mantan staf ahli Ahok bidang hukum, kepada Tirto (6/9/2019).
Meski menelan biaya dan fasilitas itu, TGUPP tidak ditarget untuk banyak capaian.
Dalam dokumen kesepakatan Kebijakan Umum Perubahan dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Perubahan DKI 2019, TGUPP hanya mematok target empat rekomendasi kebijakan kepada gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta selama setahun.
Target kerja itu terlihat kecil jika dibandingkan anggota TGUPP yang berjumlah 64 orang.
Dan, target itu tidak diketahui oleh anggota TGUPP. Misalnya, Togar Arifin Silaban, anggota TGUPP. Ia mengatakan tidak mengetahui secara detail masalah target tersebut. Ia beralasan bukan dia yang menyiapkan target, melainkan Ketua TGUPP Amin Subekti.
"Saya enggak begitu ikut waktu menentukan target," kata Togar kepada Tirto (30/8/2019).
Bukan hanya Togar. Muslim Moin, anggota TGUPP lain, tak bisa menjelaskan soal empat target rekomendasi yang disebutkan dalam dokumen KUPA-PPAS. Namun, ia berdalih dalam bidang sumber daya air, "setiap bulan melaporkan ke Pak Amin" dan membuat rekomendasi lebih dari empat seperti jalan tergenang didesain ulang agar airnya mengalir ke saluran drainase.
Sejak 21 Agustus 2019, Tirto mencoba menghubungi Ketua TGUPP Amin Subekti. Sayangnya, pesan WhatsApp dan telepon tak pernah direspons hingga berita ini tayang.
Soal anggaran ini, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan berpendapat ada celah korupsi. Misalnya, alokasi dana untuk lima kepala bidang TGUPP tapi dalam Pergub TGUPP terbaru hanya ada empat bidang.
Selain itu, ada potensi pemborosan anggaran kegiatan fullboard di hotel bintang 4. Sebab, pemerintah DKI Jakarta mempunyai fasilitas ruang cukup memadai untuk menggelar rapat dengan tim (TGUPP) maupun dengan Kepala SKPD.
“Kalau TGUPP diberikan fasilitas itu, namanya pemborosan anggaran. Saya pikir, ini kelemahan dalam proses perencanaan anggaran,” kata Misbah kepada Tirto (8/9/2019).
Tanggung Jawab Cukup Daftar Hadir
Jatah anggaran bagi TGUPP tidak lantas membuat mereka harus memberikan pertanggungjawaban keuangan.
Kepala Bappeda DKI Jakarta Sri Mahendra berkata TGUPP hanya perlu memberikan bukti kehadiran kepada Bappeda.
Kewajiban itu lantaran anggaran TGUPP digolongkan ke dalam anggaran Bappeda. Sementara untuk laporan kinerja, diberikan langsung kepada Gubernur Anies. Menurut Mahendra, mekanisme ini tidak menyalahi aturan.
"Kami cuma memberikan hak keuangan," kata Mahendra kepada Tirto (26/8/2019).
Praktik ini yang dikritik oleh Gembong Warsono, ketua Fraksi PDIP di DPRD DKI Jakarta. Menurut Gembong, seharusnya pertanggungjawaban keuangan dan kinerja TGUPP pun dilaporkan kepada Bappeda.
“Bahwa yang memanfaatkan gubernur, iya. Tetapi yang melakukan pertanggungjawaban terhadap dana APBD adalah Bappeda," pendapat Gembong.
"Output ada 4 rekomendasi itu yang membuat penilaian Bappeda karena anggarannya ada di Bappeda. Maka, soal rekrutmen TGUPP saya soroti. Idealnya yang melakukan rekrutmen bukan gubernur tapi Bappeda karena anggaran di sana,” jelas Gembong.
Kritik terhadap TGUPP datang dari Idris Ahmad, anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ia mendesak laporan pertanggungjawaban TGUPP harus dibuka kepada publik.
“Yang perlu kita dorong adalah mempublikasikan kinerja TGUPP sebagai bentuk pertanggungjawaban dari dana [sekitar] Rp19 miliar. Kuncinya keterbukaan dan pertanggungjawaban TGUPP,” katanya.
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Mawa Kresna