Menuju konten utama

Terkait e-KTP, Titel 'Antikorupsi' Gamawan Terancam Dicabut

Internal Yayasan Bung Hatta terus memantau keterlibatan Gamawan Fauzi dalam kasus e-KTP. Titel Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) 2004 akan dicabut jika mantan Mendagri itu terbukti terlibat dalam korupsi e-KTP.

Terkait e-KTP, Titel 'Antikorupsi' Gamawan Terancam Dicabut
Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menjawab pertanyaan wartawan usai pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Kamis (19/1). Gamawan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012, Sugiharto yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Kemunculan nama mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam dakwaan kasus dugaan korupsi e-KTP mempertanyakan integritasnya sebagai seorang pejabat. Apalagi, Gamawan merupakan salah satu pejabat yang dinilai berintegritas saat memimpin Kabupaten Solok, Sumatera Barat sebelum menjadi Menteri Dalam Negeri.

Penilaian integritas itu pun terbukti lewat pemberian Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) di tahun 2004. Kini, gelar tersebut terancam dicabut akibat sepak terjangnya sendiri selama memimpin Kementerian Dalam Negeri.

Direktur Eksekutif BHACA Berkah Gamulya mengaku, Yayasan Bung Hatta tidak memungkiri akan mencabut penghargaan BHACA Gamawan Fauzi. Berkah menuturkan, seseorang yang tidak konsisten dalam memberantas korupsi tidak layak memegang penghargaan antikorupsi.

‎"Pada prinsipnya seseorang yang tidak konsisten bisa dicabut penghargaannya, tapi sampai saat ini belum ada keputusan," ujar Berkah saat dihubungi Tirto.id, Jumat (10/3/2017).

Berkah menuturkan, mereka memilih Gamawan untuk menerima penghargaan antikorupsi Bung Hatta karena sepak terjang mantan Mendagri itu saat memimpin Kabupaten Solok. Gamawan konsisten melakukan terobosan pemberantasan korupsi seperti penerapan pakta integritas, perubahan lingkungan, ‎hingga kebijakan-kebijakan yang pro-antikorupsi.

Diakuinya, ada sejumlah nama yang diseleksi oleh juri BHACA sebelum menyerahkan penghargaan antikorupsi tersebut ke Gamawan tahun 2004. Sejumlah pertimbangan seperti terobosan, integritas, dan kejujuran menjadi faktor penilaian para juri. Juri pada saat itu di antaranya mantan Pansel KPK Betty Alisjahbana, mantan Wakil Ketua Bambang Widjojanto, Humayunbosha Somiadiredja, dan Atmakusumah Astraatmadja, yang dinilai sangat berkompeten dan melakukan penelusuran rekam jejak selama satu tahun sebelum memberikan penghargaan.

Berkah pun sedikit kecewa dengan masuknya nama Gamawan dalam dakwaan kasus dugaan korupsi e-KTP. Berkah melihat, Gamawan berubah setelah mendapat jabatan. Padahal, pemberian penghargaan kepada mantan Bupati Solok itu agar tetap konsisten dengan sikap antikorupsi.

Internal Yayasan Bung Hatta, Berkah menjelaskan, terus memantau keterlibatan Gamawan dalam kasus e-KTP. Saat ini, mereka telah mengumpulkan sejumlah ahli untuk berkonsultasi tentang status hukum Gamawan, apalagi mereka belum pernah mencabut penghargaan selama ini. Akan tetapi, dirinya memastikan akan mencabut segala pemberian penghargaan apabila ada penerima penghargaan BHACA yang tersangkut korupsi.

‎"Tidak hanya gamawan otomatis saja internal kami memantau itu, tapi kami tetap objektif‎,"‎ kata Berkah.

‎Berkah berharap, KPK bisa segera mengusut tuntas kasus e-KTP tanpa pandang bulu. Ia menegaskan, pemberantasan nilai korupsi jauh lebih bermanfaat dari beragam hal.

"‎Nilai-nilai antikorupsi lebih tinggi dari penghargaan apapun,"‎ kata Berkah.

Sayangnya, juri BHACA 2004 Betty Alisjahbana ‎atau Bambang Widjojanto enggan menanggapi lebih lanjut tentang masuknya nama Gamawan Fauzi dalam dakwaan tersebut. Tirto.id berusaha menghubungi keduanya, tetapi tidak direspon.

Sebagai informasi, Gamawan Fauzi merupakan salah satu politikus Indonesia ternama. Dirinya menjabat sejumlah jabatan besar selama berkarier di dunia politik Indonesia. Gamawan pernah menjabat sebagai Bupati Solok tahun 1995-2005. Solok mengalami banyak perubahan selama dipimpin oleh pria kelahiran tahun 1957 itu. Berkat prestasinya, Gamawan mendapat penghargaan BHACA tahun 2004

Ia pun menjadi Gubernur Sumatera Barat tahun 2005-2009. Pada pemerintahan kedua Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, Gamawan pun diberi amanah sebagai Menteri Dalam Negeri sejak 2009-2014.

Nama Gamawan mulai tercemar lantaran dirinya diduga terlibat dalam kasus proyek e-KTP. Dirinya diduga menerima aliran dana dalam proyek yang merugikan negara Rp2,3 triliun. Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, KPK menilai Gamawan menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar Amerika dan Rp50 juta dari proyek tersebut. Persidangan sendiri akan mulai memeriksa saksi pekan depan.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari