Menuju konten utama

Tegangnya Perpolitikan Sri Lanka Setelah Tragedi Bom Paskah

Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, dan Presiden Maithripala Sirisena berpolemik usai terjadinya insiden bom di Hari Paskah lalu.

Tegangnya Perpolitikan Sri Lanka Setelah Tragedi Bom Paskah
Polisi berjaga di daerah sekitar gereja St. Anthony setelah ledakan di Kolombo, Sri Lanka, Minggu, 21 April 2019. AP Photo/Eranga Jayawardena

tirto.id - Ketegangan politik di Sri Lanka meningkat pasca-tragedi bom pada hari Paskah pada Minggu (21/4/2019) lalu. Terjadi gesekan di kalangan elite politik negara Asia Tengah ini terkait dengan penanganan aksi bom yang menewaskan 359 orang dan melukai 500 orang tersebut.

Kubu Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, menuduh Presiden Maithripala Sirisena dan para pejabat kabinet dengan sengaja menahan informasi penyerangan yang terjadi di tiga gereja, empat hotel di Kolombo, dan satu rumah di pinggiran Kota Dematagoda itu. Demikian dilaporkan Aljazeera, Kamis (25/4/2019).

Wickremesinghe dan Sirisena bekerjasama memenangkan Pemilihan Umum 2015 untuk menumbangkan presiden petahana Mahinda Rajapaksa. Namun, setelah itu, hubungan keduanya justru memburuk.

Pada Oktober 2018, Sirisena berusaha mencoba memecat Wickremesinghe hingga memicu krisis konstitusi di negara tersebut. Presiden juga meminta Sekretaris Pertahanan, Hemasiri Fernando, dan sejumlah petinggi kepolisian mengundurkan diri dari jabatannya.

Sementara itu, parlemen telah menyetujui undang-undang darurat yang memberikan kuasa penuh kepada militer untuk melakukan penangkapan dan penahanan kepada pelaku yang mengacam sistem keamanan negara.

Suhu politik kian memanas setelah terjadinya aksi bom di sejumlah tempat di Sri Lanka, juga terkait kesimpang-siuran informasi intelijen mengenai hal ini. Sejumlah pejabat tinggi intelijen dituding sengaja menyembunyikan informasi tentang serangan tersebut.

“Informasi ada di sana, tetapi para pejabat keamanan tingkat tinggi tidak mengambil tindakan yang tepat,” sebut Menteri Perusahaan Publik, Lakshman Kiriella, dilansir Reuters.

Kiriella menambahkan, informasi serangan di Hari Paskah itu telah diterima dari intelijen India pada 4 April 2019, kemudian terungkap dalam pertemuan Dewan Keamanan yang dipimpin oleh Presiden Sirisena pada 7 April 2019. Namun, informasi itu tidak dibagikan lebih luas.

Adapun Menteri Negara Pertahanan Sri Lanka, Ruwan Wijewardene, mengakui ada “penyimpangan besar” atas pemberitahuan intelijen tentang serangan Paskah.

“Jika berbagi informasi intelijen telah diberikan kepada orang yang tepat setidaknya ini bisa dihindari atau bahkan diminimalkan,” tukasnya, dikutip dari Aljazeera.

Menanggapi sejumlah tudingan tersebut Presiden Sirisena menegaskan bahwa dirinya dan pemerintah siap menunjukkan pertanggungjawaban atas insiden yang telah terjadi. Serangan bom di hari Paskah itu telah menewaskan sedikitnya 359 orang, termasuk 38 warga asing, dan melukai 500 orang.

Baca juga artikel terkait LEDAKAN DI SRI LANKA atau tulisan lainnya dari Dina Arristy

tirto.id - Politik
Penulis: Dina Arristy
Editor: Iswara N Raditya