tirto.id - Keputusan para pemegang saham PT Pertamina (Persero) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina yang ingin membuat target pertumbuhan Pertamina agresif pada 2017 dinilai masih realistis oleh Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Gus Irawan Pasaribu meski harga minyak dunia sedang berada di bawah tingkat ideal.
Dilaporkan RUPS Pertamina pada Jumat (23/12/2016) memproyeksikan peningkatan pertumbuhan laba bersih 2017 sebesar 6 persen menjadi 3,04 miliar dolar AS dibandingkan prognosa 2016 sebesar 2,88 miliar dolar AS.
Target pertumbuhan 2017 itu ditopang proyeksi kenaikan pendapatan 15 persen menjadi 42,59 miliar dolar AS dibandingkan prognosa 2016 sebesar 37,03 miliar dolar AS.
"Perhatian kami di Komisi VII DPR, pertumbuhan kinerja Pertamina itu jangan dengan cara meningkatkan harga atau tarif yang membebani masyarakat. Tetapi dicapai melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi di sisi lain, sehingga target bisa tercapai tapi tidak bebani masyarakat," tutur Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Gus Irawan Pasaribu di Jakarta, Selasa, (27/12/2016) seperti dikutip dari Antara.
Menurut Gus Irawan, target tersebut realistis karena proyeksi kinerja finansialnya juga tidak terlalu besar. Sementara itu, menurutnya pemerintah dan DPR harus mendukung upaya Pertamina meningkatkan kinerja, termasuk regulasi yang harus memberi ruang bagi Pertamina bisa bertindak lebih baik.
"Saya kira pemerintah akan dukung kan pertamina milik negara. Kita ingin Pertamina lebih besar, bisa tumbuh kinerjanya dan bisa meningkatkan kontribusi bagi membangun negeri," ujarnya.
Di samping itu, Ketua Komite Tetap Hulu Minyak dan Gas Bumi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Firlie H Ganinduto menambahkan Pertamina memang harus meningkatkan produksi di sektor hulu selain menambah cadangan.
"Peningkatan cadangan itu wajib hukumnya, apalagi banyak lapangan migas yang dikelola Pertamina sudah berusia tua. Ekspansi ke luar negeri adalah pilihan yang tepat bagi Pertamina," jelas dia.
Menurut dia, Pertamina harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Sebagai national oil company (NOC), pemerintah sejatinya memberikan "privilese" kepada Pertamina untuk lebih berkembang dan menjadi pemain migas berskala global.
Artinya, Pertamina ke depan akan menjadi lokomotif bagi industri energi. "Penempatan Pertamina sebagai holding energi, khususnnya migas adalah kebijakan yang tepat," ujarnya.
Sementara Dirgo Purbo, analis geopolitik energi dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), menilai proyeksi pertumbuhan Pertamina pada 2017 bisa tercapai dengan antisipasi harga minyak naik sekitar 60 dolar AS per barel.
Dia juga berharap manajemen Pertamina merinci prospek-prospek produk perusahaan yang berpotensi meningkatkan pendapatan seperti peningkatan produksi Blok Cepu serta dari hilir berupa penjualan produk BBM, LPG, dan pelumas.
Sedangkan Komisaris Utama Pertamina, Tanri Abeng mengatakan pada 2016 pencapaian Pertamina sudah bagus, tetapi pemegang saham memberi aspirasi agar kinerja perusahaan jauh lebih bagus lagi. "Ini tidak mudah karena itulah tantangan bagi Pertamina," ujarnya.
Menurut Tanri, dalam RUPS Pertamina disepakati semua rencana kerja yang menantang pada 2017 agar bisa lebih baik dari tahun ini. Dari sisi hulu, Pertamina harus lebih agresif mencari ladang untuk bisa menambah cadangan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. "Kalau di hilir, semua lini harus terus meningkatkan efisiensi," ucapnya.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh