tirto.id - Rencana kunjungan Raja Salman dari Arab Saudi ditanggapi aksi protes oleh sejumlah partai oposisi Maladewa. Langkah itu dilakukan menyusul kabar bahwa Arab Saudi akan membeli seluruh wilayah negara kepulauan di Samudera Hindia yang tengah bergejolak itu.
Koalisi partai-partai oposisi dan para pembangkang di negara kepulauan itu akan turun ke jalan menentang penjualan negara itu ketika delegasi keluarga kerajaan Saudi beranggotakan 1.000 orang mengunjungi Maladewa.
"Kami akan menegaskan kepada Kerajaan Saudi bahwa kami menentang penjualan negeri kami," kata mantan menteri luar negeri Maladewa Ahmed Naseem kepada wartawan di Colombo.
Seperti dilansir dari Antara, Sabtu (11/3/2017), di Maladewa saat ini tengah berkembang kabar bahwa pemerintah atau entitas bisnis Saudi akan membeli negara kepulauan yang terdiri dari 28 pulau karang kecil-kecil itu seharga miliaran dolar AS.
Pengumuman yang disampaikan Oposisi Bersatu Maladewa (MUO) yang berbasis di Colombo terjadi sehari setelah pemerintah Presiden Abdulla Yameen membantah akan menjual negara ini kepada Saudi atau kepada pihak mana pun.
Namun MUO merasa pemerintah negara itu tampaknya akan jalan terus menyepakati perjanjian bisnis yang ditaksir bernilai dua kali dari nilai ekonomi negara itu yang mencapai 5,2 miliar dolar AS. Untuk diketahui, Maladewa adalah negara muslim yang berpenduduk 340.000 muslim sunni.
Para pemimpin MUO menuduh pemerintahan Presiden Yameen telah memberangus oposisi menjelang kunjungan sang raja yang merupakan bagian dari lawatan ke Asia, termasuk Indonesia dan Malaysia. Raja Salman juga akan ke Cina dan Jepang, sebelum mengakhiri tur di Maladewa.
Oposisi Maladewa menuding Yameen menggadaikan negara kepulauan itu kepada Arab Saudi. Pada 2015, Yameen mencabut aturan larangan orang asing memiliki tanah di negeri ini.
Tanah adalah langka di Maladewa karena 99,9 persen dari luas negara ini adalah lautan. Negara ini juga memiliki 1.192 pulau karang kecil-kecil dan hanya punya luas tanah 300 km per segi.
Negara kepulauan yang total berpanjang 800 km di khatulistiwa ini strategis sebagai jalur perkapalan internasional Barat-Timur. Meski menjadi tujuan wisata dunia namun citra negeri ini tengah terpuruk akibat krisis politik belakangan tahun.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari