Menuju konten utama

Tak Semua Serikat Buruh Dukung Jokowi atau Prabowo di Pilpres 2019

Serikat Buruh Demokrasi Kerakyatan (SEDAR) menganggap sikap beberapa organisasi buruh yang mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi maupun Prabowo bersifat pragmatis.

Tak Semua Serikat Buruh Dukung Jokowi atau Prabowo di Pilpres 2019
Polisi memblokade Jalan Medan Merdeka Barat saat berlangsung aksi Hari Buruh Internasional di Jakarta, Pusat, Senin (1/5). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Sejumlah serikat buruh memilih tak memberikan dukungan politik untuk Joko Widodo maupun Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Alasannya, Presiden RI ke-7 itu dinilai gagal menciptakan kesejahteraan bagi para pekerja. Sementara Prabowo dianggap tak lebih baik dari Jokowi karena faktor masa lalunya.

“Posisi politik kami, buruh lebih baik membangun partai sendiri sebagai kekuatan politik ketiga/alternatif,” kata Juru Bicara Serikat Buruh Demokrasi Kerakyatan (SEDAR) Sherin saat dihubungi Tirto, Senin (30/4/2018).

SEDAR menilai, kegagalan Jokowi terlihat dari lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dengan aturan ini, kata dia, penentuan upah dihitung berdasarkan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi tiap tahun.

Menurut Sherin, PP 78/2015 mengabaikan survei harga kebutuhan pokok setiap tahun yang biasa dipakai buruh untuk menuntut kenaikan upah.

Sherin juga menyebut pembangunan masif infrastruktur di era Pemerintahan Jokowi tak cukup menciptakan lapangan pekerjaan. Menurut dia, pemerintah seharusnya melakukan industrialisasi nasional agar penyerapan tenaga kerja bisa berjalan masif.

“Formula kebijakan pengupahan masih melanggengkan upah murah dan tenaga kerja fleksibel [...] Salah satu caranya (industrialisasi nasional) nasionalisasi perusahaan asing atau minimal perusahaan yang menyatakan lockout boleh diambil alih sama buruh dan pemerintah bantu menjalankannya,” kata Sherin.

SEDAR juga menganggap Prabowo tak lebih baik dari Jokowi. Serikat itu menyebut tak akan mendukung Ketua Umum Partai Gerindra itu untuk menjaga amanat reformasi.

Sherin berkata, Prabowo melalui partainya terbukti kerap mendukung wacana anti-demokrasi. Sikap politik dimaksud adalah posisi Gerindra yang mendukung penghapusan pilkada langsung, dan giatnya partai itu menyuarakan gerakan "kembali ke UUD 1945".

“Mendukung Prabowo sama dengan mengkhianati reformasi [...] Kalau Prabowo jelas bermasalah karena punya track pelangaran HAM. Apalagi sekarang ditambah dengan kelompok-kelompok reaksioner dan intoleran berkumpul mendukung dia,” ujar Sherin.

Pragmatisme Jelang Pemilu

SEDAR menganggap sikap beberapa serikat buruh yang mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi maupun Prabowo bersifat pragmatis. Serikat buruh itu juga mengingatkan, pragmatisme kelompok buruh tak akan membawa dampak positif untuk kelas pekerja.

Menurut Sherin, serikat buruh harusnya belajar dari pengalaman Pilkada DKI 2017. Kala itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memberi dukungan untuk pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.

Dukungan itu dilengkapi dengan kontrak politik yang memuat sepuluh tuntutan buruh dan rakyat, disingkat Sepultura. Akan tetapi, setelah Anies-Sandi resmi menjadi pemimpin ibu kota, isi kontrak politik itu diabaikan dan memicu kemarahan KSPI.

“Dukungan politik ke salah satu figur itu kepentingan politik pragmatis. Kebanyakan untuk mencari sekadar jabatan atau karier belaka [...] Seharusnya Pilkada DKI kemarin memberikan pelajaran bahwa kontrak politik itu tidak ada giginya. Buruh pendukung Anies, kan, ujung-ujungnya juga tidak diberikan kenaikan upah sesuai tuntutan," kata Sherin.

Pandangan-pandangan SEDAR diamini Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih. KPBI menyerukan agar para buruh, mahasiswa, dan kelompok masyarakat miskin kota membangun kekuatan politik sendiri, alih-alih mendukung salah satu calon di Pemilu 2019.

Serikat lain, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), menyebut para pekerja hanya dijadikan lumbung suara pada setiap pemilu atau pilkada.

Ketua Umum Konfederasi KASBI, Nining Elitos menilai, Pemilu 2019 adalah pesta kaum pemodal, bukan rakyat. Ia menyatakan sikap organisasinya yang netral di pemilu, tetapi menghargai keputusan serikat buruh lain jika hendak mendukung figur-figur tertentu.

"Keduanya [Jokowi dan Prabowo] kami lihat tidak memiliki perspektif keberpihakan terhadap kaum buruh dan rakyat,” kata Nining.

Suara Serikat Buruh Pendukung Jokowi dan Prabowo

Jelang Pemilu 2019, sudah ada dua serikat buruh yang menyatakan sikap mendukung calon-calon potensial presiden. KSPI yang dipimpin Said Iqbal misalnya, menyebut akan mendukung Prabowo, sementara KSBSI (Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) konsisten mendukung Jokowi seperti 2014 lalu.

KSPI memutuskan dukungan untuk Prabowo dalam Rapat Kerja Nasional (rakernas), Sabtu (28/4/2018). Deklarasi dukungan untuk Prabowo akan dibacakan saat mereka menggelar aksi memperingati Hari Buruh Internasional (May Day), pada Selasa (1/5/2018).

“Salah satu pertimbangan KSPI memberikan dukungan kepada Prabowo, karena ia memiliki komitmen untuk menjalankan 10 tuntutan buruh dan rakyat (Sepultura) yang diajukan oleh KSPI dalam bentuk kontrak politik,” kata Said dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto.

KSPI tak hanya mendukung Prabowo, tetapi menyarankan agar sosok pendampingnya di pemilu adalah Rizal Ramli. Menurut Said, eks Menteri Koordinator Kemaritiman itu bisa mencarikan solusi atas persoalan ekonomi nasional.

"Beberapa kebijakan pemerintah dianggap tidak pro buruh, seperti kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Undang-Undang Tax Amnesty, hingga Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 terkait dengan TKA,” kata Said.

Sementara KSBSI melalui Sekretaris Jenderal Eduard Marpaung juga memiliki alasan sendiri di balik sikap mereka mendukung Jokowi. Menurut Eduard, kelompoknya tak akan mendukung Prabowo karena alasan kasus HAM yang melekat pada politikus Gerindra itu.

“Mengenai dukungan terhadap Jokowi belum dicabut sampai ada pengumuman baru berkenaan sikap Politik KSBSI di Kongres 2019,” ujar Eduard.

KSBSI memberi nilai 6,5 bagi Jokowi dalam memperbaiki kondisi perburuhan sejak 2014. Menurut mereka, Jokowi masih perlu memperbaiki banyak masalah nyata kaum pekerja. Tapi, mereka mengapresiasi komitmen Jokowi yang tetap menyediakan fasilitas BPJS Kesehatan dan menggencarkan pembangunan infrastruktur.

"Mengenai investasi Cina dan negara lain yang membonceng tenaga kerja asing, itu saya kira salah satu upaya menumbuhkan sektor padat karya dan menumbuhkan permintaan tenaga kerja baru di domestik," tutur Eduard.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Abdul Aziz