Menuju konten utama

Serikat Buruh: Hadirnya TKA Bukan Ancaman Serius Bagi Kami

Sentimen anti TKA dapat berdampak pada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri.

Serikat Buruh: Hadirnya TKA Bukan Ancaman Serius Bagi Kami
Ilustrasi Buruh perempuan. [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Para buruh Indonesia tidak menilai para Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja sebagai buruh kasar sebagai ancaman bagi mereka.

Menurut Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah, mereka merupakan sesama buruh sehingga kedatangan mereka bukan sebagai ancaman.

"May Day itu seruannya kaum buruh sedunia bersatulah itu jelas di mana pun di negara mana pun seruan kaum buruh itu komitmen yang harus dimiliki kaum buruh. Jadi TKA bagi kami itu bukan menjadi problem utama pada hari ini. TKA itu bukan menjadi ancaman yang serius bagi kami," ucap Ilhamsyah di Kantor LBH Jakarta, Jumat(27/4/2018)

Ilhamsyah mengatakan jika muncul sentimen anti TKA bahkan dengan melakukan pengusiran maka hal tersebut berdampak pada para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri.

"Hampir 9 juta TKI yang ada luar negeri itu bisa diusir juga dari negara-negara di mana mereka bekerja," ucapnya.

Ilhamsyah menilai bisa saja para TKA tersebut juga menjadi korban eksploitasi dan diskriminasi seperti yang dialami oleh tenaga buruh dari Indonesia.

"Mereka juga mendapatkan kesulitan yang luar biasa. Mereka dimasukkan dalam satu kamp dan apakah ada pelanggaran jam kerja kita nggak tau apa yang terjadi pada mereka,"ucap Ilhamsyah.

Menurut Ilhamsyah banyaknya TKA yang masuk juga karena pemerintahan Presiden Joko Widodo tersandera dengan investasi asing seperti dari Cina. Menurutnya salah satu syarat yakni tenaga kerja dari Cina harus masuk ke Indonesia.

"Jokowi dipaksa untuk menerima konsekuensi dari modal Cina yang masuk ke indonesia melalui perjanjiannya dimana Cina ingin agar ada 20 persen tenaga kerja itu dari Cina dan itu disepakati,"ucap Ilhamsyah.

Sehingga saat ini yang menjadi masalah utama adalah masih bergantungnya pemerintah Indonesia dengan pihak asing untuk memperluas lapangan pekerjaan. Sudah seharusnya pemerintah Indonesia bisa secara mandiri untuk mewujudkannya.

"Solusinya bukan mengusir TKA tapi bagaimana pemerintah Indonesia mampu mengembangkan lapangan pekerjaannya sendiri, mampu membangun industrinya dalam negerinya sendiri. Tidak hanya dari investasi dengan cara menasionalisasi sumber daya alam kita dan menasionalisasi para perusahaan BUMN," tutup Ilhamsyah.

Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan permasalahan dalam penempatan dan pengawasan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia.

Temuan tersebut berdasar investigasi Ombudsman di tujuh Provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara dan juga Kepulauan Riau. Investigasi itu berlangsung pada Juni-Desember 2017.

Komisioner Ombudsman, Laode Ida menjelaskan investigasi itu menemukan belum dilakukan integrasi data antara pemerintah pusat dan daerah. Data yang dimaksud Ombudsman meliputi jumlah TKA, persebaran dan alur keluar-masuknya para pekerja itu.

Laode mencontohkan persoalan data itu terkait penerbitan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah TKA pemegang jabatan sebagai teknisi mencapai 6534 orang. TKA berstatus manajer sebanyak 2.442 orang dan tenaga profesional mencapai 7.757 orang.

Tetapi, Ombudsman menemukan bahwa banyak TKA justru bekerja di level terbawah, yaitu kuli kasar.

“Faktanya, banyak yang bekerja di level terbawah yaitu buruh kasar dan kuli. Ini memberikan indikasi kalau perusahaan pengguna TKA berbohong pada pemegang otoritas dan lemahnya pengawasan dari pihak pemerintah,” kata Laode di Kantor Ombudsman, Kamis (26/4/2018).

Baca juga artikel terkait TENAGA KERJA ASING atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Yantina Debora