Menuju konten utama

Tak Ada Pusat Data Online Bikin Produk Hortikultura Kurang Maksimal

Tanpa pusat data, pengusaha sulit mencari komoditas tertentu untuk diekspor ke pasar global. Pangsa petani pun terbatas.

Tak Ada Pusat Data Online Bikin Produk Hortikultura Kurang Maksimal
pekerja menyiram tanaman bawang merah di lahan perkebunan riset benih sayuran pt east west seed indonesia (ewindo) di purwakarta, jawa barat, selasa (2/8). menurut produsen benih ewindo, kebutuhan benih hortikultura di indonesia meningkat pada 2016 yang diperkirakan mencapai 12 ribu ton per tahun karena semakin tingginya permintaan konsumen pada komoditas sayuran dan buah buahan. antara foto/risky andrianto/aww/16.

tirto.id - Minat negara lain terhadap produk hortikultura Indonesia cukup besar. Meski begitu, hal ini sulit dimaksimalisasi karena ketersediaan data. Para pelaku bisnis sulit mengakses informasi secara menyeluruh, dari mulai produk apa di tanam di mana hingga berapa hasilnya.

Ketua Umum Dewan Hortikultura Nasional Benny Kusbini menjelaskan masalah ini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI di Senayan, Rabu (11/11/2020) pekan lalu. Ia memberi contoh lewat komoditas durian. "Kami sampai hari ini sulit mendapatkan informasi kapan durian itu berbuah, panen di mana, berapa volumenya," katanya. "Harus ada persiapan, enggak bisa ujug-ujug berbuah [lalu diekspor]. Belum lagi kualitasnya."

Ia sendiri mengaku mendapat permintaan "1.000 ton per bulan dari Jepang." Tapi lagi-lagi, sulit mengharapkan ini jadi proyek jangka panjang karena perkara data. Ia khawatir ketiadaan data membuat ekspor mungkin "enggak continue."

Durian memang salah satu produk hortikultura yang potensial di pasar Internasional, termasuk Cina. Mengutip abc.net.au, permintaan Cina terhadap durian terus naik setiap tahun. Impor durian yang dilakukan Cina sudah tembus angka 1,1 miliar dolar AS di 2018, jauh lebih banyak dibanding 10 tahun Sebelumnya yang hanya 243 juta dolar AS.

Saat ini pemasok terbesar durian ke Cina adalah Thailand yang luas wilayahnya hanya sekitar satu per empat Indonesia. Sisanya Malaysia yang punya produk unggulan Musang King. Sementara Indonesia, menurut data Kementerian Pertanian, ekspor durian tahun 2018 hanya mencapai 1.084 ton, itu pun secara keseluruhan. Angka ini jauh di bawah Thailand yang mencapai 1,1 juta ton dan Malaysia yang mencapai 400 ribu ton, itu pun hanya ke Cina saja.

"Kenapa kita enggak bisa suplai? karena kita enggak tahu di mana saja durian panen. Kalaupun ada, duren kita itu rasanya anyep," katanya, lagi-lagi menjelaskan potensi produk Indonesia terganjal ketersediaan data.

Komoditas hortikultura lain juga punya nasib yang tak jauh beda. Kondisi tersebut, kata Benny, terjadi hampir di setiap wilayah dan seluruh produk. "Kalau datang ke NTB, kalau lagi panen, rambutan itu seperti gunung tapi enggak ada perhatian ini buah mau dikirim ke mana. Lampung juga sama."

Selain soal ekspor, ketiadaan data bahkan membuat pengiriman menjadi tidak efisien bahkan untuk di dalam negeri. Pelaku usaha angkutan sulit menentukan lokasi yang tepat untuk menempatkan armadanya, kata Ketua Komite Tetap Hortikultura Kadin, Karen Tambayong, juga dalam rapat yang sama.

Karen bilang bila data tersedia, pelaku usaha angkutan bisa menempatkan armada di waktu dan tempat yang tepat. Distribusi produk hortikultura bisa bersamaan dengan pengiriman benih dan pupuk, misalnya. Apa yang terjadi saat ini adalah armada pengangkutan kerap kali pulang dengan muatan kosong.

Karen lantas mengusulkan Kementerian Pertanian membangun pusat data yang diisi oleh petani. "Jadi pengusaha tahu di mana data produksi itu," katanya.

Dengan adanya pusat data ini diasumsikan masalah-masalah di atas bisa diatasi.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto mengatakan data itu sebenarnya ada. "Kalau data panen durian di mana saja ada. Kabupaten mana saja yang panen rambutan, manggis, salak semua ada. Hanya saja memang sistemnya belum online. Kalau pengusaha nanya ke kami, baru kami kasih," katanya kepada reporter Tirto, Kamis (12/11/2020).

Oleh karena belum online dan pihak-pihak yang membutuhkan data harus mengajukannya dengan cara bersurat, ia bilang penyediaan data jadi terkesan tertutup. "Kami kasih data itu lewat surat lagi."

Namun sistem yang masih manual ini bermasalah. Selain tidak semua pengusaha tahu, pengiriman data pun lambat. "Kalau tanya ke Deptan (Kementerian Pertanian), hari ini datang, sebulan kemudian datang belum ada itu data," aku Benny.

Kini Kementerian Pertanian sedang membangun pusat data tersebut secara online. "Ini juga lagi dibuat online sistemnya, yang disebut dasbor itu," kata Prihasto, tanpa menyebut tenggat. "Nanti dikasih tahu kalau sudah keluar."

Baca juga artikel terkait PRODUK HORTIKULTURA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino