tirto.id - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui belum ada solusi yang bisa diterapkan untuk mengatasi lonjakan harga cabai. Hal yang sama juga terjadi pada persoalan anjloknya harga cabai yang beberapa kali dikeluhkan petani.
“6 kali ketika [harga] tinggi, Mendag yang salah dan 6 kali panen besar, Mendag salah. Jadi ini nasib saya. Jadi saya ingatkan sampai hari ini belum ada 1 teknologi yang bisa diterapkan pemerintah bagaimana menyelesaikan itu,” ucap Lutfi, Senin (11/1/2021).
Lutfi mengatakan permintaan cabai tergolong sensitif. Ia bilang konsumen Indonesia terutama yang berasal dari kalangan “ibu-ibu” kerap mencari cabai dalam produk yang segar.
Sayangnya corak permintaan seperti itu turut berkontribusi pada permasalahan harga cabai yang kerap terjadi. Pasalnya cabai hanya sanggup bertahan 30 hari sebelum komoditas itu rusak maupun turun kualitasnya.
Hal ini menjadi kendala bilamana panen berlebih, maka cabai akan mengalami penurunan harga karena banyak yang akan tidak terserap dan rusak serta tidak bisa disimpan. Saat musim paceklik, pasokan cabai pun hanya tersedia seadanya lantaran hasil panen sebelumnya tidak bisa dijual lagi.
Saat ini pemerintah telah memikirkan jalan keluar melalui metode Controlled Atmosphere Storage (CAS) seperti di Brebes. CAS memungkinkan cabai atau tanaman hortikultura disimpan dalam temperatur yang rendah atau dingin sehingga dapat memperpanjang usia komoditasnya 7-8 bulan bahkan 12 bulan dari semula 30 hari saja.
“Sedang kami kerjakan sehingga bisa digalakkan di sentra cabai. Sampai sekarang belum ada (untuk cabai). Sudah jadi risiko Mendag, harga naik salah, turun salah,” ucap Lutfi.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz