tirto.id - Susu Kental Manis (SKM) dinilai tidak cocok dikonsumsi rutin untuk anak karena terlalu banyak mengandung gula dan lemak tapi sedikit kalsium. Kandungan itu dikhawatirkan akan memicu sejumlah masalah pada anak, di antaranya obesitas bahkan diabetes.
Hal ini dipertegas oleh Peneliti Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi Pangan dan Pertanian Asia Tenggara Institut Pertanian Bogor, Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN. Ia mengatakan, kadar gula dalam susu kental manis (SKM) tidak cocok dikonsumsi oleh anak-anak secara rutin.
Soalnya, kadar gula dalam susu tersebut sangat tinggi dan kandungan gizinya lebih rendah dibandingkan dengan jenis susu lainnya. Menurut Dodik susu tersebut lebih cocok dikonsumsi jika dicampur ke dalam makanan seperti kue dan minuman seperti es krim.
"Ini lebih seperti sirup ya. Karena gulanya itu 40 sampai 50 persen dalam pembuatannya itu. Besar sekali. Sehingga dia memang jadi lebih awet," kata Dodik saat dihubungi Tirto, Jumat (22/9/2017).
Ia juga berharap pemerintah mau memberikan edukasi kepada masyarakat untuk berpindah ke susu bubuk atau susu sapi segar yang kandungan kalsiumnya lebih tinggi dan rendah gula.
"Kalau untuk konteks yang lainnya sebetulnya minuman manis itu bisa aja. Kalau ada orang yang mau pingsan atau mau aktivitas di lapangan itu bisa gitu ya, cuma bukan untuk keseharian diperuntukkan bagi bayi dan anak," ungkapnya.
Tingginya gula dalam SKM dapat membuat anak kehilangan nafsu makan terutama sayuran dan buah-buahan. "Mereka akan lebih memilih mengonsumsi yang manis-manis dan ini bisa menyebabkan obesitas, salah satunya,” jelas Dodik.
Selain itu, gula yang mengendap pada gigi anak juga sulit dinetralisir dengan air liur. Sehingga, jika kebersihan gigi anak tidak dijaga dengan baik, gula tersebut akan menimbulkan plak dan menyebabkan karies atau lubang pada gigi anak.
"Jangka pendek ya paling lebih ke arah situ. Jangka panjangnya tentu bisa berpotensi diabetes," katanya.
Menurut Dodik, sebenarnya para orang tua dapat dengan mudah mengetahui baik tidaknya SKM untuk konsumsi anak-anak.
"Karena ada kan tulisannya di situ (kemasan) berapa kadar gulanya, dan kalau tidak salah juga ada tulisan tidak baik untuk anak" ungkap Dodik.
Namun, harganya yang murah membuat masyarakat enggan berpindah ke susu segar atau bubuk dan menjadikan SKM sebagai susu yang dikonsumsi sehari-hari.
Ia sendiri tidak melakukan penelitian secara khusus, melainkan hanya ulasan berupa paper yang disampaikan dalam diskusi bertajuk "Mari Menjadi Ibu Melek Nutrisi demi Wujudkan Generasi Emas 2045" di kawasan Cilandak Timur, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2017) lalu.
"Enggak ada penelitian karena kan bisa dilihat Standar Nasional Indonesia-nya (SNI). Dan saya hanya lihat dari segi kesesuaian gizinya itu tidak baik saya sampaikan di situ," pungkas Dodik.
Terkait isu SKM yang tak cocok untuk dikonsumsi bayi dan anak-anak ini, Tirto menghubungi dua produsen SKM yang banyak beredar di pasaran, Indomilk dan Frisian Flag, melalui nomor Customer Service (CS) atau layanan pelanggan mereka.
Namun, saat Tirto meminta disambungkan ke bagian yang berhak menjawab perihal ini, Indomilk menyatakan belum bersedia untuk diwawancara. Mereka menyatakan masih mendalami dulu perihal isu ini.
"Maaf, dari pihak perusahaan, untuk saat ini kami masih dalam pendalaman dan belum bisa melakukan wawancara. Jadi, untuk pertanyaan Anda tadi belum bisa kami jawab," kata petugas CS Indomilk kepada Tirto, Jumat (22/9/2017).
Sedangkan, nomor CS perusahaan Frisian Flag: 0800 180210406 seperti yang tertulis di situs resmi mereka tidak dapat dihubungi.
Produsen Perlu Cantumkan Persentase Kandungan Gula di SKM
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, menyampaikan bahwa pelabelan susu kental manis harus bisa memberikan persentase kandungan gula dalam kemasan tersebut. Menurut Tulus, hal ini diperlukan untuk menghindari penyesatan informasi kepada konsumen.
Tulus menyampaikan hal ini pada Tirto pada saat ditemui di kantor YLKI kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Menurut Tulus, susu kental manis (SKM) bisa menyesatkan konsumen bila memberikan kata kunci sebagai susu, tapi ternyata berisikan gula. “Itu menyesatkan konsumen karena itu akhirnya dikonsumsi konsumen itu gula bukan susu,” katanya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan harus memperbaiki terminologi SKM. Menurut Tulus, istilah SKM boleh digunakan bila memang isi kemasan mayoritas adalah susu dan bukan gula. Gula yang tinggi tentu tidak baik karena gula bisa menyebabkan obesitas, bukan hanya pada anak, tetapi juga orang tua.
“Kalau labelnya tidak sama bisa saja penipuan. Jadi labelnya menyatakan berapa persen? Ternyata kalau diteliti 70% (kandungan gula), tapi label tidak mengatakan seperti itu, ya penipuan. Tapi pada dasarnya ya makanan yang tinggi gula itu tidak sehat apalagi untuk anak-anak, intinya itu,” terang Tulus, Jumat (22/9/2017).
Dalam kemasan SKM untuk 4 sendok makan (sdm) sebesar 40 gram, kandungan gulanya beragam. Biasanya kemasan tersebut berkisar antara 15-19 gram. Jumlah ini tentunya bahkan tidak mencapai angka 50 persen dari kandungan 4 sdm susu kental manis. Bila menilik keterangan Tulus, maka hal ini tidak melanggar aturan. Kendati demikian, dalam label memang tidak dicantumkan persenan kandungan gula.
Dalam kemasan SKM tersebut memang ada larangan untuk konsumsi bagi bayi, tapi tidak ada larangan konsumsi bagi anak-anak. Pada susu bayi umur 0-12 bulan, kandungan gula memang tidak ditemukan.
Sedangkan untuk anak usia 4-6 tahun, kandungan gula rata-rata pada angka 15 gram dari 4 sdm. Dari hal ini, maka kemasan SKM untuk kandungan gula sebesar 15 gram sebenarnya sama dengan susu yang dijual untuk anak-anak umur 4-6 tahun. Sedangkan susu untuk orang dewasa atau sifatnya umum, malah memiliki kandungan gula lebih besar, yakni 27 gram.
Produsen susu Frisian Flag dan Indomilk yang memiliki varian SKM, dalam kemasannya menuliskan produknya tidak cocok dikonsumsi untuk bayi, tetapi tidak tertulis peringatan konsumsi untuk anak-anak.
Baca juga: Produsen Tak Mau Komentar Soal SKM yang Tak Cocok bagi Anak
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri