Menuju konten utama

Suspect Corona Rawan Kehilangan Penghasilan, Bagaimana Kompensasi?

Pemerintah harus menjamin penghasilan suspect Corona yang dikarantina lantaran tak bisa mencari uang.

Suspect Corona Rawan Kehilangan Penghasilan, Bagaimana Kompensasi?
Seorang petugas medis bersiap memakai alat pelindung diri untuk memeriksa pasien suspect virus Corona di ruang isolasi instalasi paru Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dumai di Dumai, Riau, Jumat (6/3/2020). ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/aww.

tirto.id - Dua pengemudi ojek online (ojol) yang terlibat kontak langsung dengan seorang WNA yang positif virus Corona COVID-19 di Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) sempat telat dikarantina. Mereka disebut-sebut tak mau dikarantina karena khawatir kehilangan pekerjaannya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmarjadi menjelaskan dua orang pengemudi ojol itu merupakan orang yang terlibat kontak langsung dengan seorang warga negara asing (WNA) Singapura yang positif terinfeksi Corona. Hal itu terjadi saat WNA tersebut berkunjung ke Batam pada 20-23 Februari 2020.

Namun, ia menampik dua pengemudi ojol itu merupakan suspect Corona. Keduanya, kata dia, memang dikarantina tetapi dalam keadaan sehat.

"Itu pasien sehat, yang dikarantina adalah pasien sehat," kata Didi kepada Tirto , Minggu (8/3/2020).

WNA tersebut diketahui positif terinfeksi Corona pada 1 Maret 2020 setelah dilakukan serangkaian tes dan uji laboratorium setelah ia pulang ke Singapura.

Karena pernah memiliki riwayat kontak langsung dengan WNA tersebut dua pengemudi ojol tersebut harusnya langsung dikarantina bersama dengan delapan orang lainnya yang juga pernah melakukan kontak. Namun, satu pengemudi ojol telat dikarantina.

"Sudah masuk karantina dan sudah tidak dikarantina lagi. [Karantina] sudah selesai sejak Sabtu (7/3/2020) kemarin," ungkapnya.

Didi mengatakan satu pengemudi ojek online yang harusnya dikarantina sempat tidak diketahui keberadaannya. Kepada detik.com Jumat (6/3/20220) Didit sempat menyebut bahwa satu ojol "keluar" dari lokasi karantina karena "bekerja sebagai ojol dan merupakan tulang punggung keluarga".

Namun kepada Tirto, Didi menyebut bahwa satu ojol tersebut tidak keluar dari lokasi karantina tapi memang ia tidak ketahui keberadaanya dari awal.

"Bukan keluar [dari karantina]. Dari awal bersangkutan memang kita cari belum ketemu saja," ujar dia.

Saat ditanya kapan satu ojol tersebut masuk karantina, Didi beralasan tak ingat tanggalnya. Namun, ia menjawab bahwa semua, termasuk ojol telah selesai dikarantina dan hasilnya mereka negatif Corona.

Juru bicara penanganan virus Corona Achmad Yurianto saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Minggu (8/3/2020) menampik adanya pasien suspect Corona yang kabur dari karantina.

Ia memastikan tidak ada pasien suspect Corona yang berada di luar tanpa pengawasan. Ketika sudah suspect, kata dia, pasti berada di ruang karantina atau di rumah sakit.

"Kalau sudah berbunyi 'pasien', pasti di rumah sakit. Yang kemudian dicurigai kontak dekatnya kuat, berarti (pasien dirawat) di rumah sakit. Kalau suspect jalan-jalan, saya pikir bukan suspect," kata Yurianto menjawab pertanyaan reporter Tirto.

Pemberian Kompensasi

Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Koentjoro mengatakan orang-orang yang menjadi pasien suspect Corona bisa jadi mengalami ketakutan dan kekhawatiran sehingga tidak mau menjalani karantina.

"Dia mempersepsikan bahwa kalau mereka diisolasi itu ribet. Kedua dia tidak bisa mencari uang. Sehingga [khawatir] apakah kalau mereka itu ojol lalu diisolasi apakah ada ganti rugi untuk penghidupan keluarganya," kata Koentjoro kepada Tirto, Minggu (8/3/2020).

Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah juga harus memikirkan terkait dengan penghidupan orang-orang yang harus menjalani karantina.

"Tidak selalu persoalannya bahwa dia itu menghindar [dari karantina] karena macam-macam. Bisa jadi karena kalau dia diisolasi dia tidak bisa cari uang," katanya.

Sehingga apabila mereka harus diisolasi selama 14 hari, maka harus ada yang bisa menjamin kehidupan keluarga yang diisolasi tersebut. Terlebih jika mereka yang diisolasi adalah tulang punggung keluarga dan tidak memiliki penghasilan tetap bulanan. Misalnya saja seperti driver ojol yang penghasilannya harian.

Dalam teori psikologi kata Koentjoro, seorang dapat memikirkan hal lain termasuk kepentingan umum setelah kebutuhan utamanya yakni sandang, pangan, dan papan terpenuhi.

"Kalau sandang, pangan papan belum terpenuhi maka belum bisa memikirkan hal yang lebih luas. Kecuali pemerintah menjamin kehidupan rumah tangganya kemudian dia diisolasi, saya kira tidak ada masalah," katanya.

Baca juga artikel terkait WABAH VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Restu Diantina Putri