tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa saat ini dunia tengah menghadapi tiga tantangan yang sama beratnya. Tiga hal ini, menurutnya, sangat mempengaruhi lingkungan ekonomi seluruh dunia, termasuk Indonesia.
“Yaitu, inflasi global yang tinggi, suku bunga tinggi, dan potensi pelemahan ekonomi. Ini yang harus kita waspadai,” ungkap Sri Mulyani dalam APBN Kita, di Jakarta, Senin (23/5/2022).
Sri Mulyani menyampaikan pemulihan ekonomi dunia dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah, terutama akibat krisis global yang meningkat berasal dari geopolitik yaitu perang di Ukraina. Dampak dari perang tersebut kemudian menimbulkan spillover dalam bentuk kenaikan barang-barang terutama energi dan pangan dan terjadinya supply disruption.
“Jadi kita lihat pertumbuhan ekonomi di berbagai negara mengalami tekanan, nanti akan terlihat terutama di kuartal kedua. Kita lihat di berbagai negara sekarang ini kuartal satunya sudah mengalami penurunan yang cukup konsisten across region,” jelasnya.
Bendahara Negara itu menyebutkan beberapa negara yang mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi. Misalnya, Meksiko sebesar 1,6 persen (year on year/yoy), Taiwan 3,1 persen yoy, Korea 3,1 persen yoy, Singapura 3,4 persen yoy, Amerika Serikat 3,6 persen yoy, dan RRT 4,8 persen yoy.
Selain itu, eskalasi tensi geopolitik menjadi penyebab lonjakan harga komoditas pangan dan energi. Natural gas atau gas alam terjadi lonjakan 125,8 persen (year to date/ytd). Coal atau batu bara melonjak 166 persen ytd. Brent mengalami kenaikan 45,7 persen ytd.
Selain itu, CPO juga turut naik 20,9 persen ytd. Wheat atau gandum naik 55,6 persen ytd. Jagung naik 31,6 persen ytd. Sedangkan kedelai dan gandum-ganduman naiknya masing-masing 28,1 persen dan 15,5 persen ytd.
“Jadi ini seluruh komoditas yang sangat menentukan daya beli yaitu energi dan pangan. Seluruh dunia tidak terkecuali mengalami imbas dengan kenaikan yang sangat tajam,” ujarnya.
Sebagai akibatnya, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan inflasi di berbagai negara naik karena banyak negara tidak melakukan shock absorber. Artinya kenaikan ini langsung dirasakan oleh rakyatnya sehingga masyarakat di negara-negara tersebut menghadapi inflasi yang melonjak tinggi.
Pada negara emerging seperti India mencapai inflasi 7,8 persen, Korea Selatan 4,8 persen, Afrika Selatan 5,9 persen, dan Meksiko 7,7 persen. Bahkan tingkat inflasi di negara maju mencapai tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Seperti tingkat inflasi Brasil mencapai 12,1 persen, Rusia 17,8 persen, Amerika Serikat 8,4 persen, dan Inggris 9 persen.
Menurut Sri Mulyani, dengan situasi inflasi yang meningkat tersebut, maka negara-negara akan menjaga tingkatannya dengan kebijakan kenaikan suku bunga. Terutama kebijakan yang akan dilakukan oleh negara maju, seperti Amerika dan Eropa.
“Jadi kita bisa melihat bahwa negara-negara ini kemungkinan akan melakukan kenaikan suku bunga dengan kalau inflasinya tidak terkendali kemungkinan sangat tinggi. Dan ini untuk Amerika Serikat sudah diumumkan,” pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri