tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan rencana simplifikasi tarif cukai tembakau tidak akan dilaksanakan pada 2021. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan pemerintah hanya akan melakukan simplifikasi terbatas pada golongan tertentu saja.
“Kami tidak melakukan simplifikasi. tapi pemerintah tetap memberi sinyal simplifikasi digambarkan dalam bentuk perbedaan celah tarif yang makin diperkecil,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Kamis (10/12/2020).
Penundaan ini menjadi yang kedua kalinya. Pada 2019 lalu, pemerintah juga menunda penyederhanaan cukai tembakau di 2020.
Simplifikasi sebenarnya merujuk kepada rencana pemerintah untuk menghapus pembedaan tarif cukai pada golongan produk tembakau. Saat ini ada 10 golongan tarif yang berlaku sejak 2018 sebagai hasil pemangkasan tahun 2011 yang semula 19 golongan.
Sri Mulyani bilang meski simplifikasi secara keseluruhan ditunda, bukan berarti pemerintah akan melupakannya. Sebaliknya simplifikasi terbatas ini sengaja dilakukan untuk memberitahu industri bahwa pemerintah tetap berikhtiar untuk melanjutkan rencana simplifikasi ini.
Pemerintah akhirnya hanya melakukan simplifikasi antara Sigaret Kretek Mesin (IIA) dan SKM IIB. Penyederhanaan celah tarif juga diberlakukan antara Sigaret Putih Mesin (SPM) IIA dan SPM IIB.
“Meski kami tidak melakukan simplifikasi secara drastis namun kami memberi sinyal pada industri kalau celah tarif antara golongan IIA dan IIB sigaret kretek mesin dan putih mesin semakin dikecilkan atau didekatkan tarifnya,” ucap Sri Mulyani.
Simplifikasi ini juga menjadi salah satu cara pemerintah untuk menekan konsumsi rokok di samping menaikan cukai tembakau. Sebabnya simplifikasi dapat meminimalisir adanya celah penghindaran pajak oleh produsen rokok akibat struktur tarif cukai yang kompleks.
Transparansi International Indonesia (TII) menduga biasanya struktur cukai yang kompleks dimanfaatkan perusahaan tertentu dengan memecah jumlah produksinya berdasarkan batasan produksi untuk cukai di golongan tertentu. Dengan demikian mereka dapat membayar tarif cukai lebih murah.
Meski demikian, rencana ini mendapat penolakan dari pelaku usaha maupun petani tembakau. Salah satu sebabnya, simplifikasi ini menggabungkan golongan pabrik maupun jenis produksi kecil. Alhasil dikhawatirkan dapat mematikan produsen rokok kecil dan UMKM dan memengaruhi harga tembakau petani.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan