Menuju konten utama

Soal Penerapan Flat Tax, Sri Mulyani: Saya Yakin Semua Tak Mau

Pemerintah diminta agar pemerintah dapat menerapkan tarif pajak rendah dengan menyasar basis pajak yang lebih luas.

Soal Penerapan Flat Tax, Sri Mulyani: Saya Yakin Semua Tak Mau
Konsep Pajak dan PPN 2025. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Mantan penasihat kampanye Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 2016, Arthur Laffer, menyarankan agar Pemerintah Indonesia dapat menerapkan tarif pajak tetap atau flat rate tax dan memperlakukan semua orang setara. Ia juga mendorong agar pemerintah dapat menerapkan tarif pajak rendah dengan menyasar basis pajak yang lebih luas.

“Sangat penting bagi kita untuk memiliki uang yang sehat, tarif tetap dengan basis pajak luas, (mengumpulkan pajak) sen per sen, dan (menjadikan) uang yang sehat,” ujarnya, dalam Economic Outlook 2025, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

Menurut Laffer, penerapan tarif pajak tetap memungkinkan pemerintah untuk tidak mendiskriminasi seluruh kelompok masyarakat Indonesia, termasuk dalam hal ini kelompok kelas menengah atas. Dengan penetapan tarif pajak tetap, orang-orang kaya atau sektor swasta dapat melakukan apa yang mereka bisa lakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sedangkan pemerintah, hanya harus berada di area-area yang benar-benar membutuhkan pemerintah: membuat kebijakan, menjaga stabilitas mata uang, hingga perdagangan.

“Semua yang mengikuti aturan yang sama. Pajak tetap dengan tarif rendah dan berbasis luas, menahan pengeluaran, uang yang sehat, peraturan minimal, perdagangan bebas. Kemudian singkirkan itu dan biarkan sektor swasta. Anda memiliki sektor swasta terbaik di dunia. Biarkan mereka mencapai apa yang mereka impikan. Itulah prinsipnya,” jelas Laffer.

Dengan penerapan tarif pajak tetap dan perluasan basis pajak, pemerintah dinilai dapat mengumpulkan penerimaan pajak lebih besar. Peningkatan penerimaan pajak Inilah yang nantinya bisa digunakan untuk membiayai seluruh program Kabinet Merah Putih.

“Itu ada secara eksklusif untuk meningkatkan pendapatan, untuk mendanai program pemerintah yang perlu didanai. Anda perlu melakukan itu,” imbuhnya.

Meski begitu, saran ini secara tak langsung ditolak Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Menurutnya, sebagai salah satu instrumen fiskal (fiscal tool), pemerintah berusaha mendistribusikan penerimaan pajak agar dapat kembali ke masyarakat. Sehingga, tak adil jika tarif pajak yang harus dibayarkan oleh orang dengan gaji Rp5 miliar per tahun dan Rp60 juta per tahun disamaratakan.

“Saya tanya sama audience di sini. Kalau yang sangat kaya dengan yang pendapatannya hanya di UMR, bayar pajaknya sama, setuju nggak? Saya hampir yakin semua bilang enggak setuju,” katanya dalam kesempatan yang sama.

Tarif pajak berbeda untuk berbagai kelompok masyarakat, terkait pula untuk korporasi juga dinilai sudah sesuai dengan asas keadilan. Bahkan, tak sedikit negara di dunia juga menerapkan tarif progresif kepada orang-orang kaya.

“Dengan perbedaan tarif progresif dan belanja negara yang membantu orang miskin, nggak mungkin jadi entrepreneur ulet. Dia harus kesehatannya diperbaiki, gizinya diperbaiki, sekolahnya harus di provide karena nggak mungkin orang yang tidak sekolah bersaing dengan orang yang sekolahnya di Ivy League,” tegas Sri Mulyani.

Baca juga artikel terkait SRI MULYANI atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra