tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok membantah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang menilai pembelian lahan RS Sumber Waras berindikasi merugikan keuangan daerah senilai Rp191,3 miliar. Ia mengatakan pembelian lahan itu terang dan tunai.
"Pembelian tanah itu adalah terang dan tunai. Kalau dibalikkan harus jual balik, kalau jual balik, mau tidak Sumber Waras membeli (dengan) harga baru? Kalau pakai harga lama (artinya) kerugian negara, itu saja," kata Ahok di gedung KPK Jakarta, Selasa (12/4/2016) malam.
KPK memeriksa Ahok selama lebih dari 12 jam dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras.
Usai diperiksa KPK Ahok enggan mengungkapkan lebih banyak mengenai isi pemeriksaannya tersebut. "Tidak bisa cerita BAP (Berita Acara Pemeriksaan), saya tidak mau cerita BAP," tambah Ahok seraya masuk ke mobilnya dengan penjagaan ketat pihak keamanan KPK dan kepolisian.
Ahok mengaku KPK mengajukan sekitar 50 pertanyaan yang diulang-ulang, salah satunya terkait perbedaan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) lahan Sumber Waras.
Menurut BPK harusnya basis pembelian adalah NJOP memakai Jalan Tomang Utara (sebagai lahan baru yang dibeli pemerintah provinsi DKI Jakarta) yaitu Rp7 juta per meter persegi, bukan Jalan Kyai Tapa sebesar Rp20 juta yang menjadi lokasi RS Sumber Waras saat ini.
Sedangkan menurut Ahok, penentu NJOP Sumber Waras adalah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang menyebutkan harga lahan itu mengikuti NJOP Jalan Kyai Tapa.
"Dia tanya juga (NJOP), penjelasannya itu kan dihitung dari tim teknik, kami hanya tanda tangan penetapan, jadi tidak ada hubungan," ungkap Ahok.
Dengan acuan tersebut, Ahok menilai bahwa BPK menyembunyikan kebenaran. "Yang pasti saya bilang BPK menyembunyikan data kebenaran, BPK meminta kita melakukan sesuatu yang tidak bisa kita lakukan, itu yang saya bilang, yaitu menyuruh untuk membatalkan transaksi beli rumah sakit, mana bisa?" tegas Ahok.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan bahwa dalam pemeriksaan tersebut, KPK ingin mencocokkan LHP BPK dengan keterangan Ahok.
"Kita kan mencoba meng-cross check, kita pegang data audit dari BPK, kemudian ditanyakan apakah aturan-aturan yang dipakai BPK untuk membuat itu apakah sudah sesuai dengan (aturan). Atau Pak Ahok punya bantahan dari sudut yang lain, begitu kan?" kata Agus.
Kesimpulan sementara KPK terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektare itu berbeda dengan LHP BPK atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014, yang menyatakan pembelian tanah itu berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp191,3 miliar karena harga pembelian pemprov DKI terlalu mahal.
Penilaian BPK itu mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama (CKU) kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tahun 2013 sebesar Rp564,3 miliar. CKU kemudian membatalkan pembelian lahan itu karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial.
Sebaliknya, Ahok menilai bahwa pemprov DKI Jakarta membeli lahan di Jalan Kyai Tapa 1 Grogol Jakarta Barat itu murah, karena NJOP pada 2014 adalah sebesar Rp20,7 juta per meter persegi. Dengan nilai NJOP sebesar itu Ahok menilai pemprov DKI Jakarta diuntungkan karena pemilik lahan menjual dengan harga NJOP sehingga total harganya Rp755,6 miliar, sementara harga pasar nilainya jauh lebih tinggi.
(ANT)