Menuju konten utama

SMRC: Merapatnya Demokrat Jadi Manuver SBY Pimpin Koalisi Prabowo

Bergabungnya Partai Demokrat ke dalam kubu Prabowo, memperlihatkan bahwa SBY secara de facto sudah memimpin koalisi Pilpres 2019 tersebut.

SMRC: Merapatnya Demokrat Jadi Manuver SBY Pimpin Koalisi Prabowo
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan keterangan pers bersama kepada wartawan usai pertemuan tertutup di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Senin (30/7/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Partai Demokrat telah memutuskan untuk merapak ke koalisi Prabowo pada 24 Juli lalu. Langkah ini memperlihatkan manuver yang dilakukan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bukan saja secara riil tapi juga tak kasat mata.

Sirojudin Abbas, Direktur Program Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menilai dengan bergabungnya Partai Demokrat ke dalam kubu Prabowo, memperlihatkan bahwa SBY secara de facto sudah memimpin koalisi Pilpres 2019 itu.

"Pelan tapi pasti SBY sudah mengambil panggung dan memiliki skenario pertunjukan politik sendiri dalam koalisi oposisi yang sekarang, menggantikan Prabowo," kata Sirojudin Abbas pada Tirto, Kamis (2/8/2018).

Hal ini, menurut Sirojudin, ditunjukkan dengan SBY yang berhasil menyelesaikan negosiasi antara Gerindra serta PKS dan PAN yang sempat terkatung-katung selama sekian bulan.

Begitu juga soal cawapres yang akan disandingkan dengan Prabowo nantinya. Sirojudin memiliki keyakinan bahwa persoalan ini juga akan diselesaikan oleh Ketua Umum Partai Demokrat tersebut.

Di depan publik, SBY memang mengatakan menyerahkan nama cawapres dalam koalisi mereka kepada Prabowo. Namun pada kenyataannya, Prabowo telah menyerahkan kepemimpinan koalisi itu kepada SBY.

Selain itu, manuver SBY dalam koalisi barunya dengan Gerindra juga dipengaruhi oleh terjalinnya hubungan yang baik antara dirinya dan PKS. "Hubungan mereka tidak pernah equal, selalu hierarki namun tetap erat,” kata Sirojudin menambahkan.

Lebih lanjut ia menjelaskan, hubungan baik antara SBY dan PKS ini secara historis disebabkan ketika menjadi presiden RI selama dua periode. Saat itu PKS merupakan salah satu koalisinya. Ketua Majelis Syuro PKS yang sekarang pun merupakan mantan menteri pada era SBY.

Sementara itu menurut Abbas, di antara ketiga partai koalisi Gerindra (PKS, PAN, dan Demokrat), partai Demokrat-lah yang dinilai memiliki kemampuan logistik yang paling memadai dibandingkan dengan PKS dan PAN.

SBY sebelumnya telah mengemukakan alasan partainya tak bergabung dengan partai koalisi pendukung Joko Widodo. Salah satunya disebabkan hubungannya dengan Ketua Umum PDIP Megawati yang belum pulih.

"Setiap kami bertanya, setiap kami bertemu dengan Pak Jokowi, selalu saya bertanya Pak Jokowi apakah kalau Demokrat berada dalam koalisi, partai-partai koalisi itu bisa menerima kehadiran kami. Beliau menjawab ya bisa karena presidennya saya, Tapi itu terus terang merupakan pertanyaan saya karena melihat realitas hubungan saya dengan Ibu Megawati dengan saya belum pulih jadi ada jarak, masih ada hambatan di situ," tutur SBY di kediamannya daerah Kuningan, Jakarta, pada 25 Juli lalu.

"Tapi saya pikir karena yang mengajak Pak Jokowi dan kalau Demokrat berada di dalam untuk kebaikan why not?" lanjut SBY.

Namun, Mantan Menkopolhukam era Presiden Megawati itu menyebut ada suara dari petinggi partai koalisi Jokowi yang mendiskreditkan Demokrat.

Di sisi lain, SBY pun menyadari waktu pemilihan sudah dekat dan Demokrat berisiko kehilangan hak mengajukan capres dan cawapres. Oleh sebab itu, mereka membuka pembicaraan dengan kubu Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan partai-partai lain.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Larasai Ayuningrum

tirto.id - Politik
Reporter: Larasai Ayuningrum
Penulis: Larasai Ayuningrum
Editor: Yuliana Ratnasari