Menuju konten utama
Misbar

Sleep Call: Film Thriller yang Sayangnya Berakhir Canggung

Dibintangi Laura Basuki, Sleep Call adalah film psychological thriller yang mencoba mengangkat tema keseharian masyarakat kelas pekerja menengah di Jakarta

Sleep Call: Film Thriller yang Sayangnya Berakhir Canggung
Sleep Call. foto/imdb

tirto.id - Sineas Fajar Nugros kembali hadir di jagat sinema nasional dengan film bergenre horror berjudul Sleep Call yang tayang perdana pada tanggal 7 September 2023 lalu di seluruh bioskop di Indonesia.

Setelah sukses lewat Inang (The Womb dipakai sebagai judul untuk peredaran internasional) yang mendapat pujian dan beberapa penghargaan pada 2022, Fajar sepertinya mencoba serius dan eksplorasi lebih dalam di genre horor.

Dibintangi Laura Basuki, Sleep Call adalah film horror dengan sub genre psychological thriller yang mencoba mengangkat tema keseharian masyarakat kelas pekerja menengah di Jakarta dengan isu atau komentar sosial kekinian.

Dibuka dengan percakapan Rama(Bio One) dan Dina/Sinta(Laura Basuki) lewat video call selama 5 menitan, penonton diberikan informasi tentang aktifitas sleep call yang menjadi judul film ini. Ini adalah aktifitas yang lazim dilakukan dan menjadi rutinitas setiap malam bagi siapa saja yang senang berpacaran lewat dunia maya. Mereka melakukan percakapan sampai salah satunya tertidur dan membiarkan ponsel tetap menyala agar terkesan romantis, seolah-olah mereka sedang tidur bersama.

Pada jam 7 pagi, Dina terbangun oleh bunyi alarm pertanda ia harus bersiap-siap melakukan rutinitas kerjanya di sebuah perusahaan layanan pinjaman online (pinjol). Di sini kita bisa melihat bagaimana bisnis ini dijalankan hanya dari sebuah ruangan kecil di satu kompleks perkantoran dengan sumber daya manusia tidak lebih dari 8 orang, termasuk seorang office boy.

“Senyum, marah, senyum, marah, senyum, marah," begitu yang selalu diperintahkan oleh Bayu (Kristo Immanuel), selaku manajer tiap melakukan briefing pada karyawannya, termasuk Dina.

Sepulang dari kerjanya, Dina kadang menjenguk ibunya yang dirawat di sebuah rumah sakit jiwa. Inilah alasan mengapa Dina mau bekerja di perusahaan pinjol yang sebenarnya tidak sesuai dengan hati nuraninya karena penuh tekanan dan ancaman. Ini adalah potret masyarakat urban di Jakarta yang harus siap melakukan apa saja demi mempertahankan keberlangsungan hidupnya.

Di sela-sela kunjungannya, Dina memperhatikan salah satu seorang pasien yang melakukan monolog cerita Rama dan Shinta yang sebenarnya bisa menjadi petunjuk awal bagi penonton akan seperti apa film Sleep Call ini nantinya berjalan.

Ya, Nugros dengan kepiawaiannya, mencoba menukil kisah cinta epik ini ke dalam dunia sleep call Rama dan Dina --penuh dengan kehangatan dan ketenangan-- yang selalu dilakukannya tiap jam 10 malam ketika ia sampai di rumah kontrakannya, untuk kemudian digabungkan dengan dunia kerja Dina yang keras dan tanpa ampun, yang dikendalikan oleh dua pria maskulin yang merasa berkuasa penuh atas dirinya, yaitu Bayu dan Tommy (Bront Palarae).

Meskipun demikian, plotnya baru benar-benar dimulai pada saat Dina dihadapkan masalah pelik. Iwan (Rukman Rosadi), salah satu nasabah Dina, melakukan aksi nekat bunuh diri akibat ulah Dina yang geram karena Iwan tidak bisa membayar utang. Dina lantas menyebarkan hal privasi Iwan pada grup WA keluarganya.

Dalam keadaan masih syok, Bayu memaksa Dina untuk menagih utang pada keluarga Iwan. Ini membuat Dina semakin terpuruk dan berharap Rama sang pujaan hatinya membantu masalah yang dihadapinya.

Kemudian serentetan peristiwa berdarah terjadi. Alibi Dina mengarah pada Rama yang menjadi pelakunya. Ia kemudian melacak kediaman Rama dengan bantuan teman kerjanya, Budi, yang ahli dalam bidang IT.

Adegan klimaks yang dihadirkan mendekati babak terakhir film ini sebenarnya sudah bisa ditebak bagi para penonton yang sudah terbiasa menonton film psychological thriller ala Fight Club, A Tale Of Two Sister, Joker atau Pintu Terlarang karya Joko Anwar. Sayangnya, beberapa hal terasa seperti dipaksakan.

Sama halnya dengan karakter Gambir (Fahri Albar) dalam Pintu Terlarang, Nugros melalui Sleep Call mencoba menghidupkan karakter Dina dengan menyuguhkan plot dan adegan yang membuat penonton sama bingungnya dengan karakter Dina. Kemudian penonton dibuat bersimpati dan mendukung Dina dalam memecahkan lapisan misteri yang terjadi di sekitarnya dan mulai memperhatikan teman dekatnya hingga masa lalu keluarganya yang menyimpan rahasia dari Dina.

Walaupun sudah dijelaskan secara gamblang pada titik akhir film ini, Dina bukanlah narator yang dapat diandalkan dalam menceritakan kehidupan imajinasinya sendiri. Nugros kurang bisa memberikan pengalaman emosional yang selalu diberikan oleh film-film psychogical thriller bertemakan kesepian dengan balutan kekerasan dan penuh ketegangan.

Begitu pula dengan salah satu adegan yang mengambil elemen film Parasite sebagai upaya menertawakan perang kelas antara atasan dan bawahan. Sayangnya ini menjadi unsur komedi garing yang seharusnya tidak perlu dimasukkan ke dalam film.

Begitu pula twist adegan terakhir yang melibatkan Dina dan karakter pasien rumah sakit jiwa. Seharusnya twist ini bisa tersaji dengan indah. Tapi sayangnya, Nugros kelihatan canggung dalam mengeksekusinya. Komentar sosialnya terhadap fenomena internet, ditambah isu pinjol ilegal yang kian merebak seiring dengan kesulitan masyarakat urban mendapatkan pekerjaan paska pandemi, dan riwayat kredit yang buruk pada bank atau finance resmi, tidak ditulis dengan baik sehingga terasa seperti narasi yang sekadar tempelan.

Spoiler alert! Hubungan Rama dengan Dina adalah aktifitas yang tidak nyata. Namun karena obsesi Dina pada sosok pria ideal, membuat ia larut pada dunia imajinasinya sehingga penonton beberapa kali diperlihatkan mereka jalan bersama. Tapi ketika Dina berhasil menemukan Rama dan melihatnya di ruang tamu, ia terkejut. Rama bukanlah sosok yang ia bayangkan selama ini. Sebaliknya Rama juga terkejut dengan kedatangan Dina.

Infografik Misbar Sleep Call

Infografik Misbar Sleep Call. tirto.id/Fuad

Klimaks ini berasa hit and miss mengingat mereka dari awal sudah digambarkan hanya berkomunikasi melalui dunia maya. Adegan ini juga sepertinya terilhami oleh film Joker karya Todd Philips, tapi lemah dalam membuat konklusinya. Di film Joker pada adegan hubungan Arthur (Joaquin Phoenix) dengan Sophia (Zazie Beetz) terkuak, Philips tidak memberikan petunjuk apapun bahwa kejadian-kejadian mereka diawal tidak nyata.

Baru setelah Arthur membunuh ibunya dan pergi ke apartemen Sophia, semuanya menjadi jelas bahwa keduanya sebenarnya tidak terlibat asmara. Ketika Sophia melihatnya di ruang tamu, ia malah tampak ketakutan. Padahal sebelumnya penonton melihat mereka jalan bersama di pertunjukan standup Arthur dan mengunjungi Penny di rumah sakit. Klimaks ini benar-benar membuat penonton terkejut .

Namun di luar kekurangannya, Sleep Call adalah film dengan tata produksi dan tata visual yang mahal yang membuat sinematografinya nyaman di mata. Banyak shot yang terlihat artistik, salah satunya adalah ketika Dina dan Rama memasuki dunia imajinasinya.

Selain itu, kelebihan film ini terdapat pada akting Laura Basuki yang tampil memukau. Meskipun dia baru pertama kali tampil di film psychological thriller, Laura mampu menunjukkan kualitas aktingnya sebagai Dina, seorang wanita kesepian, penyendiri dan mengalami gangguan kesehatan mental.

Perubahan kepribadian dari wanita biasa sampai menjadi wanita psikopat, disuguhkan Laura dengan sangat bagus. Ekspresi ketika Dina mulai mendapatkan tekanan, rasa sedih, kecewa, galau, bingung, bimbang, dan marah, berhasil diperankan dengan fantastis oleh Laura. Dalam konferensi persnya, Laura juga mengatakan bahwa karakter Dina adalah karakter paling kompleks yang ia pernah mainkan, karena biasanya ia banyak berakting dalam film drama, romansa, dan komedi yang tidak menuntut peran ganda.

Di luar beberapa kekurangan Sleep Call, saya berharap ke depan Nugros bisa memberikan suguhan apik seperti Inang. Karena ia sebenarnya memiliki potensi kuat untuk membuat film psycological thriller yang jarang disentuh oleh banyak sineas Indonesia era kiwari. Begitu pula Laura Basuki, yang ternyata punya spektrum akting luas, yang rasanya layak untuk dieksplorasi lebih jauh.

Baca juga artikel terkait SLEEP CALL atau tulisan lainnya dari Wiwid Coreng

tirto.id - Film
Kontributor: Wiwid Coreng
Penulis: Wiwid Coreng
Editor: Nuran Wibisono