tirto.id - Junta militer Myanmar memberikan hukuman 20 tahun penjara kepada pembantu dekat pemimpin sipil Aung San Suu Kyi bernama U Win Htein karena dituduh melakukan penghasutan. Namun, pengacara mengatakan, mereka akan mengajukan banding atas hukuman itu.
"U Win Htein dijatuhi hukuman 20 tahun penjara berdasarkan pasal 124a oleh pengadilan khusus," kata pengacara Myint Thwin kepada AFP.
ABC Net melaporkan, U Win Htein (79 tahun) adalah mantan anggota parlemen sekaligus anggota tingkat tinggi pertama Partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Suu Kyi. Ia adalah tahanan politik lama dan telah lama berkampanye menentang kekuasaan militer, baik sejak di dalam tahanan maupun di luar tahanan.
U Win Htein dianggap sebagai tangan kanan Suu Kyi. Oleh sebab itu, media internasional dan lokal mencarinya untuk mendapatkan informasi terlebih tentang wawasannya mengenai pemimpin de facto Myanmar.
Ditangkap tiga hari setelah kudeta, dia sempat buka suara kepada media lokal dengan menyebut "kudeta militer tidak bijaksana" dan para pemimpinnya "membawa [negara] ke arah yang salah."
Di sisi lain, DW melaporkan, Win Htein adalah pimpinan NLD berpangkat tinggi yang dijatuhi hukuman oleh junta setelah persidangan.
“Ini bukan kejutan, tapi hal yang menyedihkan dan keterlaluan mendengar tentang hukuman konyol. Pelaku ketidakadilan ini akan dimintai pertanggungjawaban untuk ini ... Tolong tunggu! Kita akan menang!" kata Putri Win Htein, Chit Suu Win Htein, mengatakan dalam sebuah pesan kepada Reuters.
Sejak junta militer melakukan kudeta pada 1 Februari lalu, Myanmar berada dalam kekacauan sehingga menimbulkan protes nasional. Menurut kelompok pemantau lokal, lebih dari 1.100 orang tewas oleh pasukan keamanan.
Selain itu, ekonom asal Australia bernama Sean Turnell sekaligus penasihat dekat Suu Kyi juga ditangkap oleh militer beberapa hari setelah kudeta. Sampai saat ini, rincian pasti tuduhan yang dia hadapi tidak pernah diketahui walaupun televisi pemerintah Myanmar mengatakan dia memiliki akses untuk "informasi keuangan rahasia negara" dan telah berupaya melarikan diri dari negara itu.
Aung San Suu Kyi telah membuat kesaksian di pengadilan Naypyidaw baru-baru ini, tepatnya 27 Oktober 2021 kemarin. Ia menghadapi beberapa dakwaan, termasuk memiliki walkie-talkie secara ilegal, melanggar aturan Covid-19 dan melanggar Undang-undang Rahasia Resmi.
Aljazeera melaporkan, dalam kesaksian pertamanya di depan publik, Suu Kyi membantah tuduhan penghasutan terkait dua pernyataan yang isinya mengutuk rezim militer dan meminta organisasi internasional tidak bekerja dengan mereka.
Seorang anggota tim pembela yang meminta untuk tidak menyebutkan namanya mengatakan, Aung San Suu Kyi “mampu mempertahankan ketidakbersalahannya dengan sangat baik”.
Namun, sang pengacara enggan untuk mengungkapkan secara rinci karena militer telah melarang tim hukum berbicara kepada media tentang persidangan itu.
Editor: Iswara N Raditya