Menuju konten utama

Kudeta Myanmar dan Kesaksian Pertama Aung San Suu Kyi

Aung San Suu Kyi tidak bisa berbicara banyak tentang persidangannya karena dibungkam militer. 

Kudeta Myanmar dan Kesaksian Pertama Aung San Suu Kyi
Konselor Negara Myanmar Aung San Suu Kyi berbicara dalam sebuah konferensi pers di Asia Europe Foreign Ministers (ASEM) di Naypyitaw, Myanmar, Selasa (21/11/2017). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

tirto.id - Aung San Suu Kyi, pemimpin Myanmar, telah digulingkan dalam kudeta militer pada 1 Februari lalu. Baru-baru ini, tepatnya 27 Oktober 2021 kemarin, Suu Kyi membuat kesaksian di pengadilan Naypyidaw.

Sebelumnya ia menghadapi beberapa dakwaan, termasuk memiliki walkie-talkie secara ilegal, melanggar aturan Covid-19 dan melanggar Undang-undang Rahasia Resmi.

Aljazeera melaporkan, dalam kesaksian pertamanya di depan publik, Suu Kyi membantah tuduhan penghasutan terkait dua pernyataan yang isinya mengutuk rezim militer dan meminta organisasi internasional tidak bekerja dengan mereka.

Seorang anggota tim pembela yang meminta untuk tidak menyebutkan namanya mengatakan, Aung San Suu Kyi “mampu mempertahankan ketidakbersalahannya dengan sangat baik”.

Namun, sang pengacara enggan untuk mengungkapkan secara rinci karena militer telah melarang tim hukum berbicara kepada media tentang persidangan itu.

The Guardian juga melaporkan, semua pengacara pembela kasus Suu Kyi dilarang memberikan rincian terkait proses pengadilan. Satu-satunya laporan datang dari pengacara pembela Suu Kyi dan rekan terdakwanya.

Jaksa tidak ikut berkomentar, media yang dikendalikan negara tidak boleh melaporkan persidangan secara langsung. Juru bicara pemerintah militer, Mayor Jenderal Zaw Min Tun mengatakan, awal bulan ini setelah perintah pembungkaman diberlakukan pada pengacara utama Suu Kyi.

Ia mengatakan, dia telah menghasut media lokal dan asing untuk menyebarkan informasi palsu yang dapat mengacaukan negara.

Sebelumnya, Mantan Presiden Myanmar, Win Myint memberikan kesaksian pertamanya setelah masa kepemimpinannya digulingkan oleh rezim junta militer pada awal Februari.Kesaksian itu ia sampaikan pada hari Selasa (12/10) lalu.

Inforgafik Kudeta Militer di Myanmar

Inforgafik Kudeta Militer di Myanmar. tirto.id/Fuad

CNN melaporkan, Win Myint mengaku kalau militer telah mencoba memaksanya untuk melepaskan kekuasaan beberapa jam sebelum melakukan kudeta.

Bahkan, ia mengaku akan sangat dirugikan secara serius kalau menolak permintaan itu, demikian menurut keterangan pengacaranya.

Dalam konteks ini, Win Myint mencoba memberi kesaksian setelah pihak junta militer mengatakan kalau tidak terjadi kudeta. Dan kekuasaan itu telah dialihkan secara sah, dari seorang penjabat Presiden kepada para jenderal.

Kesaksian itu disampaikan Win Myint bersama Aung San Suu Kyi dalam persidangan hari Selasa lalu terkait berbagai tuduhan, termasuk tudingan penghasutan yang berasal dari surat yang memuat nama mereka dan isinya mendesak tidak mengakui junta militer.

Sebagai kepala negara waktu itu, Win Myint bersaksi di pengadilan ibu kota Naypyidaw sembari mengatakan pejabat senior militer mendekatinya pada tanggal 1 Februari dan menyuruhnya mengundurkan diri karena sakit.

"Presiden menolak proposal mereka, dengan mengatakan dia dalam keadaan sehat," kata pengacara pembela Khin Maung Zaw dalam pesan teks berbahasa Inggris yang dikirim kepada wartawan.

"Para petugas memperingatkannya bahwa penolakan itu akan menyebabkan banyak kerugian, tetapi presiden mengatakan kepada mereka bahwa dia lebih baik mati daripada menyetujuinya," ungkapnya.

Dalam kudeta itu, pihak militer menahan Aung San Suu Kyi dan Win Myint, sehingga memicu protes nasional dan gerakan pembangkangan massal, pemberontakan itu ditanggapi militer dengan kekerasan.

Alhasil, lebih dari 1.000 orang, termasuk anak-anak, telah tewas, demikian menurut Asosiasi Bantuan untuk tahanan Politik. Sampai saat ini, Aung San Suu Kyi ditahan di sebuah lokasi yang dirahasiakan.

Baca juga artikel terkait AUNG SAN SUU KYI atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya