Menuju konten utama

Sinopsis Sang Kiai di Netflix: Film Tentang Hasyim Asy'ari & Santri

Sinopsis film Sang Kiai (2013) yang dapat disaksikan secara streaming di Netflix. 

Sinopsis Sang Kiai di Netflix: Film Tentang Hasyim Asy'ari & Santri
Sang Kiai 2013. foto/netflix

tirto.id - Film Sang Kiai (2013) dapat disaksikan secara streaming di Netflix. Film yang berlatar penjajahan Jepang tahun 1942 ini mengisahkan tentang perjuangan para kiai dan pejuang Indonesia dalam melawan penjajah Jepang.

Film ini merupakan cerminan perjuangan KH Hasyim Asy’ari beserta santrinya untuk Indonesia, hingga kini diperingati sebagai Hari Santri.

Sang Kiai dirilis secara perdana pada 30 Mei 2013 di Indonesia. Film yang berdurasi 2 jam 16 menit ini disutradarai oleh Rako Prijanto dengan naskah skenario yang ditulis oleh Anggoro. Film ini berada di bawah naungan rumah produksi Rapi Films.

Film yang bergenre action/biography ini menggaet sejumlah artis papan atas Indonesia, di antaranya Ikranagara, Christine Hakim, Agus Kuncoro, Adipati Dolken, Meriza Febriani, Dimas Aditya, Royham Hidayat, Ernestsan Samudera, Ayes Kassar, Dayat Simbaia, Dymas Agust, Andrew Trigg, Arswendi Nasution, dan Norman Rivianto Akyuwen.

Film Sang Kiai (2013) berhasil memenangkan sejumlah penghargaan dalam ajang Festival Film Indonesia 2013 dengan kategori Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Pemeran Pendukung Pria Terbaik, dan Tata Suara Terbaik.

Dilansir dari situs film IMDb, Film Sang Kiai (2013) mendapatkan rating 7.0 dari 10 poin.

Sinopsis Film Sang Kiai (2013)

Pada tahun 1942, Jepang telah melakukan ekspansi di Indonesia. Saat itu, Jepang melarang adanya pengibaran bendera merah putih ataupun pemutaran lagu Indonesia Raya.

Jepang juga memaksa rakyat Indonesia untuk memberi penghormatan kepada matahari (sekerei), yang dipercaya sebagai Tuhan mereka. Dengan adanya paksaan yang tidak sesuai dengan syariat Islam, KH Hasyim Asy’ari (Ikranagara) menentang perintah tersebut.

Oleh sebab itu, beliau ditangkap oleh para prajurit Jepang. Mengetahui hal tersebut, ketiga putranya yang bernama KH Wahid Hasyim (Agus Kuncoro), Karim Hasyim (Boy Permana), KH Yusuf Hasyim (Dayat Simbaia) beserta semua santri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang yang dipimpinnya pun marah.

Termasuk pula tiga santri muda kepercayaan kiai seperti Harun, Khamid, dan abdi.

Penangkapan salah satu ulama yang paling berpengaruh tersebut juga membuat semua santri di seluruh tanah Jawa dan Madura bergejolak dan tidak tinggal diam. Bersama semua santri, Harun (Adipati Dolken) pun maju memimpin demo di depan pos prajurit Jepang dan mencari segala cara untuk membebaskan sang Kiai.

Istri KH Hasyim Asy’ari, Masrurah atau Nyai Kapu (Christine Hakim) terpaksa harus diungsikan ke daerah Denayar.

Pihak jepang tetap saja tak ingin membebaskan KH Hasyim Asy’ari. Justru beliau dipindahkan ke berbagai penjara, mulai dari jombang, Mojokerto, hingga penjara Bubutan Surabaya.

Dikarenakan permintaanya tak disetujui, KH Wahid Hasyim mengajak Wahab Hasbullah (Arswendi Nasution) pun mencoba meminta bantuan kepada Abdul Hamid Ono (Royham Hidayat), orang Jepang kenalan keluarganya.

Di samping itu, mereka berdua berusaha mengadakan pertemuan NU di Jakarta dalam agenda pembebasan para kiai. Hingga akhirnya diperoleh kesepakatan untuk melakukan jalan damai, KH Hasyim Asy’ari dan para ulama lain yang ditangkap oleh jepang berhasil dibebaskan dengan cara musyawarah.

Namun, hal tersebut bukanlah akhir dari kesengsaraan mereka. Justru Jepang memanfaatkan Masyumi yang diketuai KH Hasyim Asy’ari untuk membuat dakwah propaganda supaya masyarakat memperbanyak hasil bumi mereka dan menyetorkan kepada pemerintah jepang. Hal itu tentu menuai protes dari rakyat Indonesia sehingga pecahlah perang di berbagai wilayah Indonesia.

Lantas, akankah para kiai dapat selamat dari perang tersebut? Saksikan kisah selengkapnya dalam film Sang Kiai (2013) hanya di Netflix. Film Sang Kiai (2013) dapat disaksikan di platform Netflix melalui link ini.

Baca juga artikel terkait HIBURAN atau tulisan lainnya dari Yunita Dewi

tirto.id - Film
Kontributor: Yunita Dewi
Penulis: Yunita Dewi
Editor: Yulaika Ramadhani