Menuju konten utama

Sinopsis Novel Ayat-ayat Setan Karya Salman Rushdie

Berikut adalah sinopsis Novel Ayat-ayat Setan atau The Satanic Verses Karya Salman Rushdie.

Sinopsis Novel Ayat-ayat Setan Karya Salman Rushdie
Salman Rushdie. AP/Grant Pollard/Invision

tirto.id - Ayat-ayat Setan (The Satanic Verse) merupakan novel karya Salman Rushdie yang terbit pada 1988. Novel ini menuai protes besar masyarakat lantaran isinya menghina Islam. Sejak diterbitkan, Rushdie dan The Satanic Verse, selanjutnya disingkat TSV, menjadi pusat pemberitaan internasional.

Gejolak yang timbul akibat penerbitan TSV terjadi di beberapa negara, terutama berpenduduk mayoritas muslim termasuk Indonesia. Saat itu, tokoh Islam melakukan diskusi dalam menyikapi TSV. Selanjutnya, pemerintah menetapkan hukuman satu bulan penjara/denda pada warga yang memiliki novel TSV.

Buntut panjang penerbitan TSV ini mengakibatkan nyawa Rushdie terancam. Ayatullah Khomeini (pemimpin spiritual Iran) menegaskan fatwa mati terhadap Rushdie dan semua orang yang terlibat dalam proses produksi dan distribusi TSV.

Beberapa peristiwa protes terhadap TSV berujung pada tindakan kekerasan hingga mengorbankan nyawa. Seperti kericuhan di Bombay pada 24 Februari 1989 mengakibatkan 12 nyawa melayang. Pada 28 Februari 1989, dua toko buku di Berkeley meledak. Dua tahu berikutnya penerjemah TSV dalam bahasa Jepang, Prof. Hitoshi Igarashi ditemukan tewas.

Sun Lie dalam judul "Di Balik Kontroversi Novel The Satanic Verses Salman Rusdhie" menuliskan, Rushdie menjalani hidup dalam persembunyian dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain selama sembilan tahun di bawah perlindungan Pemerintah Inggris dengan nama samaran Joseph Anton. Hal ini kemudian mengakibatkan pemutusan hubungan diplomatik Inggris dan Iran.

Sinopsis Novel Ayat-ayat Setan

Laman Britannica menuliskan, Salman Rushdie adalah penulis kelahiran Bombay, India pada 19 Juni 1947 tetapi tinggal di Inggris. Pada 26 September 1988, alumni Cambridge University itu merilis novel Ayat-ayat Setan yang diterbitkan oleh Viking Penguin.

Seperti dikutip laman Insist, dalam novel TSV Rushdie melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad, istri-istri Nabi, Malaikat Jibril, hingga Nabi Ibrahim.

Kontroversi TSV disebabkan oleh kenekatan Rushdie dalam menggambarkan tokoh-tokohnya. Rushdie menggunakan kata mahound untuk mengacu pada Nabi Muhammad.

Kata mahound merupakan bentuk penghinaan (derogatory) dari kalangan Pasukan Salib (Crusaders) di masa Perang Salib (Crusade).

Lina Puryanti dalam "Model Narasi dalam Novel The Satanic Verses Karya Salman Rusdie" menuliskan novel ini dimulai dengan dua tokoh utama (Gibreel Faristha dan Salahudin Chamcha) yang terjatuh di pantai selatan Inggris setelah selamat dari kecelakaan pesawat.

Peristiwa jatuhnya dua tokoh diinterpretasikan dalam simbolik realisme magis sebagai kelahiran kembali setelah kematian. Lantaran sangat tidak mungkin orang yang mengalami kecelakaan pesawat bisa selamat bahkan tanpa parasut atau alat bantu apa pun.

Usai selamat, tubuh keduanya mengalami perubahan wujud: seolah malaikat (Gibreel) dan setan (Chamcha) dengan delusinya yang gila. Ini menandai kehidupan baru yang berbeda dari sebelumnya (sebelum kecelakaan terjadi).

Secara fisik, Gibreel dicitrakan sebagai malaikat karena memiliki pendar cahaya sebagaimana penggambaran malaikat dalam masyarakat. Sementara itu, Chamcha dicitrakan sebagai setan karena memiliki kuku dan tanduk seperti gambaran setan dalam masyarakat.

Narasi yang disampaikan di TSV hadir dalam bentuk narator yang tengah bermimpi dan dalam keadaan bangun atau terjaga. Rushdie sengaja menyembunyikan narator yang menggerakkan cerita.

Strategi ini memunculkan keraguan dan ambiguitas. Oleh karena itu, gaya narasi yang digunakan oleh Rushdie ini tidak mungkin menghadirkan sesuatu yang bermakna tunggal.

Rushdie sengaja menempatkan tokoh-tokoh TSV dengan mengaitkannya pada hal-hal yang nyata dan jelas bernilai Islam. Disusul dengan delusi tokoh-tokohnya yang bertentangan dengan nilai Islam.

Karakterisasi malaikat, setan, dan bahkan Tuhan dalam SV menandai pemberontakan teks. Mengutip dari laman Jabar NU, meskipun menilai indah dan orisinil, Gus Dur tetap merasakan bahwa Rushdie terlihat ingin menunjukkan ketidakislamannya melalui TSV.

Baca juga artikel terkait SALMAN RUSHDIE atau tulisan lainnya dari Nurul Azizah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Alexander Haryanto