tirto.id - Putri mantan presiden Iran, Faezeh Hashemi ditangkap petugas keamanan karena dituduh "menghasut para pendemo" di ibu kota Teheran pada Selasa malam. Dalam konteks ini, protes besar-besaran terjadi di Iran setelah kematian Mahsa Amini.
Laporan itu disampaikan oleh Kantor Berita Tasnim sebagaimana dikutip Hindustan Times. Namun demikian, laporan tersebut tidak menjelaskan secara rinci apa yang telah dilakukan Hashemi untuk mendorong kerusuhan.
Sementara itu, RFERL memberitakan, sebelum penangkapannya, Hashemi mengatakan, untuk menekan para pendemo, pihak berwenang menyebut protes yang mengguncang Iran selama 12 hari itu sebagai "kerusuhan" dan "hasutan".
“Yang ingin disampaikan [pihak berwenang] adalah bahwa ini bukan protes, ini kerusuhan, tetapi sebenarnya protes,” kata Hashemi dalam rekaman audio yang diperoleh Radio Farda RFE/RL.
“Mereka yang melihat protes tahu bahwa, misalnya, jika pemuda membakar tong sampah, itu karena [pasukan keamanan] telah menggunakan gas air mata dan mereka ingin menetralisirnya."
"Ketika mereka memukul seorang anggota pasukan keamanan itu karena mereka telah diserang dan mereka membela diri,” katanya dalam rekaman itu.
Siapa Faezeh Hashemi?
Faezeh Hashemi adalah putri dari Ali Akbar Hashemi Rafsanjani, salah satu pendiri Republik Islam dan presiden dua periode dari tahun 1989 sampai 1997. Akbar Hashemi meninggal pada tahun 2017.
Faezeh Hashemi, yang mengenakan jilbab panjang adalah mantan anggota perlemen. Dia juga dikenal sebagai aktivis dan sering berkomentar kritis kepada pemerintah Iran dan kebijakannya. Ayahnya juga disebut-sebut sebagai orang paling kuat kedua di Iran.
Faezeh sering berseberangan dengan pemerintah. Pada tahun 2012, dia menjalani hukuman selama enam bulan penjara karena dituduh melakukan propaganda melawan Iran.
Pada 3 Juli 2022, dia juga pernah didakwa terkait "aktivitas propaganda melawan sistem Republik Islam Iran dan penistaan." Dia sempat ditangkap dan akhirnya dikeluarkan.
Pemicu Demo Iran: Tewasnya Mahsa Amini
Demonstrasi atas kematian Mahsa Amini semakin meluas di Iran dan banyak memakan korban. Dalam berita terbaru, korban itu bernama Hadis Najafi, seorang wanita yang tewas setelah ditembak pasukan keamanan dalam unjuk rasa.
Tidak cuma itu, bahkan seperti diberitakan First Post dengan mengutip pernyataan pejabat, Senin, 27 September 2022, sedikitnya lebih dari 1.200 pengunjuk rasa yang ditangkap dan sedikitnya 41 orang tewas.
Dalam konteks ini, Mahsa Amini ditangkap polisi moral ketika datang ke Teheran bersama keluarganya. Alasannya, dia dituduh melanggar aturan yang mengharuskan wanita memakai jilbab dan pakaian longgar.
Mahsa pingsan setelah dibawa ke pusat penahanan. Ada banyak spekulasi soal ini. Ada yang menyebut petugas memukul kepalanya dengan tongkat. Ada pula yang bilang kepalanya dibenturkan ke salah satu kendaraan petugas.
Seperti dikutip Vogue, ibu Mahsa Amini mengaku kalau putrinya sudah mengenakan jubah panjang yang longgar seperti yang dipersyaratkan dalam hukum Iran. Akhirnya, Mahsa Amini meninggal dunia di rumah sakit setelah tiga hari dalam keadaan koma.
Namun, kantor berita Republik Islam Iran, IRNA melaporkan, Mahsa Amini ambruk di kursi setelah berbicara dengan polisi wanita di kantor polisi. Dalam sebuah pernyataan, polisi mengatakan, Amini menderita serangan jantung dan segera dibawa ke rumah sakit, akhirnya dia meninggal pada hari Jumat.
Editor: Iswara N Raditya