tirto.id - Telinga Anda mungkin akrab dengan istilah Generasi Milenial. Meski tak terlalu paham artinya, istilah itu nyatanya sudah masuk dalam percakapan sehari-hari.
Sebagai gambaran singkat, Generasi Milenial, yang juga punya nama lain Generasi Y, adalah kelompok manusia yang lahirdi atas tahun 1980-an hingga 1997. Mereka disebut milenial karena satu-satunya generasi yang pernah melewati milenium kedua sejak teori generasi ini diembuskan pertama kali oleh Karl Mannheim pada 1923.
Dalam esai berjudul "The Problem of Generation," sosiolog Mannheim mengenalkan teorinya tentang generasi. Menurutnya, manusia-manusia di dunia ini akan saling memengaruhi dan membentuk karakter yang sama karena melewati masa sosio-sejarah yang sama. Maksudnya, manusia-manusia zaman Perang Dunia II dan manusia pasca-PD II pasti memiliki karakter yang berbeda, meski saling memengaruhi.
Berdasarkan teori itu, para sosiolog—yang bias Amerika Serikat—membagi manusia menjadi sejumlah generasi: Generasi Era Depresi, Generasi Perang Dunia II, Generasi Pasca-PD II, Generasi Baby Boomer I, Generasi Baby Boomer II, Generasi X, Generasi Y alias Milenial, lalu Generasi Z.
Pembagian ini biasanya berdasarkan rentang tahun kelahiran. Namun, rentang tahun didefinisikan berbeda-beda menurut sejumlah pakar, tapi tak terlalu jauh.
Definisi rentang umur Generasi Z, misalnya. Ia bermacam-macam.
Pada 2012, ketika jurnalis Bruce Horovitz mengenalkan Generasi Z, rentang umur yang digunakan masih belum jelas. Tapi istilah itu mulai sering dipakai usai presentasi dari agen pemasaran Sparks and Honey viral pada 2014. Di sana, rentang umur yang dipakai mendeskripsikan Generasi Z adalah anak-anak yang lahir 1995 hingga 2014.
Badan statistik Kanada menghitung Generasi Z mulai dari anak-anak yang lahir pada 1993 sampai 2011. McCrindle Research Centre di Australia menyebut Generasi Z sebagai orang-orang yang lahir pada 1995 sampai 2009. MTV lain lagi: mendefinisikan generasi itu sebagai orang-orang yang lahir selepas Desember 2000.
Terlepas perbedaan tahun tersebut, mereka semua sepakat kalau Generasi Z adalah orang-orang yang lahir di generasi internet—generasi yang sudah menikmati keajaiban teknologi usai kelahiran internet.
Bagaimana Generasi Z di Indonesia?
Internet hadir di Indonesia pada 1990. Baru pada 1994, Indonet hadir sebagai Penyelenggara Jasa Internet komersial perdana di negeri ini. Jadi, mari kita anggap Generasi Z Indonesia adalah mereka yang lahir pada pertengahan 1990-an sampai medio 2000-an.
Jika Generasi Z pertama adalah mereka yang lahir pada 1995, artinya orang yang paling tua dari Generasi Z Indonesia sudah berumur 21 tahun: mereka sudah beranjak dewasa, sudah ikut pemilu, mencari atau sudah punya pekerjaan, dan hal-hal lain yang bisa memengaruhi ekonomi, politik, dan kehidupan sosial dunia kini.
Pada dekade terakhir, Generasi Z terus diteliti. Dari preferensi politik, ekonomi, hingga gaya hidup. Sebab, di dunia ini, belum pernah ada generasi yang sejak lahir sudah akrab dengan teknologi—seperti mereka.
Menurut Hellen Katherina dari Nielsen Indonesia, Generasi Z adalah masa depan.
“Karena itu penting bagi para pelaku industri untuk memahami perilaku dan kebiasaan mereka,” ungkapnya.
Sejauh ini, Generasi Z dikenal sebagai karakter yang lebih tidak fokus dari milenial, tapi lebih serba-bisa; lebih individual, lebih global, berpikiran lebih terbuka, lebih cepat terjun ke dunia kerja, lebih wirausahawan, dan tentu saja lebih ramah teknologi.
Kedekatan generasi ini dengan teknologi sekaligus membuktikan masa depan sektor tersebut akan semakin cerah di tangan mereka. Dari segi ekonomi, menurut survei Nielsen, Generasi Z sudah memengaruhi perputaran ekonomi dunia sebagai 62 persen konsumen pembeli produk elektronik. Ini dipengaruhi oleh kehidupan mereka yang sudah serba terkoneksi dengan internet.
Menyadari potensi tersebut, Connor Blakley, pemuda 17 tahun dari Amerika Serikat, mendapuk dirinya sebagai konsultan khusus Generasi Z, yang secara profesional siap membantu perusahaan-perusahaan untuk mengenali para konsumen terbesarnya ini.
“Generasi Z adalah generasi paling berpengaruh, unik, dan beragam dari yang pernah ada,” kata Blakley dalam wawancaranya dengan Forbes.
“Kami jenis jenama konsumen yang belum pernah ditemui (produsen) sebelumnya. Aku sadar, sebagai salah satu dari generasi ini, aku bisa memanfaatkanmu dan pengalamanku untuk membantu perusahaan-perusahaan melihat bagaimana konsumen muda mereka tak sekadar dari data yang ada.”
Lalu, apa yang harus dilihat perusahaan-perusahaan yang dijalankan oleh milenial itu?
“Pertama adalah intuitif digital,” ungkap Blakley. “Kami adalah generasi pertama yang Facetime dengan kawan kami, menelepon ibu kami dan memesan piza di saat bersamaan,” tambahnya.
Menurut Blakley, kebanyakan perusahaan kini masih sering menyamakan Generasi Z dan Generasi milenial. Ini kemudian menjebak para produsen gagal menangguk untung lebih banyak dari generasi masa depan tersebut.
Bagi Blakley, generasinya sudah jauh lebih beragam daripada milenial, bahkan di saat bersamaan lebih tidak peduli pada perbedaan tersebut. Sehingga promosi-promosi standar khas milenial dan cenderung seragam menjadi tidak laku untuk mereka.
“Mereka (perusahaan-perusahaan) harus meloncat keluar dari ‘normal’,” kata Blakley.
Blakley bisa jadi benar bahwa kita tak bisa terus menyamakan Generasi milenial dengan Generasi Z. Kebanyakan dari generasi milenial adalah orang-orang yang setengah-setengah: setengah menikmati era sebelum internet, dan era sesudahnya. Bagi mereka, Wallstreet, Bioskop, Yahoo, Vinyl, dan barang lain yang khas generasi 90-an masih menarik. Sementara bagi Generasi Z, Netflix, Virtual Reality, dan Video Games jauh lebih menarik.
Dunia, mau tak mau, memang harus bersiap memasuki masa baru: saat milenial menua dan generasi Z mulai dewasa.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti