tirto.id - Mark Elliot Zuckerberg telah membuktikan kesuksesannya sebagai anak Generasi Milenial dengan penghasilan miliaran dolar pada usia 23 tahun setelah mendirikan Facebook.
Ada pula Miley Cyrus, yang bersolek dengan balutan nyeleneh, berhasil mencuri panggung musik dan menyedot penonton. Sedangkan Paul Pogba menjadi ikon Milenial di lapangan hijau dan Agustus 2016 memecahkan rekor nilai transfer termahal.
Zuck, Cyrus, dan Pogba hanyalah tiga dari banyak Generasi Milenial yang sukses dan menjadi ikon masa.
“Mereka kurang ajar, mereka narsis, mereka berhak,” kata Alex Williams dalam tulisannya di The New York Times.
Tapi itu Generasi Milenial alias Generasi Y. Bagaimana generasi berikutnya: Generasi Z?
PR Newswire bersama Monster Worldwide melakukan survei pada 2016 terhadap multigenerasi di Amerika Serikat dalam kaitannya memandang karier dan pekerjaan, termasuk Generasi Z. Salah satu kesimpulannya, uang dan ambisi menjadi mesin penggerak Gen Z.
Dalam melihat pekerjaan dan karier, mayoritas Gen Z (76 persen) percaya mereka pemilik dari karier sendiri. Konsekuensinya, 49 persen dari mereka ingin berwirausaha dan memiliki bisnisnya sendiri. Padahal, angka rata-rata yang ingin berwirausaha di antara semua generasi hanya sebanyak 32 persen.
Yang menarik, jika Generasi Milenial memprioritaskan peningkatan kinerja seperti fasilitas bermain, tidur, dan penghilang stres lain harus ada di kantor, Gen Z menunjukkan gejala berbeda. Ada tiga prioritas yang dilihat oleh Gen Z di tempatnya bekerja: asuransi kesehatan (70 persen), gaji yang kompetitif (63 persen), dan bos yang respek (61 persen).
Ini sedikit agak berbeda dari kecenderungan rata-rata semua generasi yang memprioritaskan asuransi kesehatan (68 persen), gaji kompetitif (59 persen), dan respek dari bos (60 persen).
Sebanyak 58 persen Gen Z juga tergiur mendapat gaji lebih baik sehingga mau bekerja di akhir pekan. Sedangkan rata-rata 41 persen dari seluruh generasi bersedia kerja ekstra.
Bagaimana peluang Gen Z berpindah-pindah kerja?
Sebanyak 74 persen Gen Z bersedia pindah kerja jika tempat kerja baru memenuhi pilihan dan kesempatan yang lebih baik.
Ada beberapa alasan yang memengaruhi mereka pindah kerja: gajinya besar, sesuai gairah, dan terjamin.
Sebagai 'pribumi' era digital, menurut survei yang sama, teknologi mobile dan internet memungkinkan mereka lebih produktif. Mereka percaya perangkat mobile bakal terus mengubah cara berkomunikasi di kantor dan dengan klien.
Kepercayaan terhadap Perguruan Tinggi
Berdasarkan survei dari Northeastern University terhadap 1.015 responden Gen Z (16-19 tahun) di Amerika Serikat, antara 8-23 Oktober 2014, mayoritas responden cenderung yakin bahwa perguruan tinggi berperan penting menopang karier. Delapan dari 10 orang atau 81 persen responden menyatakan hal itu.
Meski sistem pendidikan sarjana di AS mengenal utang buat membiayai pendidikan, menurut survei itu, hampir dua per tiga dari mereka berkata perguruan tinggi tetap bermanfaat lebih besar dari tanggungan kuliah. Namun, Gen Z juga memandang penting soal problem perguruan tinggi. Hampir setengahnya berkata perguruan tinggi harus mengubah pendekatan karena yang ada sekarang ini tidaklah efektif.
Mereka ingin mendapatkan pengalaman lebih di ruang kuliah. Mereka menyarankan perlu ada peningkatan inovasi dari perguruan tinggi konvensional, misalnya, peningkatan dalam hal keterampilan praktis dan pengalaman kerja.
Beberapa tahun lagi, kita akan melihat bagaimana cara pandang generasi ini kelak setelah lulus sekolah dan perguruan tinggi.
Penulis: Tony Firman
Editor: Maulida Sri Handayani