tirto.id -
Beberapa perwakilan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bertemu dan berdiskusi dengan Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim (UKP-PPI) Rachmat Witoelar guna membahas strategi peningkatkan aksi perubahan iklim dengan menekan emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan operasional sektor bisnis.
"Peran non-state actors pada upaya pengendalian perubahan iklim sangat penting karena emisi terbesar berasal dari mereka. Banyak yang bisa dilakukan oleh non-state actors, terutama sektor bisnis untuk mengurangi emisi," kata Rachmat dalam pertemuan dan diskusi yang digelar hari Rabu, (24/3/2016), tersebut.
Di Indonesia, menurut dia, sektor bisnis yang menggunakan sumberdaya dan pendanaan di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk melakukan aksi perubahan iklim akan sangat membantu pemerintah Indonesia mencapai target penurunan emisi.
Beberapa BUMN yang hadir pada diskusi tersebut adalah PT Telkom, PT Semen Indonesia, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, PT PLN, PT Pupuk Indonesia, PT Garuda Indonesia, PT Bank Negara Indonesia Tbk. Pertemuan itu juga dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Sekretariat Kabinet, dan UKP-PPI.
Perusahaan-perusahaan tersebut memaparkan kontribusi yang telah dilakukan oleh masing-masing untuk mengurangi emisi gas rumah kaca beserta tantangannya.
Pertemuan tersebut merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menekan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030 dari emisi Business As Usual (BAU), dan hingga 41 persen jika ada bantuan dan kerjasama internasional, seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada perundingan internasional the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) terkait perubahan iklim atau lebih dikenal Conference of Parties ke-21 (COP21) di Paris bulan Desember tahun lalu.
COP21 yang menghasilkan Kesepakatan Paris pun merupakan tonggak sejarah karena untuk pertama kalinya negara-negara di dunia bersatu dalam upaya global pengendalian perubahan iklim.
Kesepakatan Paris akan mengikat secara legal semua negara di dunia, termasuk Indonesia, untuk melakukan aksi penurunan emisi gas rumah kaca untuk pengendalian perubahan iklim.
Dalam Kesepakatan Paris, semua negara sepakat untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata bumi di bawah 2 derajat C dari kondisi masa pra-industri serta mengupayakannya agar tidak melebihi 1,5 derajat C.
Target pemerintah Indonesia tersebut tertuang dalam dokumen INDC (Intended Nationally Determined Contributions) yang mencakup beberapa sektor, yaitu energi (termasuk transportasi), proses industri dan pemanfaatan hasil industri, pertanian, limbah, serta Land Use, Land-use Change and Forestry (LULUCF) . Pelaku dari aksi penurunan emisi gas rumah kaca ini adalah semua pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat.
Sektor bisnis Indonesia, termasuk BUMN, selama ini memiliki peranan penting dalam pelaksanaan aksi dan juga dalam investasi bagi aksi mitigasi (pengurangan emisi gas rumah kaca), baik secara langsung melalui investasi bisnis rendah emisi ataupun melalui penyaluran dana.
Di sisi lain, dukungan pihak BUMN dalam aksi penurunan emisi dapat dilakukan melalui penyaluran pendanaan, yakni melalui "Program Bina Lingkungan."
Dalam diskusi itu juga disepakati, agar langkah penurunan emisi oleh BUMN-BUMN ini bisa dikoordinasikan secara komprehensif oleh Kementerian BUMN sehingga aksinya bisa lebih efektif dan signifikan. (ANT)