tirto.id - Kerajaan Safawi didirikan oleh Syah Ismail pada 1501 Masehi di Persia. Saat itu, Syah Ismail atau yang dikenal dengan nama Ismail I memproklamasikan dirinya sebagai raja atau shah di Tabriz. Ideologi Daulah Syafawi adalah Syiah Itsna Asyariah.
Sejarah lahirnya Daulah Syafawi berasal dari gerakan tarekat Safawiyah yang didirikan oleh Safi Al-Din di Ardabil, Azerbaijan (wilayah Rusia). Tarekat ini awalnya merupakan gerakan sufi. Namun, seiring, waktu, tarekat ini berubah menjadi gerakan politik yang militan di bawah pimpinan Syekh Junayd dan Syekh Haydar.
Kerajaan Safawi mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Abbas I. Namun, Dinasti Safawi akhirnya mengalami kemunduran dan runtuh karena berbagai faktor, seperti konflik dengan Kerajaan Utsmani serta dekadensi moral yang dialami para raja.
Masa Kejayaan Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Raja Abbas I (1587-1629 M). Raja Abbas I kala itu melakukan pembenahan administrasi dengan mengatur dan mengontrol pemerintahan dari pusat. Di bawah kepemimpinannya, Daulah Syafawi berhasil menangani gejolak kemelut dalam negeri. Langkah-langkah ini memberikan stabilitas politik yang signifikan terhadap kerajaan.
Dedi Supriyadi dalam buku Sejarah Peradaban Islam (2008) menyebutkan, stabilitas politik Dinasti Safawi pada masa Khilafah Abbas I memacu perkembangan di banyak bidang. Salah satunya terkait perekonomian. Titik balik perkembangan ini terlihat setelah Kepulauan Hurmuz berhasil dikuasai, sementara pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas.
Dengan dikuasainya bandar tersebut, salah satu jalur perdagangan laut antara timur dan barat yang diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis, berhasil dimiliki oleh Kerajaan Syawafi. Selain kemajuan dalam sektor perdagangan, Dinasti Safawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian.
Tradisi keilmuan pun terus berkembang pesat pada masa pemerintahan Raja Abbas I. Badri Yatim dalam buku Sejarah Peradaban Islam (2006) menjelaskan, hal tersebut ditandai dengan munculnya berbagai tokoh keilmuan. Salah satunya Baha Al-Din Syaerazi, yang merupakan seorang filsuf. Muhammad Baqir Ibnu Muhammad Damai, filsuf cum ahli sejarah dan teologi, juga termasuk di antaranya.
Kejayaan Dinasti Safawi dalam pengembangan ilmu pengetahuan pada masa pemerintahan Syah Abbas I juga tercermin dalam pembangunan fisik. Hal ini terbukti dengan dibangunnya 162 masjid dan 48 pusat pendidikan.
Pendirian lembaga-lembaga pendidikan tersebut sebagian besar dilakukan atas prakarsa anggota keluarga kerajaan. Beberapa di antaranya adalah Dilaram Khanun, nenek dari Syah Abbas II, yang mendirikan madrasah "Nenek Kecil" pada 1645 dan madrasah "Nenek Besar" pada 1647, serta masih banyak lagi.
Raja-raja Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi, yang berlangsung selama kurang lebih dua abad (1503-1722 Masehi) dipimpin oleh sejumlah khalifah, meliputi:
- Syah Ismail I (1501-1524 Masehi)
- Syah Tahmasp (1524-1576 Masehi)
- Ismail II (1576-1577 Masehi)
- Muhammad Khudabanda (1577-1587 Masehi)
- Syah Abbas I (1588-1628 Masehi)
- Safi Mirza (1628-1642 Masehi)
- Syah Abbas II (1642-1667 Masehi)
- Sulaiman (1667-1694 Masehi)
- Shah Husein (1694-1722 Masehi)
- Tahmasp II (1722-1732 Masehi)
- Abbas III (1732-1736 Masehi)
Penyebab Runtuhnya Dinasti Safawi
Kejayaan yang diraih pada masa pemerintahan Abbas I tidak dapat berlanjut. Akhirnya, pada periode 1736 Masehi, di bawah pimpinan Abbas III, Dinasti Safawi runtuh. A. Thohir dalam buku Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam Mencetak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam (2004), menjelaskan faktor penyebab runtuhnya Dinasti Safawi sebagai berikut.
1. Melemahnya pasukan Qizilbasy
Pada masa Safi Mirza dan Shah Abbas II, terjadi perubahan administrasi pemerintahan di beberapa provinsi yang kaya. Dari yang sebelumnya dikuasai oleh kelompok Qizilbasy, seiring waktu beralih kepemimpinan: langsung dikoordinasi pusat di bawah kepemimpinan shah.Kebijakan ini mengakibatkan melemahnya kekuatan Qizilbasy dan meningkatkan kekuatan Ghulam, yang tidak memiliki kemampuan tempur sebagaimana Qizilbasy. Kelemahan ini tidak segera diatasi sehingga meruntuhkan kekuatan kerajaan.
2. Konflik internal di kalangan keluarga istana
Di kalangan keluarga istana sering terjadi konflik yang berkaitan dengan perebutan kekuasaan. Tradisi penunjukan raja menciptakan adanya ketidakstabilan internal.3. Dekadensi moral
Faktor krusial yang terkait dengan runtuhnya Kerajaan Syafawi adalah dekadensi moral pada sebagian besar pemimpin Dinasti Safawi. Dekadensi moral para raja tersebut di antaranya adalah tindakan kejam Safi Mirza yang membunuh pembesar-pembesar kerajaan. Selain itu, ketidakpedulian Abbas dan Sulaiman terhadap kondisi kerajaan pun menyebabkan rakyat bersikap apatis terhadap pemerintah.4. Konflik berkepanjangan antara Dinasti Safawiyah dengan Kerajaan Utsmani
Konflik berkepanjangan dengan Turki Usmani tidak pernah reda. Hal itu melemahkan kekuatan Safawi. Kelemahan internal membuka peluang bagi musuh untuk merebut wilayah kekuasaan, seiring dengan banyaknya daerah yang memisahkan diri dan memberontak terhadap pemerintahan Safawi.Kombinasi faktor internal dan eksternal ini mengakibatkan kehancuran kerajaan Safawi. Pada 1736 M, kekuasaan Dinasti Safawi di Persia pun berakhir setelah dijatuhkan oleh Nadir Syah, seorang pemimpin suku Turki di Persia saat itu.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Fadli Nasrudin