Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Kerajaan Islam di Maluku Utara dan Sejarah Singkatnya

Sejarah kerajaan Islam di Maluku dimulai sejak abad 8. Kerajaan Tidore dan Ternate tumbuh, tapi hancur akibat konflik internal dan intervensi kolonial.

Kerajaan Islam di Maluku Utara dan Sejarah Singkatnya
Istana Kesultanan Tidore. wikimedia commons/fair use

tirto.id - Tanda-tanda kemunculan Islam di daerah Maluku dapat diketahui melalui naskah kuno seperti hikayat. Hikayat tersebut antara lain Hikayat Hitu, Hikayat Bacan, dan hikayat-hikayat lainnya.

Menurut M.S. Putuhena sebagaimana dikutip dalam bukuSejarah Masuknya Islam di Maluku (2012), masuknya Islam di Maluku Utara diperantarai oleh empat syekh dari Irak (Persia) pada abad ke-8 M. Keempat syekh tersebut yaitu Syekh Mansur yang mengajarkan Islam di Ternate dan Halmahera Muka. Syekh Yakub mengajarkan islam di Tidore dan Makian.Ssyekh Amin dan Syekh Umar mengajarkan Islam di Halmahera Belakang, Maba, Patani dan sekitarnya.

Proses pengislaman dilakukan melalui jalur atas dan bawah. Jalur atas yang dimaksud adalah proses pengislaman melalui penguasa saat itu. Sedangkan jalur bawah adalah proses pengislaman melalui usaha perorangan di tengah masyarakat.

Pada abad ke-15, raja Ternate (1465-1486) Kolano Kaicil Marhum telah memeluk Islam. Agama Islam kemudian terus menyebar dan dianut oleh berbagai lapisan masyarakat hingga kelembagaan kerajaan.

Agenda islamisasi terus tumbuh dan semakin mapan dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Maluku Utara. Kerajaan bercorak Islam yang ada di Maluku Utara yakni kerajaan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan.

Kesultanan Ternate

Kesultanan Ternate menjadi salah satu kerajaan Islam terbesar di Nusantara (1570-1610 M). Dikutip melalui jurnal berjudul Kesultanan Ternate dan Tidore (2017), Masyur Mulamo adalah raja pertama Ternate yang memerintah pada tahun 1257-1272 M.

Kolono Marhum menjadi raja Ternate pertama yang memeluk Islam setelah mendapat seruan dakwah dari murid Sunan Giri bernama Datu Maulana Husein.

Setelah Kolano Marhum wafat, ia digantikan oleh putranya, Zaenal Abidin, yang merupakan lulusan sekolah agama Islam Gresik asuhan Sunan Ampel. Pada masa inilah gelar kolano (raja) diganti menjadi Sultan.

Kesultanan Ternate mencapai masa keemasaannya pada pemerintahan Sultan Babullah. Tak hanya berhasil mengusir Portugis, Kerajaan Ternate juga berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke pulau Sulu, Filipina.

Ditandatanganinya perjanjian dengan VOC pada tahun 1683 oleh Sultan Sibori menandai tamatnya kedaulatan Kesultanan Ternate. Sejak saat itu, Kesultanan Ternate sepenuhnya dikendalikan oleh VOC.

Kesultanan Tidore

Raja Ciriliyati menjadi raja Tidore pertama yang memeluk Islam. Setelah masuk Islam, ia bergelar Sultan Jamaludin. Proses Islamisasi di Kesultanan Tidore difokuskan pada pembangunan madrasah dan masjid sebagai sarana pendidikan dan tempat ibadah rakyat.

Setelah Sultan Jamaludin wafat, kepemimpinan digantikan oleh putranya yaitu Sultan Mansyur. Pada masa ini, Tidore kedatangan bangsa Spanyol. Kehadiran Spanyol membuat Portugis tidak senang, dan berujung pada pergolakan.

Pergolakan tersebut terus dihadapi hingga beberapa pergantian masa jabatan Sultan. Tidak hanya pergolakan dengan Portugis, tetapi juga dengan Belanda.

Tidore kembali bangkit pada masa Sultan Kaicil Nuku yang memiliki gelar kehormatan “Sri Maha Tuan Sultan Syaidul Jihad Amiruddin Syaifuddin Syah Muhammad El Mabus Kaicil Paparangan Jou Barakati. Dalam masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Tidore mencakup hingga di Papuan bagian Barat, kepulauan Kei, kepulauan Aru, bahkan sampai di kepulauan Pasifik.

Pada tahun 1805 Sultan Kaicil Nuku wafat. Sultan-sultan penerusnya sering terlibat konflik dalam perebutan kekuasaan. Selain itu intervensi Belanda dakan setiap proses peralihan kepemimpinan di Kesultanan Tidore juga membuatnya semakin mengalami kemunduran.

Kerajaan Jailolo

Berdasarkan Nagarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca, kemungkinan Kolano (raja) pertama Jailolo adalah seorang perempuan yang menikah dengan Raja Loloda, sebuah kerajaan di bagian utara pulau Halmahera.

Diperkirakan pada pertengahan abad ke-13, Kerajaan Jailolo pernah berada di bawah kekuasaan Syarif, orang dari Mekkah yang juga merupakan adik dari Sultan Mendanao dan Sultan Borneo.

Setelah berdirinya kerajaan Ternate, eksistensi kerajaan Jailolo mulai terancam. Antara 1521-1550, Jailolo bersekutu dengan Tidore dan Spanyol melawan Ternate dan Bacan yang bersekutu dengan Portugis.

Pada tahun 1534, Katarabumi diangkat menjadi Kolano. Katarabumi memiliki kekuatan perang yang ditakuti bagi kerajaan Maluku lain. Sejak wafatnya Katarabumi, Kerajaan Jailolo tidak memiliki pemimpin yang cakap. Raja terakhirnya adalah Kaicil Alam yang wafat pada tahun 1684.

Kerajaan Bacan

Sebagaimana dikutip dalam Konflik dan Perubahan Sosial: Studi Sosiologi Politik di Maluku Utara (2006), menurut Kronik Bacan, Kerajaan Bacan diperkirakan berdiri pada tahun 1322 dengan Sultan Alauddin I sebagai sultan pertamanya.

Berdirinya Kerajaan Bacan dimulai sejak perpindahan Kerajaan Kasiruta ke Pulau Sekki (Bacan), karena terjadi perkawinan antara Boki Hongi (putri Sultan Alauddin I) dengan Patra Alam (putera Sangaji Samargalila).

Pada masa kepemimpinan sultan ke-13 yaitu Sultan Iskandar Alam, kerajaan Bacan mengalami masa-masa sulit salah satunya yaitu menghadapi penjajahan Hindia Belanda.

Belanda melakukan siasat tipu daya agar Sultan Iskandar Alam pergi meninggalkan Bacan dan kemudian mengangkat Marwan sebagai sultan ke-14. Sultan Marwan diangkat oleh Belanda sebagai boneka dalam upaya memperluas wilayah kekuasaan Kompeni Belanda.

Baca juga artikel terkait KERAJAAN ISLAM atau tulisan lainnya dari Shulfi Ana Helmi

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Shulfi Ana Helmi
Penulis: Shulfi Ana Helmi
Editor: Agung DH