tirto.id - Pada 14 September lalu Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengurusi Corona di sembilan provinsi selama dua pekan. Provinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Papua, dan Bali. Belakangan ditambah satu provinsi, Banten.
Di provinsi-provinsi inilah kasus Corona terus bertambah. Maka jika bisa dikendalikan, dalam skala nasional pun asumsinya pandemi dapat teratasi.
Dua pekan lalu tidak ada perubahan berarti. Lalu bagaimana setelah satu bulan?
Kasus baru terus menanjak, pun di provinsi yang sebetulnya relatif landai, kata ketua terpilih Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dedi Supratman kepada reporter Tirto, Kamis (15/10/2020).
Sampai 15 Oktober, total kasus di Indonesia mencapai 349.160 dan sempat memecahkan rekor penambahan kasus harian pada 8 Oktober, yaitu 4.850 kasus. “Itu menunjukkan belum ada ‘Luhut effect’ yang dapat menurunkan kasus,” kata Dedi.
Menurutnya Luhut lebih fokus meningkatkan layanan rumah sakit termasuk pengobatan pasien. Strategi ini keliru karena itu “bagian kuratif, bagian pengobatan. Hanya pasif menunggu kasus makin banyak baru diobati.” “Pak Luhut saya lihat belum memahami hal ini,” tambahnya.
Ia juga mengatakan Luhut kurang memperkuat puskesmas. Selama ini puskesmaslah ujung tombak pengambilan sampel dan tracing kasus. Memperkuat puskesmas “bisa jadi momentum untuk menurunkan kasus” yang jika tidak dilakukan “maka kasusnya terus meningkat.”
Dalam rapat pada 21 September lalu, Luhut menginstruksikan tiga hal kepada para gubernur. Pertama, meningkatkan protokol kesehatan; kedua, mempersiapkan karantina terpusat; dan ketiga, terkait manajemen perawatan di rumah sakit.
Masih Meningkat
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan Luhut diberikan tiga target utama. “Penurunan penambahan kasus harian; peningkatan angka kesembuhan; menurunkan angka kematian,” kata Wiku dalam konferensi, Selasa (15/9/2020).
Dalam dua sampai empat pekan sejak perintah keluar, kasus di 10 provinsi sebagian besar masih naik signifikan, berdasarkan data harian Satgas COVID-19. Perhitungan empat pekan itu dibagi menjadi pekan pertama, yakni tanggal 14-20 September; pekan kedua 21-27 September; pekan ketiga 28 September-4 Oktober; dan pekan keempat periode 5-11 Oktober.
Terdapat empat provinsi prioritas yang cenderung mengalami peningkatan kasus.
Pertama DKI Jakarta, provinsi dengan penyumbang kasus terbanyak se-Indonesia. Total kasus hingga 14 Oktober mencapai 90.266 atau 26,2 persen dari total kasus nasional. Pada pekan pertama terjadi penambahan kasus total 7.746. Jumlahnya meningkat pada pekan kedua menjadi 8.477 kasus. Dua pekan selanjutnya hanya menurun tipis yakni pekan ketiga total 8.409 kasus dan pekan keempat 8.113 kasus.
Begitu juga dengan angka kematian. Pada pekan pertama total kematian 150, pekan kedua menurun tipis pada angka 145 dan menurun signifikan pada pekan ketiga dengan total kematian hanya 69. Namun, pada pekan empat, jumlahnya kembali meningkat hampir dua kali lipat dibanding pekan sebelumnya: bertambah 134 kematian.
Pun demikian dengan kasus sembuh yang masih fluktuatif dan tak ada penambahan drastis. Pada pekan pertama tercatat 7.446 kasus sembuh, pekan kedua bertambah 8.080, pekan ketiga menurun jadi 7.909, dan menurun lagi menjadi 7.220. Di pekan terakhir tersebut tercatat masih ada 13.620 kasus aktif.
Kemudian Provinsi Jawa Barat. Pada pekan pertama tercatat hanya 2.445 kasus, kemudian melonjak di pekan kedua dengan 4.178 kasus. Terjadi penurunan pada pekan ketiga dengan 2.958 kasus, namun kembali melonjak pada pekan keempat dengan 3.333 kasus.
Angka kematian juga cenderung meningkat. Di pekan pertama tercatat 19 kematian, pekan kedua menurun jadi 17 kematian, pekan berikutnya melejit jadi 94 kematian dan pekan keempat 50 kematian.
Sementara kasus sembuh masih fluktuatif meski ada peningkatan signifikan di pekan terakhir. Tercatat pekan pertama ada 2.206 kasus sembuh, pekan kedua 2.947, pekan ketiga 1.249, dan pekan keempat 3.330.
Provinsi berikutnya adalah Jawa Tengah. Penambahan kasus baru menanjak di setiap pekan. Pada pekan pertama 1.771 kasus, pekan kedua 2.111 kasus, pekan ketiga 2138 kasus dan pekan keempat 2.626 kasus.
Catatan baiknya, provinsi ini memiliki tren positif dalam kasus kematian--angkanya cenderung turun dibanding pada dua pekan awal. Pada pekan pertama tercatat 107 kematian, pekan kedua 137, tetapi pada pekan ketiga turun menjadi 55 kematian dan 61 pada pekan keempat.
Sementara kesembuhan belum ada kenaikan signifikan selama empat pekan. Pada pekan pertama 1.904 kasus sembuh, pekan kedua 2.387, pekan ketiga 1.436, dan pekan keempat 1.565.
Provinsi yang dipimpin Ganjar Pranowo ini masih jadi perhatian. Saat memberikan keterangan pers, Kamis (15/10/2020), Wiku menyebut terjadi peningkatan kasus aktif dalam tiga pekan terakhir. Pekan pertama periode 27 September kasus aktif 22,49 persen, periode 4 Oktober menjadi 23,17 persen, dan naik lagi pada 11 Oktober menjadi 23,94 persen.
Peningkatan ini disebut Wiku karena adanya peningkatan tes yang masif--tanpa menyebut berapa peningkatan jumlah tes.
Kemudian provinsi terakhir, Papua, yang selama empat pekan terakhir tren kasus barunya meningkat. Pekan pertama 755 kasus, pekan kedua menurun jadi 694, dan dua pekan berikutnya naik: pekan ketiga 828 kasus dan pekan keempat 841 kasus.
“Pada evaluasi dua pekan sebelumnya Papua juga mengalami peningkatan. Ini artinya kasus aktif di Papua persentasenya meningkat selama empat pekan berturut-turut. Dan jika dilihat dari persentase kesembuhan, Papua juga mengalami perkembangan yang kurang baik,” kata Wiku.
Di luar empat provinsi tersebut ada provinsi Bali yang juga jadi perhatian karena tingginya kasus meninggal. “Persentase kematian di Bali terus mengalami peningkatan selama dua pekan terakhir,” ujarnya.
Pada 27 September persentase kematian di Bali 2,97 persen, pekan berikutnya 4 Oktober meningkat menjadi 3,11 persen, dan meningkat lagi pada 11 Oktober menjadi 3,17 persen.
Provinsi Lain
Terjadi penurunan atau grafik yang stabil di enam provinsi prioritas. Tetapi, terjadi tren peningkatan kasus di luar provinsi prioritas.
Berdasarkan catatan Satgas, dari lima provinsi dengan penambahan kasus tertinggi dalam sepekan per 29 September, dua provinsi yang mencatatkan kasus tertinggi merupakan provinsi non-prioritas. Masing-masing adalah provinsi Kalimantan Timur yang berada di peringkat ketiga dengan penambahan kasus sepekan 584 dan Sumatera Barat di posisi keempat dengan penambahan kasus sepekan 603.
Di pekan selanjutnya, penambahan kasus meluas ke provinsi lain. Per 4 Oktober lima penambahan kasus tertinggi nasional bukan berasal dari sembilan plus satu provinsi prioritas. “Lima besar provinsi dengan kenaikan tertinggi seluruhnya berbeda dengan pekan sebelumnya,” kata Wiku saat memberikan keterangan pers 6 Oktober lalu.
Lima provinsi dengan kenaikan kasus tertinggi yakni Maluku, naik 152 kasus; Riau naik 131 kasus; Gorontalo naik 107 kasus; Sulawesi Barat naik 99 kasus; dan Aceh naik 97 kasus.
Dari sembilan provinsi plus satu yang menjadi prioritas itu, Presiden Jokowi menilai hanya Jawa Timur dan Sulawesi Selatan yang berhasil menekan laju penularan.
Ia ingin delapan provinsi prioritas lain mencontohnya. “Saya minta tetap delapan provinsi prioritas dimonitor secara ketat kemudian tracing, testing, treatment, sehingga gap provinsi yang satu dengan yang lain terutama soal testing dapat kita kejar,” kata Jokowi, 12 Oktober.
Selain itu Jokowi juga meminta agar 12 kabupaten/kota yang rata-rata berada di provinsi prioritas dan memiliki kasus aktif lebih dari 1.000, menyumbang 30 persen kasus nasional, diprioritaskan penanganannya dalam dua pekan ke depan. Itu adalah Kota Ambon, Jakarta Utara, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Jayapura, Kota Padang, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Pekanbaru, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino