tirto.id - Pengendara kendaraan bermotor di Jakarta dituntut lebih taat aturan setelah uji coba sistem E-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) berlaku pada 10 titik sepanjang ruas Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan MH Thamrin.
Lewat kamera CCTV, Kepolisian Lalu Lintas dapat mendeteksi aktivitas pengemudi yang melanggar aturan. Mulai dari menggunakan telepon genggam saat menyetir, tidak menggunakan sabuk pengaman, melanggar batas kecepatan dalam kota 40 km/jam, hingga penggunaan plat nomor yang tidak tepat.
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menerapkan tilang elektronik menggunakan kamera berfitur tambahan mulai Senin (1/7). Sebelumnya, teknologi E-TLE terbatas pada fitur pelanggaran rambu, marka jalan, dan lampu lalu lintas.
Kepala Seksi STNK Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Arif Fazlurrahman, mengatakan fitur baru pada kamera tilang elektronik dapat menangkap gambar kendaraan yang melanggar lalu lintas. Kamera juga bisa mengidentifikasi kendaraan dan pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara.
"Hasil data kendaraan akan diberikan kepada petugas di TMC Polda Metro Jaya. Kamera tidak hanya menganalisis kendaraan yang melanggar, tapi seluruh aktivitas di ruas jalan tersebut," kata Arif.
Usai mendapati gambar kendaraan atau pengendara yang melanggar lalu lintas, petugas akan menerbitkan surat konfirmasi penilangan yang akan dikirimkan ke pelanggar selambat-lambatnya tiga hari setelah kejadian. Pengendara ini diberi waktu 14 hari untuk melakukan pembayaran denda.
"Setiap pelanggaran berbeda denda sesuai dengan aturan perundang-undangan, denda maksimal capai Rp750 ribu. Jika tidak membayar, maka sesuai ketentuan dalam undang-undang, kami melakukan pemblokiran pajak STNK," tambah Arif.
Ia menargetkan, penerapan E-TLE dengan teknologi baru akan mengurangi pelanggaran lalu lintas hingga 51 persen. Seperti diketahui, penilangan E-TLE dengan fitur lama yang terdapat di Simpang Sarinah dan Patung Kuda Jakarta Pusat, hingga November 2018 telah berkurang sebanyak 44 persen.
Total, Ditlantas Polda Metro Jaya telah memiliki 12 kamera tilang elektronik di kawasan Ibu Kota. Dua kamera diterapkan sejak 1 November 2018, sementara 10 kamera telah dipergunakan sejak 1 Juli 2019.
Dua belas kamera ini berada di kawasan Jalan Sudirman hingga Jalan MH Thamrin, yakni di JPO MRT Senayan, JPO MRT Semanggi, JPO Kemenpar, JPO MRT Kemenpan RB, Fly Over Sudirman, Simpang Bundaran Patung Kuda, Fly Over Thamrin, Simpang Sarinah, Simpang Sarinah Starbucks, dan JPO Plaza Gajah Mada.
Kecelakaan Semakin Menurun
Penggunaan kamera tilang elektronik jelas mempermudah pekerjaan polisi di lapangan. Petugas tak perlu lagi repot mengejar atau memberhentikan kendaraan yang melanggar lalu lintas. Ibaratnya, tinggal catat nomor kendaraan, foto kejadian sebagai bukti, surat tilang bisa dikirim kepada pelanggar.
Tak heran, penggunaan teknologi yang makin canggih mulai digemari di beberapa negara. Apalagi, kamera pengawas ini juga turut mengurangi jumlah kecelakaan bagi pengguna jalan di kawasan tersebut. Salah satu kota yang telah menerapkan teknologi canggih pada kamera pengawas jalan raya adalah New York, Amerika Serikat
Laman New York Times menyebutkan, dari tahun 2012 sampai 2016, angka kecelakaan di area sekitar terpasangnya kamera telah menurun 15 persen. Selama periode itu, angka kematian turun rata-rata 55 persen dan cidera parah turun 17 persen. Ke depan, rencananya kamera ini akan terus ditambah jumlahnya hingga lebih dari 2.000 kamera.
Hasil penelitian yang dilakukan London School of Economics and Political Science (LSE) juga menunjukkan hal serupa. Pada periode 1992 hingga 2016, kamera pengawas di jalan dapat mengurangi kecelakaan antara 17 sampai 39 persen dan kematian antara 58 hingga 68 persen dalam jarak 500 meter dari kamera.
Studi yang dilakukan Cheng Keat Tang, peneliti dari Departemen Geografi dan Lingkungan di LSE, menganalisis tabrakan saat sebelum dan sesudah kamera dipasang di 2.500 lokasi di Inggris, Skotlandia, dan Wales. Studi ini mengacu pada informasi yang dikumpulkan Departemen Transportasi dan dewan lokal di Inggris.
Dalam tulisannya ia mengatakan, menambah 1.000 kamera di jalanan Inggris dapat menyelamatkan 190 nyawa setiap tahun. Selain itu kamera-kamera ini juga mengurangi hingga 1.300 tabrakan dan 330 cidera serius.
"Studi ini dengan jelas menunjukkan bahwa kamera tilang mengurangi jumlah dan tingkat kecelakaan di jalan. Mengingat banyaknya kecelakaan fatal yang terjadi di jalan kami setiap tahun, pengenalan lebih banyak kamera dapat menyelamatkan ratusan nyawa setiap tahun dan membuat jalan lebih aman bagi pengguna,” imbuh Tang.
Lantas dengan munculnya kamera tilang elektronik, apakah pekerjaan polisi lalu lintas hilang? Jawabannya bisa iya, bisa tidak. BBC pernah menuliskan, usai menerapkan sistem yang hampir sama dengan E-TLE, jumlah polisi di Inggris dan Wales yang bertugas di lapangan mengalami penurunan.
Angka itu turun sekitar 23 persen dalam empat tahun. Pada Maret 2010, tercatat terdapat 5.635 polisi yang berada di jalan. Namun, pada Maret 2014, jumlahnya menjadi 4.356 petugas saja. Laporan itu juga mengatakan jumlah kejahatan turun hingga lebih dari seperlima kejadian.
Pete Williams, Head of External Affairs dari RAC, konsultan dan layanan otomotif yang berbasis di Inggris mengatakan jika tidak ada polisi di jalan, mereka yang melanggar aturan bisa saja lolos dan tak akan tertangkap. Terlebih, masih banyak juga orang yang suka bertingkah aneh atau membahayakan pengguna jalan lainnya.
"Kamera yang bagus mungkin dapat menangkap pengemudi yang melanggar batas kecepatan atau melanggar lampu lalu lintas. Tapi, untuk hal yang berhubungan dengan perilaku buruk di jalan, kita masih butuh polisi untuk menegakkan hukum,” ucapnya, masih dari BBC.
Masih Memiliki Celah?
Banyaknya kamera pengawas yang berada di jalan, membuat beberapa orang berusaha untuk mencari celahnya. Apakah kamera tilang elektronik bisa diakali?
Dilansir dari The Drive, para pengemudi biasanya akan menginjak rem untuk mengurangi kecepatan dan memasang sabuk pengaman sebelum melewati kamera pengawas yang terpasang di tiang atau lampu lalu lintas. Secara tradisional hal ini bisa saja dilakukan, sebab speed camera bakal memotret mobil Anda dengan flash tepat saat melewati kamera tersebut.
Namun, dengan teknologi Automated Number Plate Recognition (ANPR), kamera-kamera itu secara terus-menerus merekam mobil yang melintas dari satu titik ke titik yang lain dengan kecepatan rata-rata yang dihitung berdasarkan jarak yang diketahui. Bahkan, jika pengemudi sudah cukup melambat saat lewat di bawah kamera, kecepatan rata-rata di antara dua pos mungkin tidak akan banyak terdampak.
Sistem ini bisa dibilang mendorong pengemudi untuk menggunakan gaya berkendara yang lebih mulus dan lebih aman. Pengemudi harus untuk memperhatikan kecepatan mereka secara konstan dan selalu memperhatikan speedometer dalam jarak tertentu.
Perlu dicatat, speed camera dengan ANPR dan red light camera, serta kamera sensor lalu lintas, meski memiliki fungsi yang berbeda-beda, disebut dapat dipantau secara bersamaan oleh petugas. Artinya, pengemudi mungkin bisa lolos dari pantauan salah satu kamera,tapi bila salah satunya merekam kejanggalan bukan tak mungkin surat tilang juga bakal dikirim ke alamat sang pelanggar.
Meski begitu, canggihnya teknologi kamera tilang elektronik saat ini rupanya masih memiliki celah untuk diakali para pelanggar. Diberitakan The Telegraph, mereka menggunakan alat yang bernama laser jammers. Perangkat ini secara efektif dapat mencegah atau mengecoh kamera polisi dalam membaca kecepatan kendaraan Anda.
Walaupun ilegal, alat ini disebut masih bisa dimiliki pengemudi nakal di Inggris. Timothy Hill (67) salah satunya. Ia memperoleh alat tersebut lewat situs jual beli daring. Akhirnya, ia harus dihukum penjara selama delapan bulan dan dilarang mengemudi selama satu tahun karena menggunakan laser jammers saat mengendarai mobil untuk mengecoh speed camera.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara