tirto.id - Senin (10/12/2018) pagi pekan lalu, sekitar pukul 10.00, Fauziah mengendarai mobilnya, melintas di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Dia hendak ke rumah sakit di bilangan Bendungan Hilir untuk menjenguk saudaranya yang sakit.
Pagi itu jalanan ramai lancar. Langit cerah. Fauziah menyetir dengan tenang, dengan kecepatan di bawah 40 kilometer per jam. Dia tidak buru-buru. Beberapa kali sepeda motor dan mobil lain mendahului lajunya.
"Saya mau ke Bendungan Hilir lewat Sarinah, mau jenguk saudara," ujarnya kepada reporter Tirto, di Subdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Pancoran, Selasa (18/12/2018) kemarin.
Setelah menjenguk saudaranya, Fauziah--yang telah tiga tahun pensiun sebagai PNS--pulang ke rumahnya dan menjalani hari-hari seperti biasa.
Sampai beberapa hari kemudian, yang tak jelas diingat Fauziah tanggal pastinya, seorang kurir jasa pengiriman mengetuk pintu rumahnya dan memberikan amplop panjang berwarna cokelat. Fauziah terkejut mendapati amplop tersebut dikirimkan oleh Polda DKI Jakarta dan ditujukan kepada anaknya.
"Waktu itu saya belum berani buka. Saya mikirnya 'anak saya habis berbuat apa nih? Kok ada surat dari Polda segala,'" ujar Fauziah, yang tinggal di Jatinegara Timur.
Fauziah menunggu anaknya, Yurnalis Yunus, pulang kerja untuk membuka amplop tersebut. Ketika mereka buka, betapa kaget dirinya mendapati mobil yang digunakannya untuk menjenguk saudaranya beberapa hari sebelumnya terpampang dalam berkas foto di dalam amplop tersebut.
"Ada foto mobilnya. Ada tempat pelanggarannya," ujarnya.
Fauziah adalah satu dari ratusan pelanggar lalu lintas yang terekam kamera electronic traffic law enforcement (ETLE) yang telah mendapat vonis dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Penegakan hukum tilang dengan sistem ETLE telah berlaku sejak 1 November 2018 lalu.
Sebanyak 81 kamera CCTV dipasang di 25 titiktraffic light, antara lain di simpang traffic light Sarinah (4 kamera), simpang traffic light Al Azhar (3 kamera), dan simpang traffic light Bundaran HI (4 kamera).
Tak Menyangka
Selasa (18/12/2018) pagi, Fauziah bergegas menuju Dit Lantas Polda Metro Jaya. Di hadapan petugas Fauziah tak bisa membantah pelanggaran tersebut. Petugas Posko ETLE membeberkan bukti-bukti yang menerangkan bahwa Fauziah telah menerobos traffic light di Sarinah Thamrin.
Fauziah baru ingat, bahwa hari itu ia maju terlalu ke depan saat traffic light menyala merah, melewati zebra cross tempat pejalan kaki menyeberang.
"Kelewat dikit ke tengah perempatan," ujar Fauziah, menerawang ingatannya. "Saya enggak tahu kalau ada peraturan tilang elektronik, makanya kaget pas dapat surat."
Atas pelanggaran yang dilakukannya, Fauziah memilih membayar langsung ke BRI. Dia mengaku enggan mengikuti persidangan di PN Jakarta Pusat. Makan waktu, katanya.
Fauziah dikenakan denda maksimal sebesar Rp500 ribu, dengan rincian Rp200 ribu sebagai denda pokok dan Rp300 sebagai uang jaminan karena telah memilih membayarkan melalui bank dan mendapatkan blanko biru.
"Tapi katanya [petugas] tadi yang Rp300 ribu bisa diambil. Kalau mau, ambilnya ke PN Jakarta Pusat setelah jadwal sidang," ujarnya.
Fauziah mendapat jadwal sidang di PN Jakarta Pusat 4 Januari 2019. Namun karena dia memilih langsung membayarkan denda melalui BRI, dia tak berhak mengikuti sidang. Namun, jika ingin mengambil sisa uangnya yang Rp300 ribu itu, dia diperkenankan datang kembali setelah jadwal sidang ditetapkan.
Fauziah mengaku kapok melintas dengan kendaraan pribadi di Jalan Thamrin. "[Kalau ke Thamrin] saya mau naik angkot atau busway saja lah. Nyari uang susah," ujarnya.
Abdul Rohim, pelanggar lain yang reporter Tirto temui, juga tak menyangka bakal terkena tilang elektronik. Pria yang bekerja sebagai sopir pribadi ini juga kaget ketika mendapatkan amplop dari Polda DKI Jakarta.
"Datangnya ke rumah bos. Saya kan pake mobil dia. Dia juga bilang, 'kamu melanggar lampu merah,'" kata Rohim.
Rohim semula tak ingat kapan dan di mana pastinya ia melanggar lampu merah. Namun ketika amplop itu diterimanya, ingatannya perlahan bergulir. Di dalam amplop tersebut terdapat bukti foto kendaraannya sekaligus lokasi pelanggarannya. Rohim menerobos lampu merah di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, tanggal 10 Desember 2018.
"Kan lampu udah ijo, pas kita lagi jalan, baru sampe tengah, eh tahu-tahunya kuning. Kerekam dah," ujarnya.
Atas pelanggarannya tersebut Rohim memilih untuk langsung membayar ke BRI sebesar Rp500 ribu ketimbang memilih ikut sidang.
"Mana bos lagi liburan ke Eropa, kena nalangin dah," keluhnya.
Meski tak kapok, Rohim mengaku akan lebih berhati-hati ketika melintas di Jalan Thamrin.
"Kapok sih enggak. Cuma nurutin peraturan aja. Kalau merah ya berhenti. Kalau ijo ya jalan," katanya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abul Muamar