tirto.id - Dalam beberapa adegan film Hollywood, aksi petugas kepolisian merekam para pelanggar lalu lintas lewat rekaman CCTV maupun jepretan kamera di sudut-sudut jalan. Di dunia nyata, teknologi CCTV sudah lazim digunakan di negeri jiran seperti Malaysia dan Singapura untuk urusan tilang. Di Indonesia, teknik ini masih dalam tahap rencana dan uji coba.
Direktorat Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya akan melakukan uji coba sistem tilang elektronik atau e-tilang di Jakarta, mulai Oktober 2018. Dalam skema sistem tersebut, tangkapan gambar dari perangkat closed circuit television (CCTV) akan menjadi alat bukti untuk menjaring para pelanggar lalu lintas.
Polda Metro Jaya membidik ruas jalan Sudirman-MH Thamrin untuk dijadikan lokasi uji coba sistem tilang elektronik. Sejumlah kamera CCTV bakal dipasang di kawasan tersebut untuk menangkap gambar para pelanggar lalu lintas yang menerobos lampu merah, sepeda motor yang tidak menggunakan perangkat keselamatan, kendaraan yang tidak sesuai standar, dan lainnya.
Keberadaan perangkat optikal ini mengurangi beban kerja petugas kepolisian di lapangan. Mereka tidak perlu lagi mengawasi pengendara yang melanggar peraturan lalu lintas. CCTV juga membuat pengawasan lebih efektif, karena dapat dioperasikan selama 24 jam penuh.
Mekanisme tilang elektronik pun menjadikan proses penindakan lebih praktis. Data dari kamera CCTV terintegrasi langsung dengan back office traffic management control (TMC) Polda Metro Jaya untuk kemudian diverifikasi agar buat menghindari kekeliruan data. Pelanggar juga tidak perlu mengikuti persidangan seperti tahapan tilang yang berlaku saat ini, cukup membayar denda via bank.
Buat menjaga akurasi tangkapan gambar, Dirlantas Polda Metro Jaya menggunakan kamera dengan spesifikasi khusus yang mampu mengenali objek dengan baik dalam kondisi penerangan optimal, maupun saat gelap. Tingkat akurasi gambar dari kamera tersebut mencapai 90 persen.
Ada dua orientasi yang melatarbelakangi penerapan tilang elektronik menggunakan kamera CCTV, yakni mengurangi tindak pelanggaran lalu lintas, dan upaya meningkatkan nilai pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari denda tilang. CCTV diharapkan dapat menekan angka pelanggaran lalu lintas hingga 50 persen. Dengan adanya perangkat optikal tersebut, para pengendara harus tunduk pada segala peraturan lalu lintas jika tidak ingin dikirim “surat cinta” oleh kepolisian.
“Ini untuk mengubah budaya masyarakat serta cara pandang soal ‘diawasi’. Jika mengubah aturan itu gampang,” ujar Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusuf.
CCTV Tilang di Negara Lain
Aplikasi kamera sebagai instrumen pengawas lalu lintas bukan sesuatu yang teramat modern. Tengok saja negara tetangga, Malaysia yang sudah menggunakannya sejak 2012.
Pada medio 2012, Pemerintah Malaysia memberikan mandat kepada dua perusahaan swasta, Automated Traffic Enforcement System (ATES) sebagai penyedia perangkat kamera CCTV, dan Beta Tegap bertindak selaku pengelola sistem. Kedua firma privat tersebut mendapatkan jatah dari setiap denda pelanggaran lalu lintas yang masuk ke kas negara.
“Dalam kesepakatan, (uang sebesar) 16 ringgit Malaysia dibayarkan kepada dua perusahaan tersebut setiap satu kasus pelanggaran. Mereka juga menerima 50 persen dari pembayaran (denda),” ujar Menteri Transportasi Malaysia Anthony Loke kepada Edge Market dikutip Channel News Asia.
Kamera pengintai di sejumlah ruas jalan terbukti mengurangi pelanggaran lalu lintas di Malaysia. Dipaparkan dalam laporan penelitian berjudul “The Effectiveness of Automated Enforcement System in Reducing Red Light Running Violations in Malaysia: Pilot Locations”, disusun oleh Hawa Mohammed Jamil, Akmalia Shabadin, dan Sharifah Allyana Syed Mohamed Rahim dari Malaysia Institute of Road Safety Research (2014), jumlah pengendara yang menerobos lampu merah berkurang signifikan sejak dipasang kamera pengawas.
Tim peneliti mengobservasi kendaraan yang melintas di Jalan Ipoh Kuala Lumpur, Jalan Klang Lama Selangor, Jalan Siput, dan Jalan Pasir Putih sebelum kamera pengawas dipasang, serta enam bulan dan setahun setelah pemasangan kamera. Sebelum ada kamera, tercatat 4,29 persen dari 493.782 sampel pengendara menerobos lampu merah. Angka pelanggaran menurun menjadi 2,20 persen dari jumlah sampel yang sama setelah enam bulan pemasangan kamera. Setelah satu tahun, persentase pelanggar terpangkas menjadi 1,23 persen.
Namun, pada Agustus 2018 pengelolaan kamera pengawas lalu lintas di Malaysia menuai sengkarut. Pemerintah tidak memperpanjang kontrak kerja sama dengan ATES dan Beta Tegap. Sistem pemantauan pun diambil alih oleh Kementerian Transportasi.
Keputusan Kementerian Transportasi menghanguskan segala tunggakan denda pelanggaran lalu lintas yang terjadi sebelum 1 September menjadi kontroversi. Akibat kebijakan itu Pemerintah Malaysia kehilangan potensi penerimaan sebesar ratusan juta ringgit Malaysia.
“Ada 3,1 juta pelanggaran yang belum dibayar dendanya sampai Mei tahun ini. Jika dibayarkan jumlahnya mencapai 430 juta ringgit Malaysia,” sebut Anthony Loke dikutip dari Today Online.
Selain Malaysia, Singapura pun sudah cukup lama menggunakan beragam jenis kamera untuk mendeteksi pelanggaran lalu lintas. Pada 2015, Pemerintah Singapura memasang kamera digital untuk menggantikan kamera analog yang berfungsi menangkap penerobos lampu merah. Digitalisasi itu terbukti efektif. Melansir Today Online, jumlah pelanggaran dalam tiga bulan pertama penggunaan kamera digital mulai Maret sampai Juni 2015, jumlah pelanggar lampu lalu lintas menurun 83,5 persen.
Pemerintah Singapura juga menggunakan beberapa jenis kamera untuk menangkap pelanggar batas kecepatan. Ada fixed speed camera, kamera tanam yang dapat menangkap kendaraan pelanggar batas kecepatan sampai jarak 500 meter. Mobile speed camera juga disiapkan untuk ditempatkan berpindah-pindah. Kamera tersebut bisa menangkap 32 kendaraan yang melebihi batas kecepatan sekaligus dalam satu waktu. Selain itu ada jenis police speed radar camera yang juga digunakan untuk membidik kecepatan kendaraan.
Di Australia, pemerintah negara bagian Queensland memberdayakan beragam model kamera demi menekan jumlah kecelakaan karena pelanggaran lalu lintas. Ragamnya kurang lebih sama dengan yang digunakan di Australia, seperti fixed camera, mobile camera, red light camera, dan point to point camera yang digunakan untuk menentukan batas kecepatan di kawasan tertentu berdasarkan panjang ruas jalan dan rata-rata volume kendaraan.
Berdasarkan temuan Monash University yang dimuat dalam situs resmi pemerintah, penggunaan berbagai varian kamera mampu meredam 24-30 persen kecelakaan di Queensland sepanjang 2013-2015. Ada pengurangan sekitar 3.400 kasus kecelakaan per tahun dengan digunakannya kamera penangkap penerobos lampu merah dan pelanggar batas kecepatan.
Bagaimana dengan di Indonesia? kita tunggu saja aksi nyata dan efektivitasnya.
Editor: Suhendra