Menuju konten utama

Screen Touch ID sebagai Manifestasi Inovasi

Pemindaian sidik jari pada layar ponsel pintar diprediksi akan menjadi tren global di tahun-tahun mendatang

Screen Touch ID sebagai Manifestasi Inovasi
Vivo V11 Pro. FOTO/Dok. Vivo

tirto.id - Keunikan sidik jari, kata penulis Think Great, Be Great Lailah Gifty Atika, mendefinisikan keunikan tujuan dan misi manusia di bumi. Dan karena keunikan tak habis digali, dalam beberapa hal, mempelajari sidik jari juga bisa berarti merupakan sebuah pekerjaan yang abadi.

Dalam “Fingerprints: Analysis and Understanding” (2009), Mark R. Hawthorne menyebut penggunaan sidik jari telah ditemukan pada mumi-mumi di Mesir, sejumlah artefak di Mesopotamia, lukisan-lukisan goa di Nova Scotia, juga pada tembikar rusak di Palestina. Selain itu, merujuk pada temuan Sejarawan Cina Kia Kung-Yen, penggunaan sidik jari juga berlaku di Negeri Tirai Bambu sejak era Dinasti Tang (618 M-907 M). Kala itu, orang-orang membubuhkan sidik jari pada dokumen-dokumen bisnisnya.

Berabad-abad kemudian, tepatnya pada 1858, Sir William Herschel, hakim berkebangsaan Inggris yang bertugas di India, mewajibkan semua jenis dokumen kesepakatan dengan rakyat Bengali dibubuhi tanda tangan dan sidik jari. “Dia lebih melihat itu sebagai penghormatan atas tradisi setempat ketimbang kebenaran bahwa sidik jari benar-benar dapat membedakan seseorang dengan orang lain,” tulis Chantel Tatolli di Paris Review.

Pada 1870, saat menjabat sebagai anggota Paris Police Identification Bureau, antropolog sekaligus perwira polisi Perancis Alphonse Bertillon menerapkan antropometri—ilmu yang mempelajari ukuran tubuh manusia—sebagai alat untuk mengidentifikasi pelaku kejahatan (kebijakan ini disebut juga Bertillonase). Bertillon optimis bahwa metode yang ia gunakan untuk mengungkap pelaku kejahatan hasilnya akurat. Optimisme itu hanya bertahan hingga 20 Februari 1882: antropometri meleset saat menentukan seorang penjahat. Hal demikian membuat Bertillon berpaling pada sidik jari.

Novelis besar Amerika Serikat Mark Twain boleh dibilang punya andil dalam mempopulerkan sidik jari di ranah penyidikan lewat karyanya Life on the Mississippi (1883) dan Pudd’nhead Wilson (1894). Kedua novel tersebut bercerita mengenai suatu kasus yang terbongkar lewat sidik jari pelakunya. “Yang menakjubkan dari kedua novel itu adalah catatan dan pengetahuan Mark Twain soal sidik jari sungguh luar biasa,” kata Hawthorne.

Penggunaan sidik jari semakin luas dan beragam. Sepupu Charles Darwin, Sir Francis Galton, menggunakan sidik jari untuk mengetahui keturunan dan latar belakang ras individu. Dia sampai pada kesimpulan bahwa sidik jari tidak memberikan petunjuk yang kuat atas kecerdasan individu maupun sejarah genetika. Selain itu, secara ilmiah Galton berhasil membuktikan dugaan para peneliti sidik jari sebelumnya—antara lain Herschel dan Faulds—bahwa sidik jari seseorang otentik dan tidak berubah selama ia hidup.

Hingga kini, penelitian mengenai sidik jari, sekaligus temuan-temuan manusia yang didasarkan padanya, terus berkembang. Selain dalam kriminologi, pemindaian sidik jari juga dimanfaatkan berbagai bidang lain seperti psikologi dan teknologi. Dan industri smartphone, industri yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan orang-orang saat ini, turut memanfaatkan sidik jari sebagai salah satu fitur unggulannya.

Infografik Advertorial Lebih Pro Dengan V11 Pro

Screen Touch ID

Pengulas smartphone Jayaditya Chakrabarty menyebut fitur pemindaian sidik jari pada layar smartphone (under-display fingerprint scanner) diprediksi akan menjadi tren global di tahun-tahun mendatang.

Terkait hal itu, Vivo Mobile Indonesia pun secara resmi meluncurkan produk teranyarnya V11 Pro. Inilah smartphone pertama yang menerapkan fitur Screen Touch ID atau fingerprint scanner pada layar. Kita tahu, sebelum ada pada layar, fitur fingerprint biasanya ada pada tombol depan atau bagian belakang gawai. Screen Touch ID membuat V11 Pro semakin praktis.

Fitur fingerprint scanner dibuat berdasar sensor pemindai cahaya yang ditanamkan pada layar. Bekerjasama dengan Synaptics, Vivo mengembangkan fitur tersebut sejak awal 2017. “Kami berusaha menjawab tantangan industri untuk terus menghadirkan inovasi, dan menjadi brand yang selalu menghadirkan kejutan,” kata Edy Kusuma, General Manager for Brand and Activation PT Vivo Mobile Indonesia.

Selain Screen Touch ID, V11 Pro juga dilengkapi layar Ultra All Screen Super Amoled—dengan ukuran bezel pinggir yang tipis dan bentang layar lebih luas (rasio 19:9)—sehingga tampilan grafisnya lebih cerah dan jernih. Semua fitur itu menjadikan mobile streaming, gaming, dan fotografi via V11 Pro semakin menggembirakan.

Lebih jauh soal fotografi, V11 Pro—yang mengusung tagline Perfect Shot, Perfect Moment—dilengkapi juga dengan AI Selfie Camera dan Dual Rear Camera berbasis AI. Teknologi AI telah jadi kebutuhan niscaya bagi siapa pun yang menghendaki momen-momen pentingnya dalam hidup terabadikan dengan sempurna. Di luar itu, V11 Pro juga sanggup memberikan performa luar biasa yang didukung baterai dual-engine fast charging serta Dualcomm Snapdragon 660 + Ram 6 GB.

V11 Pro punya dua varian warna yang ciamik, yakni Nebula Purple dan Starry Black. Dengan lengkungan bodi 3D yang nyaman di tangan, desain V11 Pro tampak elegan. Karenanya, bagi kaum muda yang energik dan gemar mengekspresikan diri, ponsel ini layak menjadi pilihan.

Bila keunikan sidik jari mendefinisikan keunikan tujuan dan misi manusia di bumi—Anda boleh percaya atau tidak—kehadiran V11 Pro dan fitur Screentouch ID sejatinya mendefiniskan misi Vivo untuk terus berinovasi

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis