Menuju konten utama

Said Iqbal: Permenaker soal Pengupahan Harus Adil bagi Buruh

Pemerintah dinilai wajib mematuhi keputusan MK soal pencabutan 21 norma hukum, termasuk ketentuan pengupahan. 

Said Iqbal: Permenaker soal Pengupahan Harus Adil bagi Buruh
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan pidatonya dalam peringatan Tiga Tahun Kebangkitan Klas Buruh di Istora, kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2024). Partai Buruh menyatakan dukungan kepada presiden terpilih untuk masa bakti 2024-2029 Prabowo Subianto. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.

tirto.id - Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang dipimpin oleh Said Iqbal menyampaikan sikap resmi terkait rencana pemerintah dalam penyusunan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) tentang pengupahan. Said Iqbal menegaskan pemerintah perlu memastikan kebijakan pengupahan selaras dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan tetap mengedepankan keadilan bagi para buruh.

“Permenaker tentang upah minimum ini dalam tahap penyusunan, namun sayangnya ada indikasi kuat bahwa proses tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang telah mencabut pasal-pasal terkait pengupahan dalam Omnibus Law atau UU Cipta Kerja,” ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (5/11/2024).

Sebelumnya, putusan MK menyatakan bahwa beberapa norma hukum terkait pengupahan tidak sesuai dengan konstitusi dan harus dicabut. Oleh karena itu, KSPI mendesak agar setiap aturan turunan, termasuk PP Nomor 51 Tahun 2023, tidak lagi diberlakukan.

Dalam pandangan KSPI, pemerintah wajib mematuhi keputusan MK terkait pencabutan 21 norma hukum, termasuk ketentuan pengupahan yang diatur dalam pasal-pasal yang dinyatakan tidak berlaku.

“Putusan MK tidak dapat ditafsirkan secara sepihak, segala aturan yang didasarkan pada norma yang telah dicabut harus dihentikan,” tegasnya.

Said Iqbal juga mengkritik metode penyusunan Permenaker yang dinilai tidak memberikan ruang diskusi yang substansial bagi perwakilan buruh. Menurutnya, melalui pembicaraan virtual yang dilakukan selama ini, hanya memberikan kesempatan buruh untuk mendengarkan tanpa ruang negosiasi.

“Proses penyusunan kebijakan ketenagakerjaan harus melibatkan dialog substansial antara pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh sesuai prinsip tripartit yang ideal,” ujar Iqbal.

KSPI juga mengkritisi formula perhitungan upah minimum yang disebut menggunakan batas atas dan batas bawah dengan indeks tertentu. Formula ini dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

“Kami menolak penggunaan formula alpha atau indeks tertentu dalam perhitungan upah minimum yang tidak memiliki dasar undang-undang,” tambah Said Iqbal.

KSPI meminta agar Badan Pusat Statistik (BPS) tidak terlibat dalam pembuatan formula upah yang dapat mengurangi daya beli buruh. Kemudian, KSPI pun mengkritisi perubahan metode penentuan kebutuhan hidup layak (KHL) yang kini menggunakan Survei Biaya Hidup (SBH) oleh BPS.

Said Iqbal menegaskan bahwa metode SBH seharusnya tidak menggantikan KHL dalam menentukan upah minimum. Hal ini lantaran SBH lebih relevan untuk kebutuhan perusahaan, bukan untuk memenuhi kebutuhan dasar buruh.

Said Iqbal juga menekankan pentingnya upah minimum sektoral yang lebih tinggi daripada upah minimum regional (provinsi atau kabupaten/kota).

“Penetapan upah sektoral harus dilakukan di tingkat daerah oleh Dewan Pengupahan Daerah, bukan di pusat, agar mencerminkan kondisi sektor-sektor spesifik di setiap wilayah,” jelasnya.

KSPI menuntut agar gubernur tidak lagi memiliki wewenang untuk membatalkan rekomendasi kenaikan upah minimum yang diajukan oleh bupati atau wali kota.

“Keputusan MK sudah sangat jelas: Dewan Pengupahan Daerah wajib dilibatkan aktif dalam penetapan upah minimum, dan gubernur tidak boleh lagi membatalkan usulan daerah,” ujarnya.

Mengakhiri pernyataannya, Said Iqbal meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung untuk memantau secara ketat proses penyusunan Permenaker terkait upah minimum.

“Kami khawatir ada praktik kolusi dan korupsi dalam proses ini, terutama dengan hadirnya Apindo yang diduga memiliki pengaruh besar terhadap keputusan Menko Perekonomian. Transparansi sangat penting untuk memastikan kebijakan ini benar-benar berpihak kepada buruh,” tutup Iqbal.

Dengan ini, Partai Buruh dan KSPI berharap pemerintah segera memperbaiki proses penyusunan Permenaker dan memastikan bahwa kebijakan pengupahan ke depan berlandaskan keadilan dan konstitusi.

Baca juga artikel terkait PERMENAKER atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Irfan Teguh Pribadi