tirto.id - Sabyan Gambus sedang naik daun. Videonya berjudul "Deen Assalam" sudah ditonton 55 juta kali, dan sempat menduduki trending no 1. Popularitasnya mencapai puncak saat memasuki Ramadan 2018 ini.
Namun, popularitas Sabyan tidak diperoleh dengan instan. Mereka pernah dengan manggung tanpa dibayar atau hanya diupah dengan ucapan "terima kasih".
Kini, tiga tahun berlalu sejak Sabyan Gambus didirikan pada 2015, pemasukan grup musik yang mengawali karier dengan manggung di hajatan pernikahan tersebut naik berkali-kali lipat. Di awal kehadirannya, tarif mereka berkisar Rp3-4 juta sekali manggung.
Ayus, pemain keyboard Sabyan Gambus, mengatakan di Hitam Putih, 1 Juni lalu, bahwa grup musiknya sekarang dibayar Rp30 juta sampai Rp40 juta sekali pentas. Tidak hanya pemasukan yang meningkat, tawaran mementas juga diakui Ayus meningkat. Salah satu pendiri Sabyan Gambus ini mengatakan dalam sepekan grup musiknya hanya libur memanggung selama 2 hari.
Apabila jumlah pentas Sabyan Gambus dianggap tetap dalam sepekan, yakni sebanyak 5 kali, artinya dalam satu bulan Sabyan Gambus bisa memanggung sebanyak 20 kali dengan pemasukan sekitar Rp600 juta hingga Rp800 juta.
Biasanya Sabyan Gambus tampil lengkap enam personel, meliputi Nissa (vokalis), Ahmad Fairuz alias Ayus (keyboard), Sofwan Yusuf atau Wawan (perkusi), Kamal (darbuka), Tubagus Syaifulloh alias Tebe (biola atau gambus), dan Anisa Rahman (backing vokal).
Namun, Sabyan Channel, kanal Youtube yang dikelola Sabyan Gambus, juga kerap mengunggah video klip yang hanya menampilkan Nissa bernyanyi diiringi irama keyboard Ayus. Meski formatnya personelnya berbeda, sebagian besar lagu yang dimainkan Sabyan Gambus dapat digolongkan sebagai qasidah.
Nabiel A. Karim Hayaze, direktur Menara Center, menjelaskan semua lagu di Arab berasal dari syair yang terdiri dari dua jenis, syair biasa dan qasidah. Syair biasa biasanya berisi puisi-puisi percintaan. Sedangkan qasidah merupakan syair yang bernafas keislaman.
"Di Indonesia, kedua tipe syair itu dimainkan. Sebagian besar syair tersebut berasal dari Hadramaut," ujar Nabiel, yang juga peneliti budaya Arab.
Di luar panggung, Sabyan Gambus juga menjadi primadona. Sejak pertama kali diunggah di Youtube lima bulan lalu hingga Jumat (6/8/2018), video klip Sabyan Gambus berjudul "Ya Habibal Qolbi" telah ditonton sebanyak lebih dari 137 juta kali. Sedangkan video klip "Ya Asyiqol" dan "Rohman ya Rohman" ditonton sebanyak lebih dari 57 juta kali.
Asal-usul Arab
Istilah "Gambus" di Sabyan Gambus sejatinya merujuk pada alat musik petik bernama gambus yang jamak ditemukan di Malaysia dan Indonesia. Bentuknya mirip gitar, tetapi tabung resonansinya lebih lonjong. Gambus biasanya memiliki 4 sampai 6 senar.
Gambus diyakini berasal dari jazirah Arab sehingga ia juga kerap disebut kecapi Arab.
"Awalnya setiap pendatang (dari Arab) membawa alat musiknya sebagai bagian dari identitas," ujar Nabiel.
Namun demikian, Birgit Berg mengatakan dalam "Authentic Islamic Sound? Orkes Gambus Music, the Arab Idiom, and Sonic Symbols in Indonesian Islamic Musical Arts" (2011) bahwa tidak ada bukti definitif yang menyatakan bahwa gambus berasal dari Arab kecuali bahwa alat musik serupa juga dimainkan di Arab dan sejumlah naskah yang mencatat penggunaan gambus di komunitas pendatang Arab di nusantara sejak awal abad ke-19.
Para peneliti pun punya pendapatnya masing-masing mengenai asal-usul gambus. Etnomusikolog Belanda Jaap Kunst mengklaim kata gambus berasal dari alat musik gabbus yang jamak ditemukan di Afrika bagian timur. Kunst mencatat bahwa di Jawa awal abad ke-20 ada dua macam gambus: yang pertama berasal dari Hadramaut dan yang kedua berasal dari Hijaz.
Sedangkan Christian Poché, etnomusikolog yang banyak meneliti musik Arab, mengaitkan gambus dengan kecapi berleher pendek dengan tiga senar ganda dan satu senar tunggal yang disebut qanbus. Alat musik ini banyak ditemukan di semenanjung Arab bagian selatan dan tersebar secara luas di Asia Tenggara dan Afrika.
Kata gambus dan qanbus ditelusuri musikolog Curt Sachs dan Henry George Farmer berasal dari qopuz, kata dalam bahasa Turki. Sedangkan Sachs bersama musikolog Tilman Seebas menyatakan ada pengaruh Tionghoa dan Portugis dalam gambus.
"Gambus yang sering digunakan sekarang ini menyerupai 'ud, alat musik petik dari Mesir, sekalipun bermacam bentuk gambus ditemukan di kepulauan Indonesia dan sulit ditentukan sejarah gambus secara organologis," sebut Berg.
Orkes Gambus ke Sabyan Gambus
Achmad Albar dikenal sebagai salah satu vokalis legendaris di Indonesia. Pada 1973, dia bersama Ludwig Lemans, Fuad Hassan, Donny Fattah, dan Jockie Surjoprajogo membentuk band beraliran rock bernama God Bless.
Bersama God Bless, figur Achmad Albar meroket menjadi rocker mashyur di Indonesia. Tetapi, sebelum Achmad, sudah ada keluarganya yang terkenal terlebih dahulu, yakni ayahnya, Syech Albar.
Syech Albar lahir di Surabaya pada 1908. Dalam Dangdut Stories (2011), Andrew N. Weintraub mencatat orkes gambus semasa Syech Albar dilabeli gambus melayu. Katalog musik yang ditemukan Weintraub di salah satu radio di Surabaya memasukkan lagu “El iftitah marsch”, “Lativil roeh”, “Ellama”, “Waslel habib”, “Sadjija altarf" yang dibawakan Syech Albar dalam kategori extra Melayu.
Alwi Shahab dalam Saudagar Baghdad dari Betawi (2004) mengatakan Syech Albar merupakan musisi gambus yang paling kesohor. Suara dan petikan gambus Syech Albar tidak saja digemari di Indonesia tetapi juga di Timur Tengah.
"Jalan yang dirintis Syech Albar ini diikuti oleh pemuda-pemuda keturunan Arab di berbagai tempat di Indonesia. Sejumlah orkes gambus pun bermunculan, bukan hanya di Jakarta, tapi juga di Surabaya, Makassar, Palembang, Banjarmasin, dan Gorontalo. Pemainnya juga bukan hanya didominasi keturunan Arab, tapi juga penduduk setempat," ujar Shahab.
Menurut Nabiel, musik gambus mudah diterima penduduk di nusantara karena ia juga bagian dari syiar agama Islam. Dalam perkembangannya, musik gambus tidak hanya dimainkan orang-orang yang bukan keturunan Arab tetapi juga mendapat sentuhan lokal.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti