tirto.id - Dokter Afnizal geram. Ia sudah tak punya cara lain untuk mengungkapkan kebingungannya selain dengan mengunggah video ke media sosial. Isi video yang diunggahya terkait keluhan BPJS Kesehatan belum membayar tunggakan.
Afnizal adalah pemilik tunggal Rumah Sakit Harapan Bunda, Lampung Tengah. Di rumah sakit itu puluhan pasien berobat menggunakan BPJS. Namun, operasional rumah sakit kini terganggu akibat pembayaran dari BPJS tersendat.
“Kami berjuang di sini untuk menyelamatkan nyawa dan kami tidak memberhentikan cuci darah ini, walaupun kami tidak dibayar BPJS. Perlu diketahui sampai hari ini, 3 bulan RS kami belum dibayar BPJS, nilainya sekitar Rp10,7 miliar,” ungkap Afnizal dalam video yang direkam tanggal 5 Desember 2018 itu.
Afnizal mengaku bingung. Sejumlah peralatan cuci darah yang sekali pakai harus ia ganti. Namun, alat-alat itu tak bisa ia beli karena rumah sakit sudah tak punya biaya.
Ia meminta pemerintah turun tangan mengatasi masalah BPJS. Supaya pelayanan rumah sakit bisa kembali beroperasi secara normal dan tak terkendala biaya.
“Kami berharap pemerintah cepat kerja, bukan hanya kami,” tutur Afnizal.
Reporter Tirto sudah berusaha mengklarifikasi video tersebut kepada Afnizal dan manajemen rumah sakit. Namun, tujuh kali sambungan telepon yang kami lakukan tak digubris rumah sakit.
Dihubungi terpisah, Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf tak menampik BPJS punya tunggakan Rp10,7 miliar kepada RS Harapan Bunda. Namun, ia mengklaim mereka sudah membayar sebagian tunggakan.
“Faktualnya ketika beliau menyampaikan video itu kan ada pembayaran Rp1,8 miliar, terus tanggal 6 [Desember] ada pembayaran Rp1,5 miliar, jadi totalnya Rp3,3 miliar,” kata Iqbal saat dihubungi reporter Tirto.
Iqbal juga menyampaikan pada 3 Desember 2018, RS Harapan Bunda kembali mengajukan klaim asuransi untuk Bulan November. Namun klaim itu belum dicairkan karena masih dalam proses verifikasi.
Terus Berulang
Keluhan terhadap BPJS sebenarnya bukan hanya disuarakan Afnizal. Pada September 2018, manajemen RSUD Idaman Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, juga mengeluhkan hal serupa. BPJS menunggak Rp8,4 miliar.
Pada bulan yang sama, giliran Direktur Utama RS St Elisabeth Semarang Nindyawan Waluyo Adi yang mengeluh. Asuransi kesehatan milik pemerintah itu tercatat menunggak sebesar Rp13,2 miliar.
Total utang yang dimiliki BPJS hingga akhir 2018 diperkirakan mencapai Rp8,02 triliun.
Pada 24 September 2018, Kementerian Keuangan telah memberikan bantuan dana kepada BPJS Kesehatan yang berasal dari APBN senilai Rp4,99 triliun. Suntikan dana itu bakal bertambah menjadi Rp5,2 triliun pada akhir 2018.
Dana itu diberikan setelah Kemenkeu, Kemenkes, dan BPJS menggelar rapat membahas hasil review BPKP terhadap BPJS. Sehingga total anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk BPJS mencapai Rp10,1 triliun.
Hanya untuk Membayar Tunggakan
Menurut Iqbal Anas Ma’ruf, suntikan dana dari pemerintah digunakan untuk membayar tunggakan kepada rumah sakit. Dalam pencairan klaim tunggakan ini, Iqbal menyebut BPJS mendahulukan klaim yang diajukan lebih awal.
Karena itu, ia menampik jika BPJS disebut mengulur tunggakan kepada rumah sakit. “Kami tidak menunda-nunda pembayaran,” tutur Iqbal.
Iqbal optimistis suntikan dana dari pemerintah akan mampu menutup besaran utang di tahun 2018, terlebih selama tahun ini nasabah juga terus membayar iuran.
Sementara terkait strategi menghindari utang pada 2019, Iqbal menyebut, BPJS akan menggenjot target kepesertaan 95 persen dari penduduk Indonesia.
Situasi ini dimungkinkan karena mulai 1 Januari 2019, BPJS telah menjalankan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Nasional.
Pada pasal 16 ayat 1 beleid tersebut, presiden telah mengatur: “Bayi baru lahir dari Peserta Jaminan Kesehatan wajib didaftarkan kepada BPJS Kesehatan paling lama 28 (dua puluh delapan) hari sejak dilahirkan.”
Editor: Mufti Sholih