tirto.id - Penghentian 16 truk sampah milik Pemerintah Provinsi DKI oleh Dinas Perhubungan Kota Bekasi pada 17 Oktober lalu berbuntut panjang. Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhiyanto mengatakan apa yang mereka lakukan merupakan protes terhadap Pemprov DKI karena tak mencairkan uang hibah sebagaimana yang diatur dalam Perjanjian Kerja Sama Nomor 71 Tahun 2016.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kemudian menyanggah tuduhan dari pejabat kota tetangga itu. Menurutnya, tidak tepat jika pejabat Kota Bekasi mempersoalkan uang hibah (atau bahasa lainnya dana kemitraan) karena sifatnya memang tidak wajib.
"Ini bukan urusan persampahan. Kalau persampahan, sudah selesai kewajiban kami," ujar bekas Rektor Universitas Paramadina itu dengan penuh percaya diri, Ahad (21/10/2018).
Apa yang dinyatakan Anies benar belaka. Sejak pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang beralih dari swasta ke swakelola pada 2016, DKI-Kota Bekasi sepakat bekerja sama. Dalam kesepakatan yang diteken pada 26 Oktober 2016 itu, masing-masing punya hak dan kewajiban. Salah satu kewajiban Pemprov DKI adalah memberikan dana kompensasi ke Pemkot Bekasi.
Dana ini rutin diberikan sejak perjanjian kerja sama berlaku, dengan jumlah yang berubah-ubah sesuai dengan rumus yang telah ditetapkan, menyesuaikan dengan tonase sampah.
Dalam dokumen Kemitraan Provinsi DKI Jakarta dengan Kota Bekasi milik Biro Tata Pemerintahan Setda DKI Jakarta yang diterima Tirto, disebutkan kalau pada tahun pertama kerja sama, dana kompensasi cuma Rp35 juta.
Angkanya meningkat berkali lipat pada 2017 dan 2018, masing-masing Rp134.416.992.000 (Rp134,4 miliar) dan Rp138.549.833.000 (Rp138,5 miliar).
Duit ini dialokasikan ke empat pos anggaran utama: penanggulangan lingkungan (termasuk pembangunan saluran air di Bantargebang), pemulihan lingkungan (termasuk mendirikan puskesmas dan penghijauan), biaya kesehatan dan pengobatan, serta kompensasi dalam bentuk bantuan tunai untuk masyarakat di sekitar lokasi.
D samping dana kompensasi, ada pula dana kemitraan alias uang hibah yang juga diatur dalam perjanjian kerja sama. Namun beda dengan uang kompensasi yang dipakai untuk masyarakat yang ada di sekitar lokasi pembuangan sampah, peruntukan uang hibah lebih fleksibel. Bisa untuk pembangunan infrastruktur, misalnya.
Pos anggaran inilah yang dipersoalkan Pemkot Bekasi. Pada tahun ini mereka mengirim proposal yang isinya permintaan bantuan dana dengan jumlah Rp2 triliun lebih, tapi tidak cair. Anies menegaskan, permintaan bantuan keuangan tidak bisa diproses mengingat perinciannya yang baru diserahkan beberapa hari lalu, sementara dimintanya sejak Mei 2018.
"Mungkin tidak pemerintah memprosesnya tanpa ada perincian, hanya dengan gelondongan begini? Tidak mungkin. Saat diminta, perinciannya tak kunjung datang sampai akhirnya [baru diserahkan] pada 18 Oktober kemarin," ujar Anies.
Mengacu pada dokumen yang sama, sebetulnya baru kali ini dana hibah tidak turun. Bahkan pada 2015 atau ketika belum ada perjanjian kerja sama, DKI telah memberikan uang sebesar Rp98.148.000.000 (Rp98,1 miliar).
Dana itu digunakan untuk membangun sisi selatan Kalimalang (Rp60 miliar), melanjutkan pembangunan jalan dan jembatan Bojong Menteng dan Jatiasih (Rp8,1 miliar), serta pelebaran jalan dan pembangunan jembatan di sekitar Pintu Tol Bekasi Timur (Rp30 miliar).
Setahun setelahnya, cair dana hibah sebesar Rp151.500.000.000 (Rp151,5 miliar) yang dibayarkan melalui APBD 2016. Sejumlah proyek yang dibangun di antaranya pembebasan lahan dan pelebaran jalan Pasar Rebo Komsen-Jati Asih (Rp95 miliar), pembangunan sumur artesis (Rp25 miliar), dan peningkatan Jalan Cikunir (Rp4 miliar).
Sementara pada 2017, dana kemitraan yang disalurkan tercatat mencapai Rp248 miliar. Uang dipakai di antaranya untuk pembangunan Flyover Cipendawa (Rp100 miliar), Flyover Rawa Panjang (Rp107 miliar), dan pembangunan serta pelebaran jalan di Jatiwaringin Raya.
Ketika berita ini ditulis, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dan Anies Baswedan sedang rapat di Balai Kota DKI. Mungkin dengan pertemuan ini masalah bisa selesai, tapi juga bisa jadi tidak mengingat keributan ini bukan yang pertama.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Rio Apinino