tirto.id - Perdana Menteri India, Narendra Modi, saat ini tengah berpacu dengan waktu. Komitmen Modi untuk memberantas korupsi dan membasmi pengemplang pajak kian diuji menjelang dua tahun masa jabatannya. Hal ini selanjutnya mendorong Modi untuk mengumumkan kebijakan drastis pada Selasa, (08/11/2016) lalu: mengganti pecahan 500 rupee dengan uang baru serta menarik pecahan 1000 rupee dari peredaran.
Keputusan Modi memantik reaksi yang beragam dari masyarakat. Sebagian besar politisi dan pengusaha mendukung langkah Modi, sementara suara-suara yang menentangnya tidak begitu berpengaruh. Namun, di akar rumput, kebijakan ini seketika memicu kesibukan yang luar biasa di kalangan rakyat India.
Puluhan ribu warga India sejak minggu lalu berbondong-bondong mendatangi bank, ATM, atau tempat-tempat lain yang ditunjuk untuk menukarkan uang yang telah ditarik. Akibatnya, ATM-ATM mulai kosong dan tidak beroperasi lagi, sementara antrean panjang tampak mengular di depan bank-bank. Kondisi ini akhirnya memaksa pemerintah mengeluarkan aturan baru pada Senin, (14/11/2016), untuk meningkatkan uang yang beredar sehingga menghindari kepanikan di masyarakat.
Pemerintah India akan menambah mesin-mesin penukaran uang di seluruh penjuru negeri. Di sisi lain, pemerintah India juga memerintahkan bank-bank menghapus biaya transaksi lewat kartu debit maupun kredit untuk mengurangi beban transaksi tunai yang melibatkan uang-uang yang ditarik.
Demi mengantisipasi besarnya penarikan uang, Kementerian Urusan Ekonomi India bahkan sampai menaikkan ambang batas penarikan pecahan uang lama dari 20.000 rupee menjadi 50.000 rupee per minggu dan memastikan bahwa uang pecahan 2000 rupee sebagai pengganti sudah tersedia dalam dua hari ke depan.
Ada apa di balik langkah drastis Modi ini?
Upaya memerangi korupsi, pengemplang pajak, dan terorisme
Strategi penarikan uang ini, menurut Modi, dilakukan untuk memerangi empat hal sekaligus: korupsi, pasar gelap, pengemplang pajak, serta terorisme. “Strategi ini akan memperkuat peranan masyarakat dalam pertarungan melawan korupsi, pasar gelap, dan mata uang palsu,” tandas Modi kepada CNN.
Dengan menarik mata uang 1000 rupee—salah satu pecahan bernominal terbesar dalam sistem mata uang India selain 500 dan 2000 rupee—pemerintah India ingin memaksa agar semua uang “abu-abu” yang masih disembunyikan, baik di dalam negeri maupun luar negeri, supaya mengalir ke pasar dan bisa dideteksi.
Pemerintah India di bawah Narendra Modi selama ini menempatkan program pengampunan pajak untuk menarik uang-uang milik warga negaranya, baik ilegal atau legal serta di dalam atau di luar negeri, sebagai target utama. Namun, hasil yang diperoleh lewat program ini masih belum maksimal.
CNN mencatat India telah kehilangan potensi dana hingga mencapai 100 juta dolar AS akibat para pengemplang pajak, termasuk mereka yang menyembunyikan uangnya di luar negeri. Warga India yang taat membayar pajak pun hanya 2 persen dari seluruh populasinya. Hal ini terjadi karena sebagian besar warga India bekerja di sektor informal yang hampir tak tersentuh pajak.
Pemerintahan Modi mengungkapkan pihaknya telah berhasil meraup dana sebesar $9,8 miliar dari program pengampunan pajak yang baru saja berakhir awal bulan ini. Dari jumlah tersebut, sejumlah $4 miliar di antaranya langsung masuk ke pos pendapatan negara. Namun, jumlah tersebut relatif kecil dibandingkan populasi India yang sebesar 1,3 miliar jiwa.
Bandingkan dengan amnesti pajak Indonesia yang jumlah penduduknya 1/5 dari India. Indonesia bisa mengantongi dana yang jauh lebih besar. Hingga kini, yang masuk ke kas negara jumlahnya Rp98,3 triliun atau hampir 2 kali pemasukan yang didapat India. Lembaga audit negara di India menyatakan bahwa pemerintah telah gagal menarik dana pajak hingga $105 miliar dalam kurun waktu 2014 sampai 2015. Dari jumlah tersebut, sekitar 96 persen di antaranya bahkan diberi label “sukar dikumpulkan”.
India juga kesulitan untuk menarik pajak dari aset-aset warganya yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Pemerintah India memperkirakan bahwa aset ini dapat bernilai mencapai $500 miliar. Dalam dokumen Panama Papers yang bocor di awal tahun ini, sejumlah 500 warga India masuk di dalamnya.
Sementara itu, penarikan uang dengan nominal 500 rupee memiliki alasan yang tidak murni pertimbangan finansial. Penarikan uang 500 rupee dilakukan karena pemerintah mengendus upaya pemalsuan uang oleh kelompok “teroris lintas perbatasan” untuk membiayai aktivitas teror mereka.
“Terorisme adalah hal yang sangat menakutkan. Tetapi, apakah anda pernah berpikir tentang bagaimana para pelaku teror sampai bisa mendapatkan dananya? Musuh-musuh kita dari perbatasan selama ini menjalankan operasi mereka dengan menggunakan uang palsu. Metode ini sudah mereka jalankan sejak bertahun-tahun yang lalu,” papar Modi seperti dikutip Time.
Dari pernyataan tersebut, Modi secara tersirat menyindir keberadaan para militan yang didukung oleh negara tetangga mereka, Pakistan. Pakistan dituding terlibat aktif dalam memfasilitasi kelompok militan yang berkali-kali meneror wilayah India, khususnya di wilayah Kashmir yang hingga saat ini masih menjadi bahan sengketa antara kedua negara ini.
Pemberantasan korupsi juga menjadi salah satu alasan kunci diberlakukannya penarikan ini. Ketika Modi baru menjabat pada 2014, indeks korupsi India versi Transparency International berada pada peringkat 85 dari 175 negara dengan skor 38. Setahun kemudian, skor India masih bertahan di angka 38, meskipun peringkatnya naik menjadi 76 dari 175 negara. Itu berarti pemberantasan korupsi di India masih belum optimal.
“Korupsi dan pasar gelap adalah penghambat terbesar bagi perekonomian kita. […] Korupsi adalah musuh terbesar kita. Negara kita masih tercatat di posisi 70 dalam indeks korupsi global,” papar Modi dalam pidatonya saat mengumumkan program penarikan pecahan uang 500 dan 2000 rupee seperti dikutip The Hindu.
Kendala-kendala yang muncul
Terlepas dari target tinggi yang dipancang Modi, pemerintahnya akan menghadapi tantangan yang sangat besar dari segi pelaksanaan. Mayoritas penduduk India masih mengagungkan metode tunai dalam berbagai jenis transaksi mereka. Hal ini membuat jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat sangat besar.
Bank Sentral India (RBI/ The Reserve Bank of India) memperkirakan, saat ini terdapat sekitar 16,5 miliar rupee uang pecahan 500 yang beredar di masyarakat. Sementara itu, jumlah pecahan 1000 rupee yang beredar adalah sejumlah 6,7 miliar rupee. Mengganti uang-uang dengan jumlah sebesar itu tentu saja bukanlah tugas mudah, apalagi India berpenduduk 1,3 miliar dengan wilayah sangat luas.
Kesulitan ini tampak nyata di daerah pedalaman seperti distrik Almora. Berdasarkan pantauan Times of India, sebagian besar warga di Almora—yang sulit ditembus sinyal telepon—merasa kesulitan menjalankan kegiatan sehari-harinya akibat peraturan baru ini.
“Kemarin malam, saat saya bepergian dari Pithoragarh ke Almora dengan taksi, barulah saya merasakan dampak nyata kebijakan ini. Saat itu saya hanya membawa uang 500 rupee dan 1000 rupee. Sopir taksiku tidak mau menerima keduanya, dan saya tidak membawa uang lain. Saat saya ingin menukar uang di sebuah toko, si penjaga toko juga tidak mau menerima uangku,” papar Ramesh Dhami, seorang warga lokal Almora.
Kesulitan serupa juga dialami oleh Shanta Kumar, seorang buruh angkut asal Nepal di Almora. “Bos kami memberikan upah 500 rupee setiap kali kami mengangkut barang mereka. Uang itu berlaku di Nepal, namun kemudian keluargaku menghubungi pagi ini dan bilang kalau uang itu sudah tidak berlaku lagi,” keluhnya.
Namun, Modi tampaknya akan jalan terus. Ia sudah bertekad untuk menjalankan kebijakan ini, lengkap dengan berbagai retorika-retorika progresif yang digunakannya di depan rakyatnya. “Uang 500 dan 1000 rupee yang ditunggangi oleh semangat anti-nasional dan anti-sosial sebentar lagi akan berubah menjadi kertas yang tidak berguna lagi,” tandas Modi seperti dikutip Bloomberg.
Selain itu, Modi juga tak alpa untuk menghibur warganya yang terkena dampak kebijakan ini.
“Saudara-saudaraku sekalian, akibat dari kebijakan ini, kalian para warga negara yang jujur pasti akan mengalami kesulitan untuk sementara. Namun, pengalaman kita mengajarkan bahwa rakyat India akan selalu siap untuk berkorban dan menghadapi berbagai kesulitan demi manfaat yang lebih besar bagi negara kita,” tandasnya seperti dikutip New York Times.
Rakyat India saat ini sudah separuh jalan untuk melakukan pengorbanannya. Tugas Modi selanjutnya adalah ia harus secepatnya membuktikan pengaruh dari kebijakan ini terhadap perekonomian India.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Maulida Sri Handayani