tirto.id - Juru Bicara Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Sinulingga, meluruskan isu terkait banyaknya pendukung presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yang tiba-tiba menjadi komisaris dan komisaris utama perusahaan pelat merah.
Menurut Arya, orang-orang yang diangkat telah dipilih sesuai prosedur.
"Kita mengangkat komisaris itu yang kompeten dan prosesnya ada proper test dan dicarikan sesuai kebutuhan, dan latar belakangnya. Jadi, semuanya pasti oke-lah," ujar Arya saat ditemui reporter Tirto, Rabu (12/6/2024).
Arya juga menyoroti pengangkatan Grace Natalie sebagai Komisaris MIND ID, holding industri pertambangan Indonesia. Menurutnya, Grace adalah sosok yang kompeten dan dibutuhkan perusahaan.
"Grace Natalie sekarang di industri tambang. MIND ID itu membutuhkan orang yang paham mengenai media support, seperti [untuk menangani] kasus timah, kasus Antam. Itu butuh banget. Apalagi, ke depan soal Freeport, butuh orang yang paham mengenai media juga," ujar Arya.
Pemahaman mengenai media, menurut Arya, dibutuhkan agar pengawasan terhadap media juga menjadi lebih baik. Khususnya, untuk perusahaan tambang negara karena memiliki sederet permasalahan. Diketahui, Grace juga pernah bekerja sebagai jurnalis di salah satu media nasional.
"Kita butuh orang yang bisa men-support dan pengawasan sebagainya terhadap media," ujar dia.
Kemudian, Arya juga menyinggung anggota Dewan Pembina DPP Partai Gerindra, Simon Aloysius Mantiri, yang saat ini diangkat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), serta Dewan Pembina Gerindra, Fuad Bawazier, sebagai Komisaris Utama MIND ID.
"Enggak boleh pengurus partai politik sudah pasti. Enggak boleh anggota DPR. Beliau sudah mengundurkan diri dan beliau dulu di Komisi III," ungkapnya.
Arya juga menepis isu bahwa pendukung atau koalisi Prabowo-Gibran banyak yang diangkat jadi komisaris.
"Soal 02, BUMN itu adalah perusahaan milik pemerintah. Maka wajar kalau kita cari dari berbagai latar belakang dan latar belakang politik tidak menjadi larangan," ujar Arya.
Menurut Arya, perusahaan-perusahaan BUMN butuh dukungan politik di setiap kebijakannya karena ia berbeda dari perusahaan swasta.
"BUMN ini juga butuh dukungan politik, berbeda dengan perusahaan swasta. Kebijakan dan keputusan perusahaan besar di BUMN itu harus sesuai DPR loh," ujarnya.
"Mau merger ke DPR, mau holding ke DPR, mau IPO ke DPR, mau dibubarkan ke DPR, mau dapat PMN penugasan ke DPR. Jadi, banyak kebijakan di BUMN itu berhubungan dengan politik," imbuh Arya.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Fadrik Aziz Firdausi