tirto.id - Regulasi carbon capture and storage (CCS) atau yang dikenal sebagai salah satu sistem penangkapan karbon dioksida sempat dibahas calon wakil presiden (Cawapres), Gibran Rakabuming Raka pada debat cawapres di JCC, Jakarta, Jumat (23/11/2023) malam. Awalnya, Gibran bertanya kepada cawapres nomor urut 3, Mahfud MD terkait bagaimana regulasi CCS kepada Mahfud.
Mahfud pun menjawab, regulasi tidak harus spesifik satu per satu, kecuali proyek yang dijalankan sudah ada. Dia menuturkan membuat aturan itu sendiri harus dimulai dengan membuat naskah akademik.
Lantas Bagaimana Potensi CCS di Indonesia?
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Jodi Mahardi menuturkan regulasi CCS menjadi pendorong perekonomian di Indonesia. Sebab itu, pemerintah saat ini sedang menunggu Peraturan Presiden yang akan memperkuat aturan tersebut.
Tidak hanya itu, Indonesia saat ini memiliki strategi untuk menjadi hub penangkapan dan penyimpanan karbon. Salah satunya yaitu Tanah Air berdiri di garis depan era industri hijau dengan potensi kapasitas penyimpanan CO2 yang mencapai 400 hingga 600 gigaton di depleted reservoir dan saline aquifer.
Potensi itu memungkinkan penyimpanan emisi CO2 nasional selama 322 hingga 482 tahun, dengan perkiraan puncak emisi 1,2 giga ton CO2-ekuivalen pada tahun 2030.
Sebagai pelopor di ASEAN dalam penerapan regulasi CCS, dan pertama di Asia menurut Global CCS Institute, Indonesia telah membangun fondasi hukum yang kuat.
Regulasi ini termasuk Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang CCS di industri hulu migas, Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang nilai ekonomi karbon, dan Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang perdagangan karbon melalui IDX Carbon. Kita juga menuju penyelesaian Peraturan Presiden yang akan lebih memperkuat regulasi CCS.
“Dalam upaya mencapai Net Zero Emission pada 2060, Indonesia berambisi mengembangkan teknologi CCS dan membentuk hub CCS. Inisiatif ini tidak hanya akan menampung CO2 domestik tetapi juga menggali kerja sama internasional,” kata Jodi dikutip dari keterangan tertulis dikutip Tirto Sabtu (23/12/2023).
Lebih lanjut, CCS diakui sebagai 'license to invest' untuk industri rendah karbon seperti blue ammonia, blue hydrogen, dan advanced petrochemical. Pendekatan ini akan menjadi terobosan bagi perekonomian Indonesia, dengan membuka peluang industri baru dan menciptakan pasar global untuk produk-produk rendah karbon.
Sementara itu, MOU antara Indonesia dan ExxonMobil baru-baru ini mencapai investasi 15 miliar dolar AS dalam industri bebas emisi CO2. Sebagai perbandingan, proyek CCS Quest di Kanada membutuhkan 1.35 miliar dolar AS untuk kapasitas 1,2 juta ton CO2 per tahun.
Data ini menyoroti pentingnya alokasi penyimpanan CO2 internasional dalam memfasilitasi investasi awal yang besar untuk proyek CCS. Jodi juga menuturkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Timor Leste, dan Australia juga bersaing berupaya menjadi pusat CCS regional sebab itu penting bagi Indonesia untuk memanfaatkan kesempatan ini sebagai pusat strategis dan geopolitik
"Inisiatif ini diharapkan tidak hanya membantu Indonesia dalam mencapai tujuan lingkungan global, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inovatif," ungkap Jodi.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Intan Umbari Prihatin