tirto.id - Kim Jong Un dikenal sebagai pemimpin yang ditakuti oleh rakyatnya dan anti kritik. Selama menjabat sebagai orang nomor satu Korea Utara, dia kerap melakukan aksi provokasi dengan melepaskan sejumlah rudal balistik hingga memicu ketegangan.
Kim Jong Un mengambil alih kepemimpinan di Korea Utara ketika usianya baru 27 tahun. Pria kelahiran 8 Januari 1984 ini tampil sebagai pemimpin untuk menggantikan ayahnya, Kim Jong Il, sejak 2011 hingga sekarang.
Tidak lama setelah menjabat sebagai penguasa Korea Utara, Kim Jong Un langsung menunjukkan kekuasaan dengan tangan besi, termasuk percepatan program senjata nuklir yang berulang kali memicu perselisihan di semenanjung Korea.
Profil Kim Jong Un & Kenapa Ditakuti
Kim Jong Un menjadi pemimpin tertinggi Korea Utara setelah Kim Jong Il, sang ayah, meninggal pada Desember 2011. Kim Jong Un langsung menjabat sejumlah posisi penting mulai April 2012.
Di antaranya menjadi sekretaris pertama KWP (Korean Workers’ Party), Ketua Komisi Militer Pusat, serta Ketua NDC (National Defense Commission), sebuah otoritas paling tinggi di Korea Utara.
Sebelum tampil sebagai penguasa tunggal di negaranya, Kim pernah mengenyam pendidikan di International School of Berne, Gümligen, Swiss, serta Kim Il-Sung National War College di Pyongyang, selama periode 2002 hingga 2007.
Selain program nuklir, Kim Jong Un kerap memantik sejumlah kontroversi selama berkuasa. Seperti mengeksekusi Jang Song-Thaek, pamannya sendiri, pada Desember 2013. Padahal, Jang Song-Thaek merupakan orang dalam di lingkungan sekitar Kim Jong Il.
Kematian Jang Song-Thaek sebagai salah satu pejabat penting itu sekaligus menandai kegemaran rezim baru menyingkirkan para "oposisi" dengan cara eksekusi secara rutin.
Di luar masalah dalam negeri, Kim Jong-un mencoba memperbaiki hubungan diplomasi dengan Korea Selatan-AS ke dalam level yang paling baik.
Seperti dikutip BBC, pada April 2018 atau 7 tahun setelah menjabat, Kim Jong-un menemui Presiden AS kala itu, Donald Trump, dalam pembicaraan bilateral di Singapura terkait kesepakatan denuklirisasi Korea Utara.
Tidak lama kemudian, Kim Jong-un, Donald Trump, serta Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in turut menggelar pertemuan di kawasan DMZ (The Demilitarized Zone) yang selama ini memisahkan antara Utara dan Selatan.
Namun demikian, situasi positif tersebut nyatanya tidak bertahan lama. Januari 2020, Kim Jong-un mengumumkan dia telah mengakhiri "perjanjian" dengan AS terkait uji coba nuklir dan rudal jarak jauh, sembari memberikan peringatan akan adanya senjata strategis yang baru.
Korea Utara lalu mengklaim berhasil meluncurkan rudal balistik yang dianggap paling canggih, Hwasong-17 pada 24 Maret 2022. Senjata berjenis ICBM (Intercontinental Ballistic Missile) ini dapat menempuh jarak 15 ribu km lebih dan berpotensi menjangkau wilayah Amerika Serikat.
Sementara bagi rakyat Korea Utara, Kim Jong Un dikenal sebagai pemimpin yang anti kritik dan ditakuti. Menurut laporan Sky News sebagaimana penuturan salah satu warga Korea Utara yang meminta dirahasiakan identitasnya, kondisi kehidupan di wilayah tersebut menjadi lebih sulit dan tidak ada yang berani mengungkapkan kritikan di depan umum.
"Jika Anda mengkritik Kim Jong Un, Anda akan pergi ke kamp penjara dan tidak akan pernah kembali," ujar sang pembelot itu.
"Di Korea Utara, Anda dapat melakukan segalanya kecuali mengkritik keluarga Kim," sambungnya.
Ia menggambarkan, jika saja seseorang tertangkap kendati dalam kondisi bergelimang harta dan uang, hal tersebut tidak akan mampu menyelamatkannya. Bahkan, masih menurut keterangannya, situasi penjara Korea Utara tidak lebih baik daripada kehidupan seekor binatang.
"Ini sistem yang menakutkan. (Di kamp) Anda dipaksa untuk bekerja dan Anda hidup tidak lebih baik dari seekor anjing atau babi. Lebih baik mati saja," sambungnya.
Dalam hasil laporan Komisi Penyelidikan PBB untuk urusan HAM di Korea Utara tahun 2014, kejahatan terhadap kemanusiaan selama ini terjadi di negara tersebut adalah pemusnahan, pembunuhan, perbudakan, penyiksaan, pemenjaraan, pemerkosaan, aborsi paksa, serta kekerasan seksual lainnya.
Selain itu, penganiayaan atas dasar politik, agama, ras dan gender, pemindahan penduduk secara paksa, penghilangan paksa orang-orang dan tindakan tidak manusiawi yang secara sadar menyebabkan kelaparan berkepanjangan.
Salah satu rekomendasi nomor 81 halaman 15, OHCHR (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights) juga menyebutkan bahwa Korea Utara menampilkan atribut sebagai sebuah negara totaliter dengan kekuasaan 1 partai, dipimpin 1 orang, didasarkan pada panduan ideologi "Kimilsungisme-Kimjongilisme".
Penulis: Beni Jo
Editor: Alexander Haryanto