Menuju konten utama
News Plus

Pro dan Kontra Penugasan TNI Jaga Kejaksaan

Tugas TNI di kantor kejaksaan memperkuat sinergi antara dua lembaga, tapi dikhawatirkan langgar batas sipil-militer dan ganggu independensi hukum.

Pro dan Kontra Penugasan TNI Jaga Kejaksaan
Gedung Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. FOTO/kejari-jakartapusat.kejaksaan.go.id

tirto.id - Keamanan kantor kejaksaan di seluruh Indonesia kini menjadi domain dan tanggung jawab dari TNI (Tentara Nasional Indonesia -red). Hal itu ditegaskan dalam Surat Telegram Nomor ST/1192/2025 tanggal 6 Mei 2025 yang ditandatangani Mayor Jenderal Christian K Tehuteru selaku Asisten Operasi KSAD.

Surat Telegram tersebut menanggapi telegram Panglima TNI No TR/422/2025 yang bertanggalkan 5 Mei, alias terbit sehari sebelumnya. Dalam telegram tersebut, Jenderal TNI Agus Subiyanto mengerahkan seluruh personel dalam rangka mendukung pengamanan kejaksaan tinggi (Kejati) dan kejaksaan negeri (Kejari) di seluruh Indonesia.

Kepala Bidang Penerangan Umum (Kabidpenum), Pusat Penerangan TNI, Kolonel Laut (P) Agung Saptoadi, mengungkapkan bahwa telegram pengamanan kejaksaan sebagai bentuk tindak lanjut atas kerja sama resmi antara Tentara Nasional Indonesia dan Kejaksaan RI yang tertuang dalam Nota Kesepahaman Nomor NK/6/IV/2023/TNI tanggal 6 April 2023.

Dalam kerja sama tersebut, terdapat delapan poin yang disepakati antara TNI dan kejaksaan, yang salah satunya berbunyi; “penugasan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia”. Selain itu, TNI dan kejaksaan saling bekerja sama dalam bidang perdata dan tata usaha negara. Hal ini meliputi pendampingan hukum, bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi, penegakan hukum, serta tindakan hukum lainnya.

"Segala bentuk dukungan TNI tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan resmi dan kebutuhan yang terukur, serta tetap mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku," kata Agung dalam keterangan pers, Selasa (13/5/2025).

Apel pengamanan Pemilu 2024 di Banten

Sejumlah anggota TNI berbaris saat mengikuti apel pengamanan pemilu 2024 di Makorem 064/Maulana Yusuf Serang, Banten, Kamis (1/2/2024). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/aww.

Dia menegaskan bahwa TNI akan menjaga netralitas dan profesionalitas selama melakukan proses pengawalan kantor kejaksaan. Dirinya menyebut tugas pengawalan adalah bentuk pengejawantahan tugas pokok TNI sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

"TNI senantiasa menjunjung tinggi prinsip profesionalitas, netralitas, dan sinergitas antarlembaga," tambah Agung.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menegaskan bahwa keberadaan TNI di kantornya tidak akan mengganggu kerja dan fungsi jaksa dalam bidang hukum.

"Saya sampaikan bahwa fungsi perbantuan dukungan pengamanan oleh TNI lebih bersifat pada pengamanan yang bersifat fisik terhadap aset, gedung," kata Harli dikutip Antara, Rabu (14/5/2025).

kantor Kejaksaan Tinggi Jakarta

Kantor Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta di Jalan Rasunan Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2019). FOTO/Kasipenkum Kejati DKI Jakarta/pri.

Harli menyebut kehadiran prajurit TNI di kantor adhyaksa bukanlah hal baru. Sebelumnya, kejaksaan sempat meminta bantuan kepada Mabes TNI untuk mengerahkan prajurit bantuan pengamanan dasar di sejumlah kantor kejaksaan.

"Dengan adanya MoU, salah satu poinnya di situ adalah TNI dapat memberikan dukungan, perbantuan kepada pihak kejaksaan dalam menjalankan tugasnya," kata dia.

Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, mendukung pengerahan TNI di kantor kejaksaan. Menurutnya, kejaksaan saat ini memiliki beban kerja tinggi untuk mengimplementasikan Asta Cita dan visi misi Presiden Prabowo Subianto.

Terlebih, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Agung, menjadi ketua dan pelaksana Satgas Penertiban Kawasan Hutan, yang menurutnya punya beban dan tanggung jawab besar.

"Dalam konteks penegakan hukum institusi negara itu bisa dilibatkan, jadi aparat penegak hukum kemudian juga aparat TNI bisa dan dapat dilibatkan dalam konteks penegakan hukum," kata Nasir Djamil dalam wawancara cegat awak media, Rabu (14/5/2025).

Nasir menyebut pengamanan TNI di ranah sipil juga bukanlah hal baru. Dia menyoroti tugas baru TNI yang diberi kewenangan untuk mengamankan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Tugas ini sebelumnya menjadi kewenangan Kementerian Hukum.

Demi menjaga stabilitas antara TNI dan Polri, Nasir berharap kejaksaan juga mengajak Polri untuk mengamankan kantor mereka.

"Kalau kemudian mau juga diajak TNI-Polri untuk menjaga itu lebih baik lagi. Jadi TNI dan Polri menjaga, dan kemudian memastikan bahwa pendirian kawasan hutan ini berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh Presiden Prabowo Subianto," kata Nasir.

Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, tidak berkomentar banyak perihal pengamanan TNI di Kejaksaan. Dia menegaskan bahwa saat ini sinergitas TNI dan Polri semakin baik.

“Yang jelas sinergitas TNI dan Polri semakin oke,” kata Listyo Sigit dikutip Antara, Rabu (14/5/2025).

Ilustrasi tentara

Ilustrasi tentara. FOTO/iStockphoto

Tugas TNI Terkait Perang, Pengamanan Dalam Negeri Tugas Polisi

Ketua Komisi Kejaksaan, Pujiyono Suwandi, mengingatkan tentang batas-batas terkait tugas pengamanan TNI di kantor kejaksaan. Pujiyono berpesan jangan sampai TNI diberi kewenangan untuk ikut campur substansi kasus hukum yang sedang berlangsung.

"Maka kemudian butuh pengamanan, tidak sampai kemudian berpengaruh terhadap objektivitas independensi dalam progres penyidikan dan penuntutan," kata Pujiyono saat dihubungi Tirto, Rabu (14/5/2025).

Sementara Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyesalkan adanya upaya pengerahan TNI di kejaksaan. Melalui keterangan pers, pada Minggu (11/5/2025), Koalisi Masyarakat Sipil menilai bahwa perintah ini bertentangan dengan banyak peraturan perundang-undangan, terutama Konstitusi, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara dan UU TNI sendiri yang mengatur secara jelas tugas dan fungsi pokok TNI.

"Pengerahan seperti ini semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil khususnya di wilayah penegakan hukum," ujar Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, salah satu organisasi yang tergabung dalam koalisi.

Apel pasukan TNI pengaman Pemilu 2024

Sejumlah personel TNI mengikuti apel gelar pasukan pengamanan Pemilu 2024 di Kodam V/Brawijaya, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (1/2/2024). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/Spt.

Selain Amnesty International, beberapa organisasi seperti Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute juga termasuk dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Selain itu masih terdapat puluhan organisasi lainnya dari kelompok Lembaga Bantuan Hukum (LBH), jurnalis, dan kelompok masyarakat lainnya.

Dalam pernyataan bersama lintas organisasi masyarakat sipil, yang Tirto terima, mereka menekankan pada tugas dan fungsi TNI yang fokus pada aspek pertahanan dan tidak patut masuk ke ranah penegakan hukum.

"Apalagi, hingga saat ini belum ada regulasi tentang perbantuan TNI dalam rangka operasi militer selain perang (OMSP) terkait bagaimana tugas perbantuan itu dilaksanakan," tambah Usman.

Lebih lanjut Koalisi Masyarakat sipil menilai tidak ada urgensi untuk pengerahan personel TNI untuk pengamanan objek Kejati dan Kejari. Mereka mengatakan tidak ada ancaman yang bisa menjustifikasi mengharuskan pengerahan satuan TNI.

Pengamanan institusi sipil penegak hukum cukup bisa dilakukan oleh misalkan satuan pengamanan dalam (satpam) kejaksaan. Dengan demikian surat telegram itu sangat tidak proporsional terkait fungsi perbantuannya dan tindakan yang melawan hukum serta undang-undang.

"Catatan risalah sidang dan revisi yang menegaskan bahwa penambahan Kejaksaan Agung di dalam revisi UU TNI hanya khusus untuk Jam Pidmil (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer-red) ternyata tidak dipatuhi oleh Surat Perintah ini, karena jelas-jelas pengerahan pasukan bersifat umum untuk semua Kejati dan Kejari," bunyi salah satu pesan dalam keterangan resmi Koalisi Masyarakat Sipil.

Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, mencurigai pengamanan Kejaksaaan oleh TNI. Hendardi berpendapat bahwa kebijakan itu memunculkan pertanyaan tentang motif politik apa yang sesungguhnya sedang dimainkan oleh Kejaksaan melalui pelembagaan kolaborasi dengan TNI.

"Kejaksaan seharusnya memahami bahwa mereka merupakan bagian dari sistem hukum pidana (criminal justice system) yang mestinya sepenuhnya institusi sipil," kata Hendardi, kepada Wartawan Tirto, Rabu (14/5/2025).

Dibanding menempatkan prajurit TNI di kantor kejaksaan, Hendardi menyarankan panglima TNI untuk memberikan perhatian khusus pada revisi Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang sudah tidak sesuai dengan spirit rakyat (volks geists), supremasi sipil, dan supremasi hukum dalam tata kelola pemerintahan demokratis.

"Alih-alih menarik-narik terlalu dalam pada penegakan hukum di ranah sipil dengan memberikan dukungan dan bantuan pada Kejaksaan sebagai elemen sipil," kata Hendardi.

ilustrasi RUU TNI

ilustrasi RUU TNI, foto/istockphoto

Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyampaikan sejumlah mudharat apabila TNI dipaksakan menjadi bagian pengamanan kantor kejaksaan. Salah satunya adalah gesekan antara TNI dan Polri karena kewenangan dan kewajiban keduanya yang saling beririsan satu sama lain.

Walaupun tidak ada larangan secara spesifik dalam aturan hukum, demi kemaslahatan masyarakat, Fickar berpendapat, bijak bagi Panglima TNI untuk menarik prajuritnya dari tugas ini.

"Jadi TNI itu untuk perang bukan untuk jaga pos di dalam, ini merendahkan TNI. Penanggung jawab keamanan ketertiban dalam negeri itu Polisi. Jadi yang pas itu kepolisian," kata Fickar.

Dia meminta seluruh matra TNI, kejaksaan dan kepolisian untuk mau menjelaskan secara transparan mengenai kebijakan pengamanan. Hal itu demi mengantisipasi persepsi dan kecurigaan masyarakat kepada kejaksaan yang lebih memilih TNI dibanding Polri untuk menjaga kantor mereka.

"Jika kejaksaan tidak mau dijaga polisi, itu artinya ada apa-apanya, Jaksa Agung dan Kapolri harus bisa menjelaskan ini," kata Fickar.

Baca juga artikel terkait TNI atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - News Plus
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Alfons Yoshio Hartanto