Menuju konten utama

Presiden yang Mewujud dalam Akting Sang Aktor

Memerankan presiden sekaligus tokoh besar dalam sejarah bukanlah tugas gampang. Daniel Day-Lewis yang memerankan Lincoln, Morgan Freeman yang jadi Nelson Mandela, dan Ario Bayu pemeran Sukarno, pernah mengalaminya. 

Presiden yang Mewujud dalam Akting Sang Aktor
Cuplikan adegan dalam film tentang Presiden Amerika Serikat "Lincoln". Foto/David James

tirto.id - Memerankan Abraham Lincoln di film Lincoln (2012) karya sutradara Steven Spielberg membuat Daniel Day-Lewis diganjar penghargaan aktor terbaik di Academy Awards. Sebelumnya, Day-Lewis juga telah memenangi penghargaan yang sama untuk film My Left Foot (1990) dan There Will Be Blood (2008).

Pria kelahiran Inggris itu memang terkenal cermat dan sering membenamkan diri ke dalam peran yang akan dimainkannya. Ia bahkan menghabiskan waktu setahun untuk mempelajari biografi Lincoln, mulai dari tulisan hingga foto-foto.

Bukan hanya usaha teknis, Day-Lewis juga masuk ke karakter dengan membangun sugesti bahwa dirinya adalah Lincoln. Dengan begitu, ia bisa menciptakan ilusi dan membiarkan dirinya masuk sepenuhnya ke dalam karakter sang presiden.

Kepada ABC News, ia mengaku telah membenamkan pengalaman itu ke dalam dirinya dan berharap karakter Lincoln akan tetap bersamanya selamanya.

Kepiawaiannya membawakan karakter Lincoln juga diakui oleh Spielberg. Di tangan Daniel, Lincoln benar-benar hidup dan terlihat nyata, katanya.

Spielberg juga mengaku tak akan berani membuat film itu tanpa kontribusi Daniel, ia bahkan mengaku merayu sang aktor dengan berbagai macam cara agar mau bermain di film itu. Sebelumnya peran itu memang hendak dimainkan oleh Liam Neeson, tapi Liam merasa sudah cukup tua dan meminta Spielberg mencari penggantinya.

Setelah mencari berbagai macam, Spielberg akhirnya diselamatkan oleh Leonardo DiCaprio. Saat sedang makan malam bersama, Spielberg mengatakan kepada Leo bahwa ia menginginkan Daniel bermain di filmnya.

Namun sehari berikutnya Leo menelepon dan berkata: “Ambil nomor ini. Itu nomor ponsel Daniel Day-Lewis dan ia mengharapkan panggilan Anda.”

Spielberg mengatakan bahwa mendapatkan Day-Lewis sebagai pemeran Lincoln adalah hal yang membuatnya berani membuat film itu, selain karena ia mendapatkan skenario berdasarkan buku karya Doris Kearns Goodwin.

Buku itu berpusat pada kehidupan dan perjuangan Lincoln saat meloloskan Amandemen ke-13 untuk menghapus perbudakan dan mengakhiri perang saudara. Spielberg meminta Tony Kushner untuk menjadi penulis skenarionya.

Ia juga mengaku telah berkenalan dengan karakter sang presiden sejak kecil, terutama saat mengunjungi Memorial Lincoln. "Yang saya lihat adalah raksasa [patung]. Saya tidak pernah lupa pengalaman itu. ... Aku merasa dia sedang melihat langsung ke arahku," katanya.

Membuat Lincoln adalah pengalaman tersendiri bagi Spielberg. Kisah-kisah heroik itu membuatnya semakin mencintai negara sekaligus mengenang Lincoln sebagai patriot setia. Bagi Spielberg, Lincoln adalah manusia spektakuler dan berani melakukan hal-hal yang memuliakan.

Mengangkat sebuah film biografi sejarah memang tak lepas dari kritik. Dalam sebuah wawancara di NPR, sejarawan Eric Foner menjelaskan bahwa Lincoln pernah berpidato dengan mengatakan perbudakan itu salah. Meski demikian, Lincoln tidak benar-benar tahu apa yang harus ia lakukan. Ia bahkan pernah berniat membebaskan seluruh budak dan mengirim mereka ke Liberia untuk kembali ke tanah asal mereka.

Foner mengatakan pidato Lincoln melambangkan pandangannya dalam melawan perang saudara dan perbudakan, tapi dia tidak benar-benar tahu bagaimana melakukannya. Pada titik ini, Lincoln tidak benar-benar melihat orang-orang kulit hitam sebagai bagian intrinsik dari masyarakat Amerika.

“Mereka adalah kelompok terasing yang telah tercerabut dari masyarakat mereka sendiri [...] Kirim mereka kembali ke Afrika,” kata Lincoln.

Mereka yang Memerankan Presiden

Selain Daniel Day-Lewis, Morgan Freeman juga pernah memerankan sosok presiden: Nelson Mandela. Freeman sendiri mengatakan dirinya memerankan Mandela di film berjudul Invictus (2009) itu dengan sangat baik.

"Kami melakukan pekerjaan yang baik menciptakan kembali dan membawa dia [Mandela] kembali," kata Freeman seperti dikutip Telegraph.

Film yang disutradarai Clint Eastwood ini menceritakan peran Mandela seputar Piala Dunia Rugby 1995 pasca-apartheid Afrika Selatan yang menyatukan orang kulit hitam dan kulit putih.

Terkait dengan aktingnya, aktor Afrika Selatan Patrick Mofokeng yang memerankan pengawal Mandela dalam film itu mengatakan Freeman adalah orang yang sempurna untuk menggambarkan Mandela.

"Itu adalah pengalaman yang luar biasa di bagian film ini. Saya tidak berpikir ada orang lain yang akan mampu memainkan peran Nelson Mandela selain Morgan Freeman. Dia adalah Mandela," kata Mofokeng.

Dalam tulisannya di majalah Time, Freeman merasa bersyukur bisa memerankan Mandela sebagai orang yang berjuang melawan ketidakadilan di negaranya. Mandela pernah dikirim ke penjara selama 27 tahun. Setelah bebas ia menjadi Presiden terpilih Afrika Selatan secara demokratis dan mengubah lanskap politik di negaranya.

Infografik Film Presiden

Memerankan seorang presiden juga pernah dirasakan oleh aktor Indonesia, Ario Bayu. Ia mengaku berat saat memerankan Presiden sekaligus Bapak Proklamator Indonesia, Sukarno dalam film berjudul Soekarno: Indonesia Merdeka! (2013) karya sutradara Hanung Bramantyo.

"Berat. Saya belum pernah memerankan figur seseorang [tokoh sejarah]. Biasanya karakter yang saya ciptakan sendiri," kata Ario seperti dikutip Antara.

"Saya ingin memperlihatkan Sukarno sebagai manusia. Dia bisa menaklukkan kekurangan-kekurangannya dan menjadi tokoh nasional," lanjutnya.

Untuk mendalami aktingnya, Ario mengaku melihat sejumlah rekaman video saat Soekarno berpidato guna memperhatikan gaya tubuh. Selain itu ia juga membaca sejumlah buku-buku yang disarankan sang sutradara, yakni Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams, Di Bawah Bendera Revolusi karya Sukarno, dan sebuah buku mengenai Sukarno karya Lambert Giebels.

Sebagai sutradara, Hanung juga mengaku telah melakukan riset baik melibatkan sejarawan dari Yayasan Pendidikan Soekarno mampun sejarawan independen guna mengetahui sosok Soekarno secara objektif.

Melalui referensi-referensi itu, Hanung ingin menggambarkan sosok Bung Karno sebagai tokoh yang memiliki kekurangan dan kelebihan: "Hero kita bukan sosok yang sempurna. Tapi dengan kekurangannya itu, dia fight," tutur Hanung kepada Antara.

Baca juga artikel terkait ABRAHAM LINCOLN atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Film
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Maulida Sri Handayani