tirto.id - Babak baru kasus suap dan perintangan kasus dengan tersangka Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, dalam perkara Harun Masiku kini memasuki arena praperadilan. Kubu Hasto melayangkan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan termohon Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kubu Hasto menolak penetapannya sebagai tersangka dalam kasus rasuah suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 dengan tersangka utama sekaligus buron, Harun Masiku.
Agenda lanjutan sidang praperadilan pada Jumat (7/2/2025) membuat perkara Hasto-Harun Masiku menjadi semakin pelik. Persidangan praperadilan perkara Hasto dipimpin hakim tunggal Djuyamto. Sidang praperadilan Hasto sempat tertunda karena pihak KPK mangkir pada bulan lalu dan baru diteruskan pada pekan pertama Februari 2025.
Dalam kesempatan itu, dihadirkan dua orang saksi pihak pemohon, yakni terpidana suap pengurusan PAW anggota DPR 2019-2024, Agustiani Tio Fridelina, dan Staf Kesekretariatan PDIP, Kusnadi.
Kusnadi membantah tudingan bahwa dirinya turut membantu mengaburkan jejak keterlibatan Hasto. Dia juga menyanggah pertanyaan-pertanyaan dari tim hukum KPK.
Tim Hukum KPK dalam persidangan itu menanyai Kusnadi perihal percakapan WhatsApp yang memuat instruksi menenggelamkan ponsel miliknya yang diduga dikirim Hasto. Kusnadi membantah bahwa isi percakapan tersebut adalah perintah menenggelamkan ponsel, meski mengakui sudah ditunjukkan bukti percakapan WhatsApp oleh penyidik KPK saat pemeriksaan.
Kusnadi malah mengaku lupa isi percakapan WhatsApp yang ditunjukkan penyidik KPK. Dia bersikukuh tidak pernah menenggelamkan ponsel sebab hanya pernah diminta untuk melarung pakaian. Dia menyatakan bahwa perintah “melarung” itu datang dari partai.
Melarung pakaian, klaim Kusnadi, adalah kebiasaan yang dilakukannya ketika mendampingi Hasto usai melakukan ritual doa.
“Saya itu abis dari, biasa Pak, kalau di Bali kita namanya melukat. Kalau abis melukat, saya itu harus buang baju. Begitu Pak,” kata Kusnadi dalam persidangan, Jumat.
Konteks kesaksian Kusnadi adalah membantah temuan penyidik KPK bahwa Hasto terlibat perintangan pengusutan kasus Harun Masiku dengan cara memerintahkan Kusnadi merendam ponsel.
Sementara itu, Agustiani Tio Fridelina memberikan kesaksian bahwa dirinya pernah diancam oleh penyidik KPK saat pemeriksaan. Bekas anggota Bawaslu itu juga mengklaim ditawari uang Rp2 miliar oleh orang tak dikenal agar menjawab jujur ketika diperiksa oleh penyidik KPK.
Agustiani pun merasa diancam dan diintimidasi oleh penyidik KPK karena kembali dipanggil dan diperiksa dalam perkara Harun Masiku.
Agustiani kembali diperiksa KPK pada 6 Januari 2025 setelah Hasto ditetapkan sebagai tersangka suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku. Dia mengaku mengalami trauma usai menjalani proses hukum berulang-ulang dalam kasus ini.
Dalam pemeriksaan itu, Agustiani mengaku bahwa penyidik KPK membentaknya dan melakukan intimidasi.
Sebagai informasi, Agustiani merupakan salah satu terpidana kasus Harun Masiku yang telah rampung menjalani kurungan penjara. Selain Agustiani, terpidana lain dalam kasus ini adalah Saeful Bahri dan Wahyu Setiawan yang sama-sama sudah menerima vonis dan menjalani hukuman.
“Saya empat tahun [dipenjara] itu berat. Terus dia [penyidik] bilang, ‘Bukan berarti Bu Tio tak bisa lagi loh saya tambah hukumannya, Bu Tio tahu kan Pasal 21 [KUHP]. Bu Tio bisa saya kenain Pasal 21,” ucap Agustiani menirukan perkataan penyidik KPK saat diperiksa bulan lalu.
Kecakapan KPK Diuji
Kesaksian Agustiani dan Kusnadi tak ayal membuat kasus Hasto dalam perkara Harun Masiku ini menjadi semakin runyam. Kesaksian mereka berdua membuat KPK harus bekerja lebih keras. Jika KPK gagal meyakinkan hakim dengan bukti-bukti yang kuat, bukan tidak mungkin Hasto akan terbebas dari tudingan.
KPK pun beberapa kali kalah dalam praperadilan ketika sudah menetapkan tersangka. Belum lama ini, bekas Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor alias Paman Birin, berhasil lolos usai menang praperadilan dari KPK.
Selain itu, ada Eddy Hiariej yang juga menang praperadilan melawan KPK ketika disangka dalam kasus suap dan gratifikasi. Eddy kini bahkan kembali menjabat posisi wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih.
Jika Hasto menang praperadilan dan lolos dari jerat tersangka, bukan tak mungkin kepercayaan publik terhadap KPK akan semakin merosot.
Praperadilan merupakan hak dari individu yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum. Tersangka bisa mengajukan praperadilan bila merasa penetapannya tidak benar atau menyalahi prosedur. Artinya, apabila KPK kalah dalam praperadilan, sama saja dengan KPK tidak cakap dan profesional dalam melakukan pengusutan kasus dugaan korupsi.
Direktur Pusat Studi Antikorupsi dan Demokrasi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Satria Unggul Wicaksana Prakasa, menjelaskan bahwa mekanisme praperadilan diatur dalam Pasal 1 Butir 10 dan Pasal 11 KUHAP.
Namun, kata Satria, praperadilan menjadi masalah jika dimanfaatkan oleh pihak yang melakukan kejahatan untuk lolos dari jeratan hukum. Menurutnya, jika Hasto berhasil lolos lewat praperadilan, upaya KPK menguak mastermind kasus Harun Masiku bakal semakin sulit.
“Namun, tentu ini menjadi satu masalah serius apabila praperadilan dari Hasto itu kemudian disahkan dan kita kan melihat kasus ini seharusnya siapa yang menjadi mastermind,” ucap Satria kepada wartawan Tirto, Jumat (7/2/2025).
Satria berharap meski Hasto memenangi praperadilan, KPK bisa menggunakan hak dan kewenangannya membuat sprindik baru. Upaya itu akan membuktikan sejauh mana KPK memiliki komitmen yang kuat untuk mengusut pelaku korupsi sampai ke akar-akarnya.
Di sisi lain, apabila berhasil menjerat Hasto, KPK jadi punya peluang lebih besar menemukan keberadaan Harun Masiku. Menurut Satria, kasus Harun Masiku adalah cobaan terbesar bagi independensi KPK. Oleh karena itu, Satria berharap hakim tunggal praperadilan Hasto mampu mencermati argumen dan bukti-bukti yang dikemukakan KPK.
“Kalau KPK masih mandul, padahal sudah ada waktu lima tahun lebih dan tidak ada proses hukum yang menggembirakan, tentu kepercayaan publik semakin lemah,” ujar Satria.
KPK Jangan Goyah
KPK sebetulnya sudah mengemukakan argumentasi soal keterlibatan Hasto pada kasus Harun Masiku dalam persidangan praperadilan pada Kamis (6/2/2024). Tim hukum KPK membeberkan upaya Hasto dan Masiku saat hendak dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 2020 silam. Mereka saat itu dituding berlindung di Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian atau PTIK.
Perwakilan tim hukum KPK, Kharisma Puspita Mandala, menyatakan bahwa para penyidik KPK saat itu justru diamankan oleh beberapa orang yang dituding sebagai suruhan Hasto. “Orang” yang dimaksud di sini mengacu pada petugas kepolisian suruhan AKBP Hendy Kurniawan.
Drama saling tangkap itu akhirnya berujung pada kegagalan KPK menangkap Hasto dan Masiku.
Tim penyidik KPK digeledah dan diperiksa hingga subuh dengan mekanisme tes urine untuk memeriksa kandungan narkotika. Namun, hasilnya negatif seluruhnya dan mereka baru bisa dibebaskan polisi usai dijemput Direktur Penyidikan KPK.
Pada forum rapat ekspose setelah kejadian itu, pimpinan KPK saat itu justru tidak setuju tim penyidik menaikkan status Hasto menjadi tersangka.
Pimpinan KPK malah mengganti tim penyidikan dengan satgas penyidikan baru. Ekspose cuma berakhir memutuskan menaikkan perkara ke tahap penyidikan dengan dua surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap empat tersangka, yaitu Harun Masiku, Agustiani, Wahyu, dan Saeful Bahri.
Hampir lima tahun berselang, tepatnya di akhir Desember 2024 lalu, Hasto Kristiyanto baru ditetapkan menjadi tersangka bersama Donny Tri Istiqomah. Itu terjadi dalam masa kepemimpinan baru KPK periode 2024-2029.
Kembali ke persidangan, Tim hukum KPK mengungkap bahwa Hasto ikut menyumbang duit suap pengurusan PAW anggota DPR bagi Harun Masiku. Dia dituding memberikan duit Rp400 juta dari total suap sebanyak Rp1,5 miliar untuk melobi bekas komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Lebih dari itu, Tim hukum KPK juga menyatakan bahwa Harun Masiku punya kedekatan dengan Ketua Mahkamah Agung periode 2011-2022, Hatta Ali.
Kabiro Hukum KPK, Iskandar, menegaskan bahwa kedekatan itu membuat Harun diyakini memiliki pengaruh di MA. Alhasil, Hasto memilih Harun untuk memenangkan Dapil 1 Sumatera Selatan pada Pileg 2019.
“[Sehingga] tidak menetapkan Harun Masiku pada wilayah Toraja atau Sulawesi Selatan, yang merupakan daerah asli Harun Masiku,” ucap Iskandar dalam persidangan.
Dikonfirmasi Tirto, Hatta Ali membantah tudingan tersebut dengan mengatakan bahwa siapa pun bisa menyebut-nyebut mengenal dirinya. Dalam kesempatan terpisah, kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail, juga membantah pernyataan tim hukum KPK terkait AKBP Hendy Kurniawan sebagai orang suruhan Hasto untuk menggagalkan OTT.
Maqdir juga menyebut bahwa pada 2020, saat KPK akan melakukan penangkapan Harun Masiku di PTIK, Hasto tidak berada di lokasi. Maqdir menuding KPK menggunakan praperadilan untuk menjelekkan Hendy yang tidak ada kaitannya dengan kasus ini.
"Hendy Kurniawan ini adalah seorang saksi yang kami hadirkan ketika itu dalam perkara Pak Budi Gunawan. Beliau menerangkan bagaimana tidak baiknya, tidak profesionalnya cara penyidikan yang dilakukan KPK," kata Maqdir di sela sidang praperadilan Hasto di PN Jaksel, Jumat (7/2/2025).
Peneliti dari Transparency International Indonesia (TII), Bagus Pradana, memandang bahwa KPK memang seharusnya memeriksa nama-nama baru yang turut disebut dalam kasus Hasto. Selain Hatta Ali, terseret pula nama eks Wantimpres era Presiden Joko Widodo, Djan Faridz. Pada Januari lalu, KPK telah menggeledah rumah Djan yang diduga berkaitan dengan kasus Hasto-Harun Masiku.
Namun, KPK hingga saat ini belum mau mengungkapkan keterlibatan Djan dalam kasus ini. Padahal, ada bukti-bukti yang sudah disita KPK dalam penggeledahan tersebut.
“Apalagi, KPK menemukan atau setidaknya percaya diri bahwa ada indikasi kuat atau bukti awal keterlibatan nama-nama ini. Sebab, nama-nama ini memiliki kiprah yang kuat ya secara jejaring politis,” ujar Bagus kepada wartawan Tirto, Jumat.
Menurut Bagus, pemeriksaan langsung akan mencegah adanya persepsi tebang pilih dalam kasus Hasto dan Harun Masiku. KPK turut diharapkan mampu menunjukkan bukti-bukti baru pada praperadilan Hasto agar tidak terjadi pembentukan narasi bahwa proses hukum Sekjen PDIP itu kental unsur kriminalisasi.
Sementara itu, Ketua Indonesia Memanggil Lima Tujuh (IM57+ Institute), Lakso Anindito, meyakini fakta-fakta di praperadilan Hasto menunjukan bahwa bukti permulaan yang dimiliki KPK sudah melebihi kecukupan sesuai Pasal 44 UU KPK. Lembaga antirasuah itu sudah menjabarkan berbagai bukti permulaan yang bahkan mengungkap keterkaitan dugaan aksi perintangan penyidikan yang dilakukan oleh Hasto Kristiyanto.
“Termasuk, percakapan yang menjadi bukti petunjuk,” ucap Lakso kepada wartawan Tirto, Jumat.
Lakso menilai bahwa dalam praperadilan Hasto juga terlihat sistematisnya upaya menghalangi proses penyidikan KPK. Upaya itu bahkan melibatkan tokoh-tokoh strategis. Dengan itu, bukti permulaan yang dikantongi penyidik KPK sebetulnya sudah bisa digunakan bahkan oleh penegak hukum lain untuk menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan sesuai Pasal 21 UU Tipikor terkait usaha merintangi penyidikan.
Elaborasi yang dilakukan oleh KPK pada proses praperadilan Hasto turut menunjukan peran aktif bekas Ketua KPK, Firli Bahuri, yang ikut menghalang-halangi proses penegakan hukum KPK. Menurut Lakso, ini jadi temuan yang serius untuk digali motifnya.
Terlebih, Firli Bahuri saat ini juga sudah berstatus tersangka tindak pidana korupsi yang ditangani Polri.
“Praperadilan ini harus dikawal serius. Mengingat berbagai fakta yang dijabarkan oleh KPK menunjukan adanya upaya sistematis untuk memastikan kasus Hasto tidak dilanjutkan,” ujar Lakso.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fadrik Aziz Firdausi