tirto.id - Wajar sekali jika Prabowo Subianto sejak muda sudah dikenal oleh para jenderal. Maklum, ayahnya adalah Sumitro Djojohadikusumo, yang pernah jadi menteri di zaman Sukarno dan Soeharto. Ayahnya tentu punya banyak kenalan jenderal.
Kata Jenderal Soemitro dalam Pangkopkamtib Jenderal Soemitro Dan Peristiwa 15 Januari '74 (1998: 24), Letnan Jenderal Sutopo Juwono adalah orang yang menjadi sponsor Prabowo masuk Akabri. Keterangan serupa juga terdapat dalam biografi Sumitro Djojohadikusumo, Jejak Perlawanan Begawan Pejuang (2000: 414).
Setelah belajar di Akabri sebagai taruna yang pintar tapi pernah tidak naik kelas, Prabowo lulus pada 1974 dan jadi letnan dua. Dia kemudian masuk ke satuan elite Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha), yang belakangan berganti nama menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Pada awal kariernya di satuan elite Angkatan Darat itu, Prabowo pernah dikirim ke Timor Timur (kini: Timor Leste).
Dalam Biografi Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurahman Wahid (2002: 278), Greg Barton mencatat, “[Prabowo] melaksanakan tiga periode di Timor Timur dan di sana ia dianggap sebagian orang sebagai ‘orang yang hampir menjadi psikopat’.”
Di sana dia bekerjasama dengan milisi yang mendapat latihan dan bantuan darinya. Greg Barton menyebut Prabowo sebagai anak kesayangan Benny Moerdani. Dan di Timor Timur pula mereka bermusuhan. “Pada pertengahan tahun 1980-an,” tulis Barton, “Benny menarik Prabowo dari Timor Timur dengan alasan bahwa ia tidak dapat dikendalikan. Sejak saat itulah Prabowo sangat membenci Benny.”
Menurut Kivlan Zen dalam Konflik dan Integrasi TNI-AD (2004: 70), selama 1982 hingga 1985 Prabowo bertugas sebagai staf khusus Jenderal Benny Moerdani. Kivlan punya cerita seram soal Benny Moerdani, yang terkait juga dengan Prabowo Subianto.
“Sebagai staf khusus, Mayor Prabowo Subianto mendengar penjelasan tentang rencana menghancurkan gerakan-gerakan Islam secara sistematis [...] namun, Prabowo Subianto merasa tidak cocok dengan rencana tersebut dan melaporkan langkah-langkah Benny kepada mertuanya, Presiden Soeharto, termasuk rencana Jenderal Benny Moerdani untuk menguasai Indonesia atau menjadi Presiden RI,” tutur Kivlan.
Masih kata Kivlan, semula Soeharto tak percaya pada kisah menantunya itu, tapi Soeharto kemudian jadi tidak percaya juga kepada Benny Moerdani (hlm. 70-71).
Menurut Kivlan pula, Benny kemudian marah kepada Prabowo. Hingga Prabowo pun dikeluarkan dari Kopassus dan hendak dijadikan Kepala Staf Kodim (Kasdim)—jabatan buangan bagi anggota Kopassus. Berkat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Rudini, Prabowo tidak jadi "dibuang" dan ditugaskan sebagai Wakil Komandan Batalyon 328.
Untuk beberapa tahun, Prabowo tak di Kopassus. Setelah Benny tidak lagi menjabat Panglima ABRI, Prabowo kembali ke kesatuan baret merah itu dan berjaya di sana. Saat itu, Prabowo sudah memosisikan diri sebagai musuh Benny Moerdani. Tampaknya, era kepanglimaan Benny menjadi masa paling sengsara bagi Prabowo.
Adu Kuat Prabowo-Benny
Sebelum Benny jadi panglima, seperti ditulis Hendro Subroto dalam biografi Sintong Pandjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009: 450-456), pernah ada usaha Prabowo untuk menggerakkan pasukan mengamankan Benny, karena Prabowo menganggapnya hendak melakukan kudeta. Itu dilakukan setelah Prabowo mencurigai Benny beli senjata dari Taiwan.
Senjata itu, menurut Teddy Rusdi, seperti dikutip Salim Said dalam Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto (2016: 148), bukan berasal dari Taiwan, tapi bekas pakai ABRI dan akan disalurkan ke mujahidin Afganistan untuk melawan Uni Soviet.
Salim Said juga mengisahkan bahwa Luhut Pandjaitan, senior dan atasan Prabowo di satuan anti-teror, menghalanginya untuk melakukan tindakan kepada Benny (hlm. 146-151).
Lawan Prabowo memang terlalu berat. Benny adalah jenderal intel berkarakter kuat dan orang kepercayaan Soeharto. Prabowo sendiri masih berpangkat kapten. Tapi, Benny tentu tahu siapa di belakang Prabowo. Semua orang mafhum belaka bahwa Prabowo adalah menantu daripada Presiden Soeharto.
Dan dua orang yang berseteru ini tentu saja punya banyak pengikut. “Masing-masing membina pengikutnya. Dan untuk menjaga loyalitas para pengikut, mereka berdua memerlukan dana banyak,” tulis Salim Said (hlm. 147).
Benny sering bagi-bagi hadiah kepada pengikut atau perwira yang didekatinya. Prabowo juga berusaha melakukan hal yang sama. Kivlan menyebut, pada Agustus 1985, Mayor Prabowo berkumpul di Lembang bersama kawan-kawannya sesama perwira menengah. Mereka adalah Ismed Yuzairi, Glen Kairupan, Sjafrie Sjamsoeddin, dan Kivlan sendiri.
Tak hanya perwira menengah, Prabowo juga berusaha menghubungi Komandan Seskoad Mayor Jenderal Feisal Tanjung dan Panglima Brawijaya Mayor Jenderal R. Hartono.
Di pihak Benny, Kivlan menyebut ada Letnan Jenderal Sahala Rajagukguk, Mayor Jenderal Sintong Pandjaitan, Brigadir Jenderal Theo Syafei, Kolonel Luhut Pandjaitan, dan Letnan Kolonel Romulo Robert Simbolon (hlm. 72-73).
“Satu sama lain berusaha menghambat karir pihak lawannya dengan isu miring untuk menggagalkan kenaikan pangkat dan jabatan,” tulis Kivlan (hlm. 73).
Prabowo, menurut Kivlan, telah sukses menggagalkan Benny yang ingin jadi wakil presiden. Jelang Sidang MPR 1988, pada 24 Februari 1988, Soeharto mengganti posisi Panglima ABRI dari Benny ke Try Sutrisno.
Benny Redup, Prabowo Bersinar
Tahun 1988 adalah “masa bersiap” bagi Prabowo dan kawan-kawan. Dalam catatan Kivlan, Prabowo mempersiapkan 1 batalyon Kopassus, Batalyon Infanteri Linud 328, Batalyon Infanter 303, Batalyon Infanteri 321, dan Batalyon Infanteri 315, yang dapat dipercayainya untuk melakukan kontra-kudeta (hlm. 74).
Tapi Soeharto jauh lebih lihai dibanding dua serdadu yang tengah berseteru itu. Orang yang dijadikan wakil presiden pada 1988 akhirnya bukan jenderal intel atau tempur, tapi jenderal staf, yakni Letnan Jenderal Sudharmono.
Benny pun tersingkir, tapi tak tersingkir begitu saja. Dia sempat menjadi Menteri Pertahanan Keamanan hingga 1993. Benny tampaknya senasib dengan Jenderal Abdul Haris Nasution yang lama jadi KSAD. Nasution ditendang dari jabatan KSAD ke Menteri Pertahanan Keamanan pada era Sukarno. Arah tendangan bukan ke bawah, tapi ke atas. Menurut Salim Said, Jenderal Nasution “ditendang ke atas” (hlm. 244).
Setelah Benny “ditendang ke atas”, muncul fenomena "de-Benny-isasi". Mereka yang dianggap “orangnya Benny” tidak mendapat jabatan strategis di tubuh ABRI.
Setelah Benny jatuh, bintang Prabowo perlahan-lahan bersinar lagi. Pada 1995, Prabowo diangkat sebagai Komandan Jenderal Kopassus dan beberapa tahun berikutnya jadi Panglima Kostrad. Orang yang menjabat Panglima ABRI sejak 1993 hingga 1998 adalah Feisal Tanjung.
- Perang Saudara Nasution vs Lubis Panaskan Angkatan Darat
- Ketika Benny Moerdani Memata-Matai M. Jusuf demi Soeharto
- M. Jasin Menggebuk Bustanil Arifin Gara-Gara Putrinya Dilecehkan
- Kuasa Besar Ali Moertopo Picu Perlawanan Jenderal-Jenderal Intel
- ABRI Merah-Putih vs ABRI Hijau: Sentimen Agama di Tubuh Tentara
==========
Menjelang HUT TNI ke-73, Tirto menayangkan dua serial khusus tentang sejarah militer Indonesia: "Seri Para Panglima Soeharto" dan "Seri Rivalitas Tentara". Serial pertama ditayangkan tiap Kamis, serial kedua tiap Jumat. Edisi khusus ini hadir hingga puncak perayaan HUT TNI pada 5 Oktober 2018.
Editor: Ivan Aulia Ahsan